Mohon tunggu...
Iyi Dary
Iyi Dary Mohon Tunggu... -

perempuan , jakarta 12 april

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Naik Kereta Api

6 April 2010   02:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:58 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Waktu menunjukan pukul 06.30, saatnya berangkat menuju stasiun kereta api. Aku nggak boleh telat karena perjalanan dari rumah menuju kesana cukup jauh jadi aku harus bergegas.

Rp. 1.500 ...... petugas loket memberikan karcis kepadaku seraya menyebutkan jumlah uang yang harus ku bayar, "terima kasih"........., "jalur berapa ya ya pak?.." tanyaku kepada petugas loket, "jalur 5 atau 6". Bergegas aku menuruni anak tangga untuk menuju jalur yang disbutkan.

"Aduh perutku perutku lapar", oh iya aku belum sarapan pagi ini karena terlalu paginya aku berangkat jadi tidak sempat sarapan. 

"Ting tong persiapan jalur 5 kereta api dariarah selatan menuju stasiun pasar senen segera tiba".. eh itu kereta ku....siap siap aku berdiri dipinggir jalur 5 sambil menunggu kereta berhenti. wah banyak sekali penumpang yang turun distasiun tanah abang ini.

Yah kursinya terisi semua......(sambil garuk garuk kepala ) lumayan juga kalau harus berdiri bisa bisa betisku seperti pemain bola. Sambil melihat lihat sekeliling.... eh itu kan ada dua kursi bisa untuk duduk 3 orang...... (gumamku dalam hati), kulirik dua orang yang duduk disampingku , "permisi boleh saya duduk disini" mereka tidak berkata apa apa hanya menggeser sedikit duduknya seraya memberikan jawaban atas pertanyaanku. Alhamdulillah terimakasih ya Allah aku dapat duduk.

"roti, donat seribu seribu... kulirik penjaja roti sambil kupegang perutku yang masih keroncongan, hasrat hati ingin membeli tapi ga enak masa harus makan sendirian. Beli sarapan dikantor aja dech.......

Pemberhentian pertama Stasiun Duri... penumpang yang kebanyakan turun distasiun ini adalah yang berprofesi sebagai pedagang terutama pedagang sayur karena terdapat pasar tradisional disepanjang rel kereta api. Tidak berapa menit kemudian kereta melanjutkan perjalanannya.

"sreok...sreok...." kudengar suara dari arah bangku depan gerbong, ternyata suara sapu seorang anak kecil usia sekolah dasar menyapu sampah yang ada di  gerbong ini sambil menengadahkan tangannya seraya meminta uang kepada penumpang. Astagfirullahaladzim ... harus seperti inikah, apakah orang tuanya tidak mencegah melakukan pekerjaan ini atau memang kemauan anak itu untuk membantu orangtuanya mencari nafkah...?.

Pemberhentian berikutnya Stasiun Angke .... cukup banyak penumpang yang turun distasiun ini. Alhamdulillah agak lowong gerbong yang aku tempati. Tiba tiba ada suara orang berteriak dari arah pintu "kurang ajar..... sialan... emang gw cewek apaan..!!!!!!" ku tanya pada orang yang duduk didepan ku, "ada apa ya Pak?".... "biasalah mbak ada bencong digodain" .... oh...... aku melongo. Kereta kemudian melaju lagi melanjutkan perjalanannya, sambil kereta berjalan aku melihat kearah jendela dan kulihat bencong sedang berlatih menyanyi untuk ngamen disekitar statsiun ini .... ini bencong yang tadi berteriak teriak.... .Apakah harus seperti ini cara mereka mencari nafkah? .. aku bertanya dalam hati. Aku seringkali mengeluh dengan pekerjaanku yang sekarang, merasa cape sering marah marah, ah... ternyata ada yang lebih susah dari aku dan harusnya aku bersyukur pekerjaan yang aku miliki ini masih layak. Ampuni aku ya Allah.

Ku dengar suara sinyal peringatan diperlintasan rel kereta api, tenyata sudah dekat stasiun tujuanku. Tidak berapa lama sampailah aku di stasiun kampung bandan, stasiun kecil namun banyak juga penumpang kereta api yang melalui stasiun ini untuk menuju lokasi tempat kerja mereka termasuk aku. Naik kereta memang menyenangkan meskipun harus berjejalan karena kereta yang ku tumpangi adalah kereta kelas ekonomi, dengan harga tiket yang hanya 1.500 aku sudah bisa sampai ditempatku bekerja. Aku tersenyum sambil berjalan menyebrangi jalan raya menuju tempat ku bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun