Isitilah “revolusi mental” dan “nawacita” populer lekat dengan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang akrab dipanggil Jokowi, untuk membangun bangsa dan negara Republik Indonesia. Revolusi mental—menurut Jokowi—adalah perubahan paradigma, mind-set, atau budaya politik dalam rangka pembangunan bangsa (nation-building) sesuai dengan cita-cita Proklamasi Indonesia yang merdeka, adil, dan makmur (Kompas, 10 Mei 2014).
Sementara nawacita adalah sebutan yang menunjuk pada 9 program prioritas pemerintahan Jokowi-JK, yaitu: (1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara; (2) Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya; (3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan; (4) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya; (5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia; (6) Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional; (7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; (8) Melakukan revolusi karakter bangsa; (9) Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Penerapan revolusi mental dan nawacita di Kementerian PAN RB pada dasarnya adalah implementasi visi dan misi Kementerian PAN RB yang yang dijiwai dan digerakkan oleh revolusi mental dan nawacita pemerintahan Jokowi-JK. Dengan demikian, revolusi mental dan nawacita dalam konteks tulisan ini diposisikan sebagai cara dan panduan implementasi visi dan misi Kementerian PAN RB.
Visi Kementerian PAN RB adalah “Mewujudkan Aparatur Negara Yang Bersih, Kompeten dan Melayani”, dengan misinya sebagai “Penggerak Utama Reformasi Birokrasi”.
Isi nawacita yang terkait langsung dengan visi dan misi Kementerian PAN RB yaitu poin 2, “Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya”. Kata kunci untuk itu adalah reformasi birokrasi.
Sasaran revolusi mental dalam konteks reformasi birokrasi adalah terwujudnya perubahan radikal-positif atas mind-set dan culture-set, kapabilitas, perilaku, dan gaya aparatur birokrasi.Aparatur birokrasi harus bersih, kompeten, bekerja efektif dan efisien, serta bermental dan bergaya sebagai pelayan publik, bukan sebagai priyayi yang minta dilayani.
Untuk mewujudkannya perlu road-map selarasprinsip dan nilai revolusi mental dan nawacita untuk menjawab 3 (tiga) pertanyaan pokok berikut:
(1) Bagaimana aparatur birokrasi itu direkrut, dibina dan diawasi?
(2) Bagaimana struktur kelembagaan birokrasi itu dibentuk?
(3) Apa kultur birokrasi yang perlu ditumbuh-kembangkan?
***
Aparatur Birokrasi
Penerapan revolusi mental dan nawacita pada aparatur birokrasi menyangkut tiga hal yang merupakan satu kesatuan dan saling terkait satu sama lain yakni rekrutmen, pembinaan, dan pengawasan. Ketiganya berperan membentuk aparatur birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani sebagaimana visi Kemeterian PAN RB.
Dalam tulisan ini, yang dimaksud rekrutmen adalah penerimaan PNS dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Rekrutmen tersebut harus dilakukan dengan prinsip terbuka, transparan, profesional, dan sesuai kebutuhan. Terbuka bermakna setiap warga negara yang memenuhi syarat memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti proses rekrutmen. Transparan berarti semua tahapan prosesnya bisa diketahui oleh setiap peserta maupun publik, termasuk kriteria penilaian untuk menentukan diterima atau tidaknya calon aparatur dimaksud. Profesional diartikan bahwa seluruh proses rekrutmen dilaksanakan sesuai standar dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan, serta berlangsung jujur. Sesuai kebutuhan, maksudnya, rekrutmen itu berdasarkan pada analisis kebutuhan pegawai yang dilakukan secara obyektif.Secara umum kondisi eksisting aparatur (pegawai) berjumlah terlalu banyak. Oleh karenanya, rekrutmen tersebut tidak boleh berdampak inflasi jumlah pegawai.
Berikutnya, pembinaan aparatur diartikan sebagai upaya-upaya yang dilakukan dengan sadar, berencana, teratur, dan terarah untuk meningkatkan integritas, profesionalitas, kompetensi, kapabilitas, responsifitas, dan etos kerja yang melayani publik. Pembinaan tersebut dapat dilakukan dengan 2 (dua) kelompok program. Pertama, Diklat (pendidikan dan pelatihan) dalam arti luas. Kedua, promosi dan stimulasi. Termasuk di dalamnya tour of duty dan pemberian insentif.
Sementara pengawasan dimaknai sebagai segala upaya sadar, terencana dan terukur untuk memastikan aparatur berkinerja sesuai dengan kebutuhan dan target yang telah direncanakan, serta tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Penerapan punishment merupakan salah satu bentuk pengawasan (bersifat represif) dimaksud.
Struktur Kelembagaan Birokrasi
Revolusi struktur kelembagaan birokrasi yang selaras nawacita dilakukan dengan prinsip efektif, efisien, dan responsif sesuai kebutuhan. Struktur kelembagaan tersebut harus bisa menjawab cemoohan publik bahwa birokrasi Indonesia itu gemuk dan lamban. Kaya struktur tapi miskin fungsi. Oleh karenanya harus dibalik menjadi miskin struktur, kaya fungsi. Namun demikian, perombakan struktur kelembagaan itu tetap harus didasarkan pada analisis obyektif atas postur ideal kelembagaan sesuai prinsip-prinsip tersebut di atas. Muaranya adalah lembaga birokrasi yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya sesuai dengan nawacita poin kedua.
Kultur Birokrasi
Revolusi kultur birokrasi sesuai nawacita mengarah pada terbentuknya budaya bersih, antikorupsi, disipilin, responsif-melayani publik, inovatif, dan efektif-efsien. Untuk itu, perlu ditradisikan sejumlah hal. Di antaranya: (1) Melayani publik dengan ramah dan senyum; (2) Berpenampilan sederhana, namun rapih dan sopan; (3) Melahirkan inovasi pelayanan publik secara reguler atau periodik yang mengarah pada e-government; (4) Menjelaskan persyaratan, limit waktu, dan besaran biaya pelayanan publik (bila dikenakan biaya, misalnya pengurusan sertifikat atau izin tertentu) secara terbuka melalui beragam bentuk media yang dapat dikontrol publik; (5) Selalu menyediakan pelayanan on-line disamping pelayanan manual-konvensional; (6) Tepat waktu; dan (7) Lain-lain.
***
Ketiga aspek birokrasi di atas yakni aparatur, struktur kelembagaan, dan kultur,harus menjadi sasaran utama revolusi mental di Kementerian PAN RB untuk mewujudkan nawacita pemerintahan Jokowi-JK. Revolusi mental pada aspek-aspek tersebut bersifat strategis-solutif. Artinya, bila berhasil akan mempermudah terwujudnya clean-government dan good-governance di Indonesia. Begitu pun sebaliknya.
Semoga bermanfaat. Amien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H