Judul tweet di antaranews itu memancing saya untuk meretweet, dan menulis surat terbuka untuk Mendikbud. Penulis sampaikan srbaiknya SMA besasrama itu khusus untuk pelajar kurang mampu, bukan untuk mereja yang mampu. Hal ini dilandasi, SMA denfan Asrama (Pobdok) yang dengan syarat pelajar hebat itu sudah menjamur yang ke dua akan lebih bernakna sesuai dengan amanah UUD sebagaimana terkandung pada Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”
Saat ini faktanya sudah sangat banyak sekolah, SMA berasrama, Jika sekolah sekolah berasrama yang ada program program ektrakurikuketnya terkait dengan keilmuan atau karakter tertentu ( model SMA Husni Thsmrin), kepemimpinan/kemiliteran (model SMA Taruna), Keagamaan (MA tahasus dan pesantren) maupun perpaduan agama dan umum (model Insab Cendikia) dan masih banyak SMA SMA berasrama dengan berbagai variasinya, namun demikian, boleh dikatakan semuanya berorientasi atau mensyaratkan untuk siswa-siswa unggul, bahakan yang mampu membayar dengan biaya tinggi.
Bagaimana dengan ana-anak kita dari keluarag kurang mampu ? Pada kenyataannya anak-anak kita itu bersekolah di sekolah-sekolah seadanya. Oleh karena itu, menurut hemat penulis, jika pemerintah akan membangun SMA berasrama sebaiknya untuk anak-anak kita dari keluarga kurang mampu. SMA berasrama untuk pelajar dari keluarga kurang mampu ini program ekstra kurikulernya lebih diarahkan untuk menumbuhkan motivasi, life skill, kewirausahaan yang dapat diintegrasikan untuk kepentingan nasional terkait posisi strategis Indonesia sebagai Megabiodiversity country dan visi kemaritiman Indonesia.
Dengan pilihan orientasi program yang demikian, maka SMA SMA berasrama bukan bertempat di pusat pusat pendidikan/ekonomi, seperti kota propinsi atau kota kabupaten, tetapi berada di sentra sentra biodiversutas dan wilayah-wilayah pengembangan kemaritiman, atau wilayah pedesaan yang dekat debfan wilayah pegunungan atau pesisir pantai. Karakteristik ektrakurikulernya dan juga muatan lokal atau prakaryanya diorientasikan untuk dapat mengelola biodiversitas daratan, pegunungan (dataran tinggi) maupun kemaritiman (wilayah pesisir).
Rencana kemendikbud ini dapat diintegrasikan atau kerja sama dengan beberapa kementrian seperti dengan kemetrian desa tertinggal dan kementrian kelautan atau bahkan menko kemaritiman, untuk memperkokoh program maupun hasil yang lebih optimal. Sebagai contoh, dengan kementrian desa tertinggal, dapat dijalin kerja sama bagaimana peserta didik dapat membantu pengelolaan dana desa dengan produk produk unggulan lokal dari desa desa sekitar lingkungan sekolah. Jika selama ini ada program link and mach dalam bentuk prakerin, praktek kerja industri, maka SMA SMA berasrama ini berbentuk kerja pengembangan produk lokal (Kembang Dukal).
Sesuai karakter wilayahnya, maka Kembang Dukal ini dapat berupa produk produk marinebiotech sederhana, ternasuk pengolahan limbah produk bahari, produk dataran rendah sampai produk khas dataran tinggi. Dengan demikian, keberadaan sekolah model ini disamping dalam rangka memberi prlayanan memenuhi amanah mencerdasksn kehidupan bangsa terutama khusus bagi anak kurang mampu, juga bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan bahkan memutus rantai kemiskinan, juga untuk pengembangan wilayah dan memperkokoh visi kemaritiman Indonesia ke depan..
Demikian surat terbuka penulis, mudah mudahan bisa bermanfaat. .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H