Mohon tunggu...
Daryani El Tersanaei
Daryani El Tersanaei Mohon Tunggu... Dosen - Pencinta Ilmu dan Kebijaksanaan

Direktur Eksekutif Parameter Nusantara (PARA). Pengajar di FISIP IISIP Jakarta dan beberapa PTS lain di Ibu Kota. Mantan Ketua Umum ISKC (Ikatan Santri Se-eks Karesidenan Cirebon) Pon.Pest. Bahrul 'Ulum Tambakberas, Jombang periode 1994-1995, Ketua Presidium SOMASI (Solidaritas Mahasiswa Seluruh Indramayu) periode 1999-2000, Ketua Umum FKPM/KPM (Forum Komunikasi Pelajar dan Mahasiswa/Keluarga Pelajar dan Mahasiswa) Jawa Barat-D.I. Yogyakarta periode 2000-2002. Ketua PC ISNU (Ikatan Sarjana Nahdlatul 'Ulama) Kabupaten Indramayu masa khidmat 2013-2017.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Visi Negara Maritim Jokowi-JK

16 Juni 2014   22:43 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:28 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berdasarkan dokumen visi, misi, dan program 2 pasangan Capres-Cawapres yang diserahkan ke KPU, hanya pasangan Jokowi-JK lah yang bervisi negara maritim. Indikasinya jelas, dari 7 misi penerjemahan dan pencapaian visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”, 3 di antaranya menunjukkan komitmen perwujudan negara maritim yang kuat dan mensejahterakan rakyat. Misi dimaksud yaitu misi ke-1, ke-3, dan ke-6. Selain itu, secara umum, dokumen keseluruhan visi, misi, dan program aksi pasangan Jokowi-JK—yangtotal berjumlah 41 halaman itu—juga menunjukkan kuatnya komitmen dimaksud.

Sementara dalam visi dan misi pasangan Prabowo-Hatta, komitmen serupa di atas tidak ditemukan. Bahkan, kata “maritim” cuma disebut satu kalidalam dokumen keseluruhan visi, misi dan program pasangan Capres-Cawapres nomor urut 1 itu. Bisa dilihat di bagian Agenda dan Program: VI. Mempercepat Pembangunan Infrastruktur, point5. Membangun infrastruktur, fasilitas pendukung dan kawasan industri nasionaltermasuk industri maritim dan pariwisata (di halaman 7).

Untuk lebih jelas, berikut 3 misi dimaksud dari pasangan Jokowi-JK: Misi ke-1, mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. Misi ke-3, mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. Misi ke-6, mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.

3 misi tersebut di atas jelas menunjukkan hasrat Jokowi-JK yang kuat untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang mempertegas kedaulatan politiknya, kemandirian ekonominya, dan berkepribadian dalam kebudayaannya. Untuk itu, Jokowi-JK—bila diberi mandat rakyat—akan mengadakan sejumlah program, di antaranya: pembangunan Angkatan Laut yang kuat, peningkatan keamanan di laut, pembangunan infrastruktur maritim dan industri maritim, pengembangan ekonomi maritim, serta penguatan dan pengembangan budaya bahari.

Dalam acara debat Capres bertema: “Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat” tadi malam (15 Juni 2014), Jokowi kembali menegaskan pentingnya pengembangan ekonomi maritim dan pembangunan infrastruktur maritim. Secara eksplisit, ia juga menyebut perlunya pembangunan “tol laut” sebagai langkah strategis untuk mendorong pembangunan ekonomi dan mengatasi ketimpangan ekonomi antar daerah. Tol laut dimaksud adalah ketersediaan kapal-kapal besar yang hilir mudik rutin dengan frekuensi tinggi dari ujung Barat di Aceh sampai ujung Timur di Papua, atau dari ujung Utara sampai ujung Selatan. Begitu pun sebaliknya. Dengan itu, frekuensi perdagangan antarpulau dan antardaerah meningkat dengan biaya transport yang murah. Pada akhirnya, biaya ekonomi tinggi (high cost economy) bisa dihilangkan, dan gairah perekonomian pun meningkat. Ujungnya, kesejahteraan rakyat.

