Jujur saja, bagian yang paling menyentuh rasa keberagamaan (religiusitas) saya dari serangkaian debat pilpres 2019 yang kedua adalah bagian Closing Statement, ketika Jokowi menyampaikan pernyataan penutupnya. Hati saya bergetar, ketika dengan penuh penghayatan, dengan suara bergetar pula, Jokowi menyatakan, "Saya tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah SWT".Â
Memang, ungkapan itu tidak diartikulasikan dengan kalimat takbir atau sejenis, tetapi religiusitas saya bergetar, karena saya saya memahami, itu adalah "laa yahsyaa illa Allah", sebuah karakteristik dari para mujahid militan (Mujahid cleleng), utamanya para mujahid yang telah memerdekakan Indonesia, dengan berani menghadai dominasi imperalis.Â
Rasa itu sama seperti yang penulis alami ketika Jokowi berpidato di hadapan para utusan dalam rangkan memperingati Konferensi Asia Afrika, beberapa saat pasca Jokowi mendapat amanah menjadi Presiden Republik Indonesia. Waktu itu Jokowi dengan lantang dan penuh keyakinan mengkritik tata dunia yang ada, yang menguntingkan sebagian kecil negara-negara dominator. Jokowi mengumandangkan spirit membangun tata dunia baru yang terlepas dari dominasi.
Keberanian Jokowi yang baru beberapa waktu menjadi Presiden RI itu, penulis nilai karena Jokowi tidak memiliki keberanian di tengah super power tunggal Amerika Serikat. Pada waktu itu penulis menilai karena Jokowi memiliki jalan hidup "sak Madya", hidupnya sederhana. Ternyata, sekitar satu bulan lalu, Gus Mus, dalam ceramahnya di Rawamangun menyatakan bahwa orang-orang yang bisa istiqomah adalah orang-orang yang hidup sederhana (urip Sak Madya)  hal ini dapat dilihat di channel Youtube penulis. Bahkan menurut Gus Mus, dapat Istiqomah ini adalah salah satu syarat dari dua syarat untuk menjadi Waliyullah, satu syarat lainnya adalah beriman. Inilah mengapa pernyataan pada closing statement Jokowi penulis rasa sebagai hal yang paling menggetarkan penulis.Â
Terkait dengan keunggulan Jokowi pada debat kedua itu, sangat relevan dengan prediksi penulis yang penulis sampaikan melalui Facebook maupun Youtube. Penulis memprediksikan keunggalan 80 % : 20 % (4 : 1) bagi Jokowi, Dan hasilnya rata-rata menilai Jokowi unggul 5 : 1 . Tiga hal mengapa Jokowi penulis prediksikan unggul adalah pertama, tema debat adalah bidang keahlian Jokowi secara akademik, di mana Jokowi dapat; lulus dengan cepat di UGM. Kedua, Jokowi memiliki pengalaman di bidang tersebut dalam karier profesionalnya (ingat Jokowi kerja di Aceh) dan karier politiknya sebagai presiden dan ketiga adalah komitmen Jokowi sendiri yang sangat menjunjung tinggi amanah Pasal 33 UUD 1945, terbukti dengan kerja keras beliau dalam upaya agar negara menguasai sumber-sumber yang menguasai hajat orang banyak.Â
Terkait dengan impor beras, jawaban Jokowi sangat sejalan dengan tulisan penulis pada Kompasiana, tanggal 15 Januari 2018 dengan judul "Memahami Berpikir Antisipatif Pemerintah dalam Impor Beras" Â yang menyatakan "Apapun bisa terjadi, gagal panen bis saja tidak terlihat gejalanya hingga semalam sebelum panen (kisah dalam Al Qur'an). Berpikir positif antisipatif terkait impor beras barangkali menjadi kita paham. Berpikir waton suloyo dengan berpikir linier tentu akan sulit memahami cara berpikir antisipatif. Berpikir dengan logika linier, jika ... Maka..., Akan membawa kesimpulan jika panen raya maka tidak perlu impor beras, Jika inport beras Maka salah"
Artinya jika Prabowo mampu berpikir kreatif, bukan sekadar mampu berfikir linier, maka sesungguhnya pertanyaan mengapa inpor beras tidak perlu diajukan. Hal ini mengesankan bahwa Kubu Prabowo, tidak memahami situasi, di mana bangsa kita banyak terkena musibah sejak akhir tahun 2017. Pola berpikir Childhood, "pokoknya janji tidak akan impor ya jangan impor", mengapa penulis katakan Childhoos, karena itu sepola dengan pernyataan anak-anak kita "pokonya, kata buguru begitu...".Â
Sedangkan terkait dengan pernyataan Jokowi tentak tanah penguasaan tanah Prabowo, penulis menilai hal itu  hanyalah dalam rangka memberikan pembanding. Bahwa Jokowi memberikan sertifikat itu kepada rakyat kecil, bukan kepada pemilik atau penguasa tanah yang sangat besar atau konglemerat, sedang Prabowo adalah contoh konkret yang menguasai lahan dengan luas hingga ratusan ribu hektar, Prabowo adalah objek riil yang ada di dekat Jokowi saat menyampaikan hal itu.Â
Menurut hemat penulis, pelaporan ucapan Jokowi oleh tim kampanye Prabowo dengan alasan itu menyerang pribadi (aib ?) justru meneguhkan bahwa Prabowo punya aib karena menguasai tanah seluas itu, sebab pada kenyataannya Prabowo mengakuinya. Jadi bagi penulis makin aneh, orang punya aib kok didukung dan dibela. Wallahu a'lam.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI