Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik

Arcandra Seharusnya Sadar Posisi

9 September 2016   06:08 Diperbarui: 9 September 2016   06:52 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika dibuka lowongan menjadi guru di negara tetangga dengan gaji menggiurkan banyak guru mendaftar hingga bisa menjadi guru disana. Ada sebagian yang sudah berproses namun dihentikan keluarganya, dengan alasan tidak nasionalis,  sehinggs tidak meneruskan proses seleksi. Sebagian diantara mereka yang seleksi  diterima, ada yang kemudian berganti kewarganegaraan, karena itu dia  kemudian sadar dan merasa malu dengan hilangnya nasionalisme, persis sesuai dengan alasan keluarga yang melarang kawan menjadi guru di negara tetangga sehingga menghentikan prosesnya.

Ada kejujuran sikap yang diperlihatkan dari rekan guru yang bekerja dan menjadi warga negara tempatnya,mengajar. Pergolakan batin penulis yakin terjadi juga saat Arcandra memutuskan mendapat kewarganegaraan USA dan kemudian saat ditawari menjadi menteri. Dengan kecerdasan dan tingkat pendidikan puncak, adalah sangat naif jika Arcandra tidak memahami konsekuensi menerima kewarganegaraan lain. Dan semakin bertambah naif ketika dirinya menerima tawaran untuk nenjadi menteri pada reshufle tahap dua, yang sudah seharusnya sebagai intelektual Arcandra melangkah dengan penuh integritas dan kejujuran akan posisi dirinya.

Sungguh sangat sangat naif, jika Arcandra  menerima itu semua tanpa melihat aturan main (Undang-Undang) yang berlaku atau bahkan sebuah penghancuran pada integritas intelektuai  jika dirinya tahu tetapi berani menghiraukannya dan menerima tawaran itu. Sangat boleh jadi ada jaminan dari oknum yang merekrutnya, tetkait dengan status kewarganegaraannya. Sudah barang tentu skenario alternatif jika status kewarganegaraannya terbongkar juga dipersiapkan oleh oknum yang merekrutnya, artinya persekongkolan yang disadari telah dilakukan bersama antara Achandra dan oknum perekrutnya. 

Dari berbagai publikasi, kita mengetahui, Arcandra adalah doktor cerdas dengan betbagai prestasinya, layakkah, dalam kasus ini ia  bersikap sebagai kerbau yang dicocok hidungnya hanya harena melihat hamparan karpet hijau ? Kita melihat sikap seperti itu termasuk ketika posisi kewarganegaraannya terbongkar dan posisinya sebagai menteri dicopot, sepertinya Arcandrakembali seperti dicocok hidung mengukuti Naturalusasi Khusus, yang diupayakan pihak tertentu, dengan upaya agar bisa kembali menempati posisi mentri ?

Fakta membuktikan bagwa bangsa ini nenjadi terbelah dengan kasus Arcandra yang seharusnya disadari oleh dirinya  sebagai akhibat pelanggarannya ? Penulis katakan sebagai pelanggaran Arcandra karena faktanya dia menerima tawaran yang semestinya ditolak untuk menegakkan intrgritas dirinya. Pertanyannya adalah akankah Arcandra membiarkan bangsa ini terbelah jika dia menjadi menteri pasca naturalusasi kini ?

Mencintai Indonesia tentu saja diwujudkan dengan sikap wiroi (perwira), sikap berkorban demi keutuhan bangsa Indonesia. Dan sudah barang tentu untuk mengabdi dan berkonstribusi untuk Indonesia tidak harus ada diposisi mentri.  Bangsa Indonesia akan bisa menilai apakah Arcandra hadir di sini hanya karena posisi menteri atau untuk mengabdi bagi pertiwi pada pilihannya nanti. Menerima posisi mentri pasca naturalisasi yang berarti dirinya meneguhkan dirinya diperlakukan sebagai kerbau yang tidak memiliki integritas, atau menolak sebagai nentri dan tetap berkarya untuk Indonesia pada posisi apapun sebagai bukti dirinya sebagai intelektual cerdas yang memiliki integritas serta bukti pengabdiannya bagi ibu pertiwi. Semua itu kembali pada  sadar posisi Al Chandra sendiri, tanpa sadar posisi, tak akan pernah ada sadar mengabdi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun