Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Prakarya ke Wirausaha Siswa

20 Agustus 2017   17:21 Diperbarui: 21 Agustus 2017   09:48 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai salah satu pilar pendidikan dari empat pilar pendudikan yang Unesco tetapkan, Learning to know, Learning to do, Learning to be learning to live together, learning to do memiliki muara terampil melakukan sesuatu, dalam artian memiliki keterampilan untuk hidup atau sebagai bekal melanjutkan pendudikan pada level yang lebih tinggi.

Untuk itu dalan aplikasu di kelas perlu dilakujan Jenis pembelajaran yang mengembangkan aspek keteranpilan (psikomotor). Keterampilan laboratorik untuk bidang ipa, keterampulan melakukan gerakan olah raga atau tari, keterampilan dalan akuntansi, membuat tulisan atau berbicara dengan benar dan santun, adalah contoh pembelajaran yang bertujuan memperkokoh pilar "Learning to do".

Pada level pendidikan awal, keterampilan untuk menghasilka produk tertentu, tentu harus diorirntasikan pada upaya mempersiapkan peserta didik untuk menghasilkan karya tertentu. Upaya mempersiapkan untuk berkarya ini lazimnya disebut prakarya (pra, sebelum; karya, hasil). Sudah segarusnya dengan bertambahnya waktu, harus mampu mengubah status " pra" menhadi "in", yakni berkarya yang sesungguhnya, yang dapat dinanfaatkan untuk menghadapi hidup.

Memperhatikan realitas di Indonesia bahwa lazimnya peserta didik bekerja dan lulys sebafau pribadi dewas yang mestinya sudah mandiri mayoritas pasca SLTA, maka pendidikan SLTA harus mebekankan pebgembangan kemampuan siswa untuk menghadapi hidup sebagai induvudu dewasa yang mandiri, dengan kesiapan berkarya sesuai potensi dan peluang yang ada, kemampuan seperti ini terutama dikembangkan melalui kewirausahaan artinya pada tingkat SLTA prakarya sudah harus menjadi kewirausahaan yang faktual adanya.

Oleh karena itu dalam kurikulum bukan lagi sebafai mata pelajaran prakarya namun mutlak kewiraysahaan. Dengan demikuan sudah semestinya kurikulum kewirausahaan SMA benar benar berpegang pada prinsip prinsip kewirausahaan, tidak dibatadi atau dirigidkan jenis produknya sebagaimana yang terjadi saat ini. Pemilihan jenis kewueaysahasn kerajinan, rekayasa, budi daya, pengolahan sudah semestinya tetap dilandasi oleh pertimbangan "peluang usaha" sesuai potensi lokal.

Dengan cara demikian peserta didik sudah dikondisikan dalam ekonomi biaya rendah, dimana hal ini dapat diupayakan diantaranya jika kita memahami potensi dan kebutuhan lokal sehingga memangkas biaya distribusi. Aoalagi jika kita mengingat bahwa faktanya Jalur distribusi itulah yang menjadi lahan subur bagi para spekulan memainkan aji mumpungnya, yang sering timbulkan masalah terkaut dengan ketersediaan atau tingginya tingkat harga yang harus ditanggung masyarakat konsumen.

Disamping untuk nrngupayakan ekonomi buaya rendah, pemahanan potebsi dan kebutuhan lokal diharapkan dapat ditangkap oleh lulusan prbdidikan kita untuk mebangjap peluang usaha di daerah masing mading yang pad ahirnya dapat mengurangi arus urbanisasi. Dengan pendidikan kewirausahaan yang demikian, seaain Learning to Know dan Learning to do dapat dicapai, Learning to be dan Learning to live together pun tercapai, belajar menjadi wirausahawan yang tangguh, yang dapat digunakan sebagai sarana hidup bersama (to live together) pada ahirnya. 

Penulis
Guru Kewirausahaan, Trainer Nasional Community Development (2000), Penyusun Analisa Usaha untuk TOT Pengelola BMT (1994) dan penerima Prigram City Success Fund (2010)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun