Sejatinya tidak ada murid atau peserta didik yang bodoh. Justru fenomena yangmengemuka pada proses kegiatan mengajar adalah kemampuan daya tangkap murid yang berbