Semua komponen bangsa harus mau hidup prihatin untuk segera dapat membayar hutang negara dan ke,udian say good by kepada neolib !. Faktanya di Bawah kepemimpin Jokowi, Alhamdulillah 3 bulan , sejak Januari - Maret 2015, RI dapat membayar hutang 78 T lebih. Atau rata-rata Tiap bulan 26 T, Satu Tahun 312 T. Maka dalam 12 tahun 3384 T terbayar.
Insya Allah jika suasana kondusif, 10 tahun bisa lunas hutang kita. Mendidik bangsa hidup prihatin untuk kepala tegak dan berdaulat karena bebas hutang adalah tekad baik Jokowi yang dapat kami tangkap dari langkah-langkah kepemimpinannya, yang memang dipelintir oleh mereka yang ingin "menebar pesona". Kami melihat langkah ini merupakan cerminan dari prinsip hidup Jokowi, “Urip Mung Samadya”
Coba kita perhatikan petikan pidato Jokowi pada Pembukaan Peringatan 60 tahu Konferensi Asia Afrika : "Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF (Dana Moneter Internasional), dan ADB (Bank Pembangunan Asia) adalah pandangan usang yang perlu dibuang," tegas Jokowi dalam sambutannya di acara peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA), di Jakarta Convention Center, Rabu 22 April 2015.
Lebih Lanjut Jokowi nengungkapkan : "Kita mendesak reformasi arsitektur keuangan dunia, menghilangkan dominasi kelompok negara atas negara lain," katanya. Jokowi menilai tatanan ekonomi dunia seperti sekarang masih penuh ketidakadilan. Negara-negara kaya seakan punya posisi yang lebih superior dan menentukan perekonomian global.
Gambaran ketidak adilan disampaikan Presiden RI Ir. Joko Widodo dengan ungkapan : "Terpampang di hadapan kita, ada 20 negara kaya. Sementara 1,2 miliar jiwa tidak berdaya dalam kemiskinan. Dunia yang kita warisi saat ini sarat dengan ketidakadilan, kesenjangan," ucap Jokowi. Bahkan Presiden Jokowi mengkritik dengan keras ke lembaga-lembaga keuangan dunia. Jokowi bahkan menyebutkan lembaga semacam Bank Dunia, ADB, dan IMF harus dibubarkan.
Dalam sebuah esei berjudul “ Kuharap Dolar Menggelepar” yang dipublikasikan melalui Kompasiana, kami menulis sebagai-berikut : Adalah wajar jika kita meletakkan beban melambungnya dolar di atas pundak Jokowi . Hal ini karena paradigma kita dibangun atas dasar upaya mencari kesalahan Jokowi. Tetapi jika cakupan analisa kita melihat konteks yg luas, global, maka sesungguhnya kita berada di tepi jurang kolonialisme ultra modern melalui tata ekonomi neoliberalismenya. Dan Jokowi dengan ekonomi kerakyatannya adalah musuh utama mereka.
Sebenarnya gaya hidup kita yang sangat berpengaruh dalam menyret kita di tiang gantung keperkasaan dolar, atau meletakkan dolar pada nilai yang paling rendah di mata bangsa kita, menjadi sesuatu yang paling tidak berharga, itu dapat terjadi jika kita meletakkan seluruh aspek bangsa kita di atas segala aspek bangsa lain, tentu dengan upaya serius.”
Lembaga-lembaca keuangan Internasional saat ini merupakan icon-icon neolib. Mengharuskan lembaga-lembaga itu dibubarkan berarti membabad pilar-pilar Neoliberalisme, sebagai upaya untuk menegakkan keadilan tata ekonomi dunia. Pernyataan Jokowi pada pidato itu adalah peneguhan bahwa Jokowi adalah musuh bagi kolonialisme ultra modern.
Keberanian Jokowi dalam menghadapi icon-icon Neolib itu, juga tidak lepas darimprisip “Urip Mung Sak Madya”, bersedia hidup secukupnya dalam makna sederhana. Tanp prinsip itu, Jokowi akan jatuh menjadi “pengedar kartu kridet” untuk mendapat komisi menggiurkan dari lembaga-lembaga keuangan itu, sebagaimana pemimpin-pemimpin sebelumnya dengan menambah hutang.
Dengan uraian di atas, maka dapat ditarik pelajaran bahwa pada Konferensi Asia afrika Pertama di tahun 1955, dengan gagah berani mengobarkan semangat “kemerdekaan Fisik”, mendorong bangsa-bangsa Asia Afgrika untuk merdeka dari Penjajahan Konvensional, maka pada peringatan ke 60 KAA itu, Jokowi mendorong pada bangsa-bangs Asia Afrika, bahkan dunia, untuk melepaskan diri dari penjajahan ultra Modern berupa penguasaan ekonomi oleh segelintir Negara melalui lembaga-lembaga keuangan dunia.
Meski tidak dengan pidato yang menyala-nyala, akan tetapi esensi pidato Jokowi jika di;laksanakan benar-benar akan mengoyak jantung Neolib. Bagi bangsa Indonesia sendiri, semoga “didikan Jokowi untuk berani Hidup Prihatin”, Urip mung samadya, insya allah pada akhirnya akan dapaty membebaskan “belenggu penjajahan Ekonomi” itu sendiri. Namun demikian, sudah pasti akan dilawan oleh mereka yang terbiasa menikmati perselingkuhan dengan neolib, seperti juga bangas Indonesia harus berhadapan dengan serdadu-serdadu “Landa Ireng”, Belanda Hitam pada era penjajahan konvensional.
Tapi kami yakin, bangsa Indonesia adalah bangsa yang cerdas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H