Tanggapan

Hemat penulis, pilihan Jokowi-JK untuk membangun Indonesia sebagai negara maritim yang kuat sebagaimana uraian tersebut di atas adalah tepat. Terdapat sejumlah alasan. Pertama, realitas geografis Indonesia yang dua pertiganya berupa lautan. Ini merupakan karunia Tuhan yang patut disyukuri. Lautan bukan sebagai penghalang, tetapi penghubung pulau-pulau di Indonesia yang total berjumlah 17.499 pulau, menjadi satu kesatuan. Jadi, kondisi eksisting Indonesia memang negara maritim.

Kedua, potensi kekayaan laut Indonesia luar biasa besar. Menurut Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Rohmin Dahuri, potensi hasil laut Indonesia itu 57,7 juta ton per tahun. Namun, baru tergarap 9 juta ton/tahun, di mana 5,7 juta tonnya berupa rumput laut. Sisanya, 3,3 juta ton/tahun berupa ikan dan lainnya. Selain itu, ada 1 juta ton/tahun ikan yang dicuri asing. Ini semua belum termasuk potensi kekayaan tambang di laut, seperti minyak, gas, dan lainnya, yang jumlahnya lebih besar ketimbang yang ada di daratan. Oleh karenanya, masa depan Indonesia itu ada di laut. Dengan pilihan misi sebagai negara maritim yang kuat dan maju, meniscayakan pengelolaan sumber daya maritim menjadi kebijakan prioritas.

Ketiga, kebutuhan pertahanan dan keamanan yang vital terletak di laut. Indonesia, sebagai negara maritim, Angkatan Lautnya relatif masih dianaktirikan. Politik pertahanan keamanan Indonesia belum menempatkan Angkatan Laut sebagai kekuatan terbesar yang disegani. Seharusnya, Angkatan Laut Indonesia menjadi yang terkuat di kawasan regional. Bahkan, harus menjadi salah satu yang terkuat di dunia.

Pilihan misi sebagai negara maritim yang kuat meniscayakan pembangunan Angkatan Laut Indonesia yang kuat, itu menjadi komitmen negara dan bangsa. Dalam doktrin negara maritim, Angkatan Laut itu sebagai first line of defence (garis pertama pertahanan), melakukan anti blokade atau blokade laut terhadap musuh di wilayah sendiri atau wilayah perairan musuh. Inilah yang disebut strategi maritim (maritime strategy). Inggris berhasil mempraktikkan maritime strategy dengan baik untuk menghadapi continental strategy-nya Napoleon, Perancis.

Doktrin lainnya, Angkatan Laut harus mampu membawa supremasi udara ke tengah lautan (Aircraft Carrier ship). Untuk itu, modernisasi Angkatan Laut mutlak dilakukan. Kapal perusak, kapal selam, armada pendukung dan alutsista laut lainnya mesti dimutakhirkan dan ditambah. Bahkan, ke depan, Indonesia juga harus punya armada kapal induk.

Keempat, kebutuhan mengembalikan jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim. Cita-cita menjadi negara maritim yang mandiri, kuat, dan maju mutlak membutuhkan bangsa yang berjiwa maritim. Langkah pertama dan utama adalah mengubah secara revolusioner mind-set bangsa kontinental (daratan) menjadi bangsa maritim (lautan). Sejak dini semua anak Indonesia, termasuk yang tinggal di pegunungan, harus “dicemplungkan ke laut”, dikenalkan dengan laut.

Dalam mind-set bangsa maritim, “maritim” dipahami bukan sekadar sebagai realitas geografis, melainkan harus menjadi realitas jiwa dan karakter bangsa Indonesia. Dengan itu, spirit kejayaan Sriwijaya dan Majapahit di lautan dapat dikembalikan.

Sir Watter Ralleigh (1554-1618) menegaskan bahwa barang siapa menguasai lautan maka akan dapat menguasai perdagangan. Barang siapa yang menguasai perdagangan pasti akan menguasai kekayaan dunia sehingga pada akhirnya akan dapat menguasai dunia. Itulah contoh gambaran spirit Sriwijaya dan Majapahit. Kejayaan di lautan berdampak kesejahteraan.

Jokowi-JK, rupanya sadar bahwa Indonesia, dengan karunia Tuhan yang dimilikinya, harus menjadi negara maritim yang kuat dan mensejahterakan rakyat. Oleh karenanya, bila mendambakan Indonesia menjadi negara maritim yang sejahtera, pilihlah pasangan Jokowi-JK, nomor 2 (dua). Begitu pun sebaliknya. Terserah sidang pembaca.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun