Berkumpul dengan guru guru yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia benar benar menemukan fakta bahwa pemerintah dalam hal ini Kemendikbud kurang menghargai masa bakti gru non PNS (Swasta). Hal ini dapat dibuktikan dengan proses impasing yang benar-benar tidak menghargai masa bakti guru non PNS.
Hanya sedikit yang dihargai masa baktinya dengan impasing golongan III B, III D, IV A dst. Mayoritas diimpassing III A. Dari ratusan guru non PNS yang ditemui hanya satu yang golongan impasingnya III D dan kebetulan keluarga pejabat. Fakta ini menunjukan ketidak adalan impassing yang dilakukan. Padahal Golongan dari impassing  ini menentukan besaran Tunjangan Profesi Guru yang besarnya 1 bulan gaji berdasar UU.
Mudah-mudahan Kemendikbud berlapang dada mereimpassing guru guru Non PNS sesuai UU yang ada, sudah barang tentu proses impassing ini dapat menggunakan data valid yang ada, tidak harus guru berbondong bondong ke kantor Kemendikbud antri mengumpulkan berkas untuk mendapatkan SK Impassingnya, sehingga tidak perlu mengorbankan tatap muka di kelas dengan murid. Sebaiknya Kemendikbud juga bertindak proaktif dalam proses impassing ini sebagai bentuk penghargaan atas jasa guru non PNS
Seperti disampaikan oleh Rektor UNJ dalam pembukaan PLPG angkatan ke 5 tahun 2015 di Wisma Kinasih Cimanggis Depok jawa Barat tanggal 4 Nopember 2015 yang lalu, bahwa tunjangan Profesi guru adalah bersifat melekat maka tunjangan ini terkait dengan statusnya sebagai guru tersertifikasi, tidak terkait dengan kinerja guru. Untuk penghargaan kinerja, sudah diformulasikan dalam bentuk Tunjangan Kinerja.
Terkait dengan UKG yang berlangsung di bulan Nopember ini, yang dinyatakan sebagai untuk mapping sebagai bahan pertimbangan pengembangan guru ke depan (lebih tepat disebut sebagai diagnostik), nampak sekali tidak ada koordinasi antar program ditunjukan dengan adanya bentrok jadwal antara jadwal keikutsertaan guru dalam PLPG dengan jadwal pelaksanaan UKGnya. Hal ini bukan saja mengganggu pelaksanaan PLPG juga daoat berakhibat fatal bagi hasil UKG nya. Hal ini mengingat peserta PLPG tenaga dan fikirannya sedang difokuskan dalam pelaksanaan PLPG, apalagi dengan segala keterbatasan fasilitas PLPG yang ada, yang memungkinkan peserta mengalami penurunan stamina fisik dan mental.
Penurunan fisik dan mental ini sangat potensial menyebabkan  penurunan kemampuan dalam menghadapi Ujian Kompetensi guru, meskipun jauh-jauh hari sudah mempersiapkan sebaik mungkin. Oleh karena itu, sebaiknya ada rescheduling UKG bagi guru yang sedang mengikuti PLPG dengan memperhatikan recovery fisik mental sehingga guru benar-benar fit untuk melakukan UKG.
Jika dipaksakan yang bersangkutan harus mengikuti jadwal UKG yang berbenturan itu, tidak hanya merugikan guru itu sendiri tetapi juga akan mengakhibatkan proses diagnostik yang tidak presisi. Konsekuensinya, program pengembangan guru ke depan juga menjadi kurang akurat, yang memungkinkan timbulnya kemubadziran kemubadziran termasuk kemubadziran karena fokus menjadi terpecah anatar LPPG dan UKG.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H