Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Idul Adha: Peningkatan Spiritual Melalui Pendidikan

30 Agustus 2017   06:30 Diperbarui: 30 Agustus 2017   11:33 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tafsir Surat Al-An'am Ayat 76, 77, 78, 79, 80

Haji dan Idul Adha, tidak lepas dari apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar dan putranda Ismail AS. Menggali kisah nabi Ibrahim AS kita akan dihadapkan dengan bagaimana cara Ibrahim AS dalam mencari tuhan maupun tuntutannya kepada Tuhan terkait bukti empirik bagaimana hari berbangkit yang dijawab dengan "Eksperimen 4 merpati yang dicincang dan ditempatkan ke 4 gunung" jelas kita dapat memahaminya sebagai bagian dari mencari kebenaran empirik atas berbagai fenomena alam melalui kemampuan indera kita.

Pesan utama dari kisah itu, terkait dengan proses pendakian keyakinan dari "ainul yakin", meyakini kebenaran karena melihat bukti nyata dengan melihat/mengamati secara empirik dengan penglihatan/mata kepala sendiri atas fenomena yang terjadi menuju kebenaran hakiki, keyakinan hakiki yang spirutualis. Hal ini memang sangat nyata pada kisah nabi Ibrahim AS.

Pesan inilah yang semestinya dapat diambil dalam pembelajaran aktivitas pendidikan kita dalam pembelajaran guru , yakni menumbuhkan karakter spiritual, keimanan kepada tuhan yang maha esa dengan pemaknaan yang perlu ditekankan, pendidikan dan pembelajaran Sehingga pembelajaran disamping menumbuhks. Kemampuan pengetahuan empirik svience itu sendiri (kognisi) juga mampu membangun kemampuan afektif, hingga tumbuh karakter keumanan kepada Tuhan yang maha Esa. Proses ini dapat kita peroleh gambarannya melalui firman Allah SWT dalam QS. Ali Imron 190-191.

Sebagai bangsa yang beppancasila pendidikan Indonesia sudah seharusnya dapat membangun generasi yang disebut Ulul albab, yang mampu memahami " kemanfaatan Indonesia dengan keanekaragamannya, diversitasnya, disamping itu juga menumbuhkan sikap spiritual yang dicerminkab dengan rasa takut berbuat dosa karena sangat yakin bahwa siksa neraka itu pedih. Semakin tinggi pendidikan kita sudah seharusnya semakin terdidik (educated) dengan nilai-nilai kognisinya amaupun afektif/karakternya.

Adanya out come pendidikan kita yang tak jujur, korup, dzalim, dll bahkan adanya ratusan doktor dan profesor yang seharusnya memiliki integritas intelektual dan spiritual tinggi terseret tindak pidana korupsi adalah indikasi bahwa pendidikan kita belum sampai menumbuhkan komitmen spiritual yang seharusnya.

Hal inilah mestinya yang juga harus dipikirkan oleh mendikbud RI dan kemendikti sebagai nahkoda pendidikan RI. Sayangnya justru nampaknya berkebalikan dengan itu, copy paste sistem pendidikan negara sekuler, tanpa memperhatikan budaya pendidikan bangsa yang telah terjaga. FDS adalah contoh konkritnya.

Penulis menilai adanya kontroversi tentang Full day School (FDS) mengindikasikan bahwa Mendikbud melupakam begitu saja budaya pendidikan Indonesia, dimana surau, TPA, dll yang biasa dilaksakan sore hari mengambil bagian dari sistem pendidikan kita selama ini. Hal itu sangat dipetlukan sebagai suplemen pendidikan agama khususnya Islam, mengingat pendidikan agama di sekolah formal sangat minim, dimana faktanya untuk bisa baca al Quran dengan tajwid dan mahroj yang benar saja tidak tercapai. Penulis tidak dapat membayangkan bagaimana geneeasi muda muslim nantinya jika tanpa menambah pendidikan agananya di diniyah, surau, langgar. Jangan disamakan dengan kegiatan agama di negara barat . Apa kita cukup dengan Madrasah Sabtu atau Madrasah Ahad ?

Kita seharusnya sangat berterima kasih dengan para ustadz, kyai, yang secara tulus terus menyuluh bangsa Indonesia melalui penyelenggarann pendidikan informal dalam bidang keagamaan, sebab dengan cara demikian spirit berketuhanan Yang Maha Esa sebagai salah satu falsafah dan way of life bangsa tetap terjaga. Nilai idealisme sebagai bangsa Indonesia tidak boleh tidak terkait dengan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa secara hakiki, haqqo tuqootih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun