Banyak kalangan yang serta merta terpikat bahkan memuji-muji  (maaf samapai kepentut pentut) akan pidato inagurasi presiden ke 45 dari negara paling merasa hebat di dunia ini, Amerika Serikat. Sepertinya kita menganggap pemimpin pemimpin USA selama ini adalah "al Amin" yang benar benar melakukan amanah ucapannya saat inagurasi tanpa distorsi, kita lupa banyak panggung sandiwara ala Broadway dengan karakter kuat dan theaterikal menawan di seluruh pelosok dunia yang dilakukan oleh para pemimpin yang mengucapkan retorika menawan, dari kisah perselingkuhan anak anak negeri yang dijadikan penghianat satu negeri seperti Indonesia melalui tangan CIA,  sampai kisah memilukan ladang oembantaian (killing Field).
Awal orde baru adalah prolog kisah perselingkuhan anak negeri  tanah sorga yang bernama Indonesia dengan para aktor watak oknum oknum orde baru, yang menggelar kusah tragis pencaplokan "potensi minerba" dengan kontrak kontrak jangka panjang yang tidak wajar. Dengan alasan demi pembangunan yang butuh modal, kontrak kontrak kerja sama pengelolaan pun terasa diobral. Jika rakyat saat ini tidak kritis, modus yang sama dengan setting panggung yang berbeda, kisah perselingkuhan itu kembali akan mengalir sempurna dengan judul besara "tragedi bagi Bangsaku"Â
Jika awal orde baru seting kisahnya ada di atas hamparan minerba, maka kisah perselingkuhan yang sedang dirancang ada di atas kemolekan laut Indonesia. Maklum dengan potensi 60.000 T pertahun, kelautan Indonesia menjadi laksana  gadis desa yang lugu, molek dan seksi yang menggoda semua pria untuk menjamahnya. Padahal jika dikelola  sendiri, Seperlima potensinya saja, dalam satu tahun hutang yang mencapai 4000 T dapat dilunasi segera tanpa gali lubang tutup lubang seperti yang nampak selama ini.Â
Tapi lagi lagi kita terjebak pada kisah perselingkuhan yang menuntut berfikir pragmatis dan bertindak koruptif. Dengan alasan butuh modal untuk membangun dan gali lubang tutup lubang dari hutang hasil tragedi perselingkuhan panjang sejak Orde Baru, cara cara yang dapat  mencabik cabik kedaulatan bangsa, integritas wilayahnya,  dengan sebagian tumpah darah Indonesia yang dikelola Asing karena telah menyewa pulau pulaunya, berbagai potensi kekayaan laut dapat di eksploitasi melalui pulau pulau sewaan tersebut dengan teknologi yang canggih dan anti pantauan atau bahkan terpantau namun dibiarkan,  mengingat alu=iran komisi ke pundi pundi oknum lancar deras.
Kita tentu tidak akan lupa begitu saja kejadian yang lampau akan adanya pipa pipa bawah laut yang mengalirkan hasil eksploutasi minerba menuju  laut lepas dimana  thanker  thanker raksasa menunggu disana, sehingga kita harus menanggung kerugian berganda, kontrak kerya rendah, deposit ninetba yang dieksploitasi cepat terkuras, habis dalam jangka waktu  pendek. Belum lagi manipulasi manipulasi lain tetutama kalkulasi yang dijadikan sebagai landasan menyusun kontrak karya jangka panjang itu. . Sudah barang tentu sama sekali tidak menghiraukan kepentingan NKRI yang wajar.Â
Kembali pada pidato innagurasi Donald Trump, sudah pasti semua terkait dengan kepentingan Amerika Ssendiri yang, ekonominya sedang dalam proses jatuh bebas menuju  kehancuran. Pilihan rakyat Amerika yang lebih banyak mendukung Donald Trump yang bisnisman urakan  dan cenderung menghalalkan cara dibanding memilih Hillary Clinton, bagi penulis itu menunjukan wajah  asli Amerika  sendiri yang pragmatis dan bebas nilai. Tentu saja jika tidak pragmatis, sepak terjang Donald Trump selama ini yang sangat rasis dan mengumbar SARA akan menjadi pisau geuluetin  bagi pencalonannya. Tragisnya, jika hal ini kemudian diadopsi oleh oknum-oknum bangsa Indonesia yang Amrik minded, dan kemudian mencontoh tidakan pragmatis ala Amerika ini dalam pemilihan-pemilihan mendatang,  meskipun kita sanagat memahami, jelas-jelas dasar falsafah kita sangat berbeda dengan Amerika. Berberapa kasus pilkada mengindikasikan  menuju kesana, dengan kambing hitam demokratisasi, Amerika banget !
Amerika untuk orang Amerika sebagai adagium yang dijadikan garis kebijakantak terlutis, Â sudah tentu termasuk Presidennya. Artinya presiden Amerika, untuk orang Amerika. Apapun kebijakannya harus dilandasi untuk kepentingan rakyat Amerika sendiri, bahkan sampai pada taraf yang subyektif berat. Oleh karena itu jangan kaget, ketika Donald Trump bertekatd"membersihkan seluruh teroris Islam" dalam pelaksanaannya sangat mungkin "membersihkan seluruh umat Islam' dengan pemaknaan dan definisi tetorist Islam yang subyektif pula, eksodus kaum muslimin dari negara paman Sam pasca kemenangan Trump merupakan indikasi nyata, bahwa sesungguhnya kaum muslimin sangat terancam oleh Trump.
Cerdaslah bangsaku, ekspansi bisnis Trump ke Indonesia dengan mitra pengusaha dan politisinya, sangat memungkinkan berdirinya panggung sandiwara episode Tragedi b angsa berikutnya. Kita harus komitmen pada nilai-nilai bangsa Indonesia, pancasila untuk menangkalnya. Sebab seperti kita ketahui, Pancasila sangat tidak mengizinkan kita untuk menghalalkan segala cara, apalagi jika kita sangat konsekuen dengan sila pertamanya, ketuhanan Yang Maha Esa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H