Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setnov oh Setnov

4 Oktober 2017   14:35 Diperbarui: 4 Oktober 2017   14:47 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada tiga hal penting yang terjadi pada tanggal 29 September 2017, unjuk rasa terkait dengan bangkitnya PKI dan terkait dengan Perpu Ormas dan putusan sidang praperadilan yang diminta oleh pihak Setya Novanto (Setnov) terkait dengan ditetapkannya Setnov sebagai tersangka kasus kaorupsi E-KTP. 

Dua yang pertama terjadi di Gedung MPR/DPR  Senayan dan yang ke tiga terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Entah ada hubungan apa tidak, massa yang biasanya mengkritisi stiap hal,  hari itu nampaknya hari itu terkonsentrasi ke Senayan, dan hari itu juga tidak seperti biasanya Senayan seakan "welcome" dengan masa demo, yang diterima (Jika tidak Salah) oleh Fadldi Dzon, yang kalau tidak salah juga sahabat Setnov. Apa yang terjadii di Pengadilan Jakarta Selatan nyaris tanpa "pengawalan berarti", dan Setnov melenggang lolos,  entah ada kaitanan apa tidak. 

Dengan alat bukti seabrek, yang difoto dan dipublikasikan melalui sosial media, banyak pihak, termasuk penulis, mengharapakan bahwa kasus Setnov terkait dengan E-Ktp akan berlanjut ke tahapan berikutnya, syah sebagai tersangka, kemudian menjadi terdakwa dan pada ahirnya menjadi terpidana sehingga tidak ada kesan bahwa ada pihak yang tidak tersentuh hukum, dalam sebuah meme di sosmed digambarkan sebagai "Untouchable". Namun hasil keputusan hakim tunggal Chepy  Iskandar di luar dugaan mayoritas pemerhati kasus korupsi. dengan entengnya hakim memenangkan praperadilan di pihak Setniv.  Dikabulkannya permohonan Setnov nampakanya sesuai dengan perkiraan ICW (Indonesian Corruption Wach) yang telah mensinyalir kejanggalan kejanggalan sidang preperadilan kaus Setnov.

Sejauh penelusuran penulis, ternyata  ICW mencatat ada 6 (enam) kejanggalan proses yang dilakukan oleh hakim. Kejanggalan-kejanggalan tersebut adalah: pertama, Hakim menolak memutar rekaman bukti keterlibatan Setnov dalam korupsi KTP-El; ke dua, hakim menunda mendengar keterangan ahli dari KPK;ke tiga, menolak eksepsi KPK; ke empat, mengabaikan permohonan Intervensi dengan alasan gugatan tersebut belum terdaftar di dalam sistem informasi pencatatan perkara; ke lina, bertanya kepada Ahli KPK tentang sifat adhoc lembaga KPK yang tidak ada kaitannya dengan pokok perkara praperadilan; dan yang ke enam Laporan kinerja KPK yang berasal dari Pansus dijadikan bukti Praperadilan.

Menanggapi putusan hakim tunggal praperadilan SN, Peneliti Anti Corruption Committee (ACC), Wiwin Suwandi, menyatakan pertimbangan Hakim Tunggal Cepi Iskandar dalam putusan praperadilan Setya Novanto sebagai keputusan yang cacat hukum. Wiwin menyatakan hakim dalam pertimbangannya menilai alat bukti penetapan Novanto sebagai tersangka diambil dari pengembangan kasus Irman dan Sugiharto. "Pertama, hakim lupa bahwa kasus Irman dan Sugiharto serta Setya Novanto merupakan satu kesatuan perkara korupsi KTP-e sehingga memiliki benang merah atau keterkaitan satu sama lain," Menurut Penelitu ACC itu, penggunaan alat bukti terkait Setya Novanto terhadap tersangka lain dalam satu perkara yang sama adalah hal yang lazim. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa :  "Yang bermasalah adalah jika alat bukti tersebut diambil dari kasus lain yang tidak memiliki benang merah dalam kasus aquo," 

Sementara itu, tanggapan terkait putusan praperadilan Setnov juga disampaikan oleh Beno Novit,  direktur Tangerang Public Transparancy Watch (Truth). Menurut Bona, Pasal 46 KUHAP menyebutkan alat bukti pada perkara yang sudah inkrah itu boleh digunakan sepanjang masih diperlukan untuk perkara kasus lain. Maka itu, Selanjutnya a menyatakan, "Ini akal-akalan aspek legal formil karena dibuat dengan asumsi dan tidak berdasarkan pada aturan hukum," . Lebih jauh Beno mengingatkan, putusan Hakim tunggal Cepi Iskandar akan mengacaukan sistem penegakan hukum di Indonesia. Dia mencontoh seorang tersangka kepolisian maupun kejaksaan nanti dapat lolos melalui praperadilan apabila menggunakan pola seperti Setniv. 

Melihat Indikasi,  hasil eksekusi hakim dan implikasi keputusan praperadikan Setnov yang demikian penulis menilai ada dua hal terkait lolosnya Setnov , pertama, sebagai  masalah yang serius dalam penegakkan hukum utananya terkait dengan pemberantasan korupsi. Ke dua, penulis melihat bahwa lolosnya Setnof telah disekenariokan (disetting)  dan nampaknya Hakim Cepy Iskandar hanyalah aktor tunggal yang muncul dilayar, yang sudah barang tentu ada sekelompok Crew yang menggarap settingan tersebut. 

Jika kita sepakat bahwa ini adalah masalah serius sebagai  bagian dari mempermainkan lembaga hukum, maka menurut hemat penulis, sangat perlu ditelisik secara tuntas siapa siapa yang terlibat dalam menskenariokan proses praperadilan Setnov. 

Ke dua, tanggapan tanggapan dari pihak pihak tertentu yang cenderung mendukung, sepakat bahkan nampak senang Setnov lolos pasca keputusan itu ditetapkan,  bisa saja dijadikan pintu masuk untuk menelusuri oknum oknum tertentu akan keterlibatannya dalam meloloskan Setnov. Kita menyadari bahwa jika Setnov berhasil dikerangkeng, penulis memprediksikan Setnov tidak menginginkan dirinya dikerangkeng sendirian. Puluhan bahkan ratusan oknum-oknum penikmat uang korupsi E-KTP lebih dari 2 Triliun itu, boleh jadi akan menjadi teman diskusi Setnov di hotel prodeo. 

Kita wait and see episode berikutnya, karena selain hakim praperadilan itu konon akan dimasalahkan, menurut beberapa ahli yang berpendapat di media massa maupun sosial media, sangat mungkin Setnov diseret kembali. Tentu saja dengan pemeriksaan terhadap Setnov yang lebih intensif, mengingat Setnov sudah tidak di Rumah sakit Lagi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun