Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cabe-cabean Versi ILK

3 Maret 2014   16:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:17 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13938231901204775645

Salah satu acara TV di salah satu TV swasta Nasional, Indonesia lawak Klub, dengan jargon acara "menyelesaikan Masalah Tanpa Solusi", ternyata kadang memberi solusi dengan gayanya, dengan "mahzabnya" sebagai acara jenaka, acara segar segar pintar. Hal Ini dapat kita saksikan misalnya ketika ILK menyampaikan tema Cabe Cabean. Fitri Tropika, memberikan konsep pencegahan "cabe-cabean" dengan konsep "FARE" (Pare), nama sayuran berasa pahit yang dipelesetkan .

"Karena cabe cabean rasanya pedas, maka untuk mencegahnya harus memakan yang rasanya pahit, untuk itu untuk mencegah cabe-cabean kita perlu Fare (Pare).  Yaitu, Family, Activities, Religius dan Education." demikian kata si muka Uber (ujung Berung)  julukan yang diberikan Dany Chandra. Fitri pun mennguraikan bahwa untuk mencegah  anak-anak terjerumus dalam dunia cabe-cabean, maka perlu peran Keluarga, Aktivitas positif, fondasi religius atau agama dan pendidikan (education)"

Fenomena cabe-cabean yang akhir-akhir ini marak, sebagai gaya sex bebas anak-anak ABC (SD, SMP dan SMA) perempuan, cukup meresahkan berbagai kalangan. Cabe Cabean yang diindikasikan dengan cewek-cewek yang bergerombol naik motor, bertiga dengan dandanan mengundang "BT" (birahi tinggi), "berbehel", nongkrong di Fly Over dan siap melayani sex bagi cowok  pemenang trak trekan motor ini, pada umumnya dari keluarga broken home.

[caption id="attachment_314965" align="aligncenter" width="300" caption="TANGGUNG JAWAB KITA BERSAMA "][/caption]

Fenomena "coba-coba sex"  disoroti oleh Jarwo Kuat sebagai fenomena yang telah ada sejak tahun delapan puluhan, yang waktu itu disebut "perek', perempuan ekperimen. Jadi itu fenomena yang telah ada cuma berganti nama.  Sementara itu, dalam catatan penulis, selain  "perek"  ditahun 80 an, ada juga "Ciblek" , cilik-cilik betah melek (untuk menggambarkan pergaulan malam)  yang muncul di pertengahan 90-an. Hanya memang, untuk Perek dan Ciblet melibatkan "cewek-cewek" ABG dari tingkatan SMA, sedang pada fenomena "cabe-Cabean" aktivitas sex bebas itu sudah melibatkan anak-anak SMP bahkan SD. Inilah barangkali yang perlu lebih disadari oleh semua pihak.

Disamping itu, pada fenomena Perek dan Ciblek lebih terspesifik "dimanfaatlan" oleh para petualang hidung belang (Om Om Senang)  sedang pada fenomena "cabe-cabean" justru aktivitas sex bebasnya mendapat support dari teman sepermainannya yang cowok yang disebut sebagai terong-terongan. Oleh karenanya berkumpunya ABG-ABG cowok  dan cewek dengan segala atributnya, tidak lagi bisa dipandanf sebagai "clubing' biasa, tetapi harus pula diwaspadai terkait dengan aktivitas sex bebas yang berhubungan dengan fenomena "cabe-cabean" dan "terong-terongan".

Sejalan dengan usulan Fitri Tropika, FARE, terutama terkait dengan Education, pendidikan, maraknya aktivitas sex anak-anak ABG, maka memerlukan pengelolan kelas konsep baru sejak pendidikan SD. Aktivitas sex semakin "mendini' ini terntu saja adalah konsekuensi dari perbaikan gisi yang ada, yang "difasilitasi' oleh berbagai stimulus  kepuberan (sexual)  dari berbagai sumber. Oleh karenanya adalah wajar, jika dunia Pendidikan juga perlu membaharui konsep-konsep pengelolaan kelas sesuai tuntutan realitas peserta didik yang ada.

Pada ranah penanaman nilai-nilai agama, maka pemahaman batas-batas aurot, konsep mahrom dan bukan mahrom, konsep hijab termasuk masalah thoharohnya,  sudah harus diberikan lebih dini, sebelum anak-anak mencapai usia puber rata-rata pada generasi sekarang. Demikian juga dalam keluarga, jangan sampai karena melihat anak-anak masih kecil, kita terlambat memberikan pembinaan dan pembudayaan pergaulan yang benar dan aman, sehingga anak-anak kita tidak terjerumus pada fenomena cabe-cabean dan terong-terongan.

Semoga.

Darwono, Relawan sosial Pengembangan masyarakat, pendidik dan Caleg DPR RI dari PBB Dapil jakarta Timur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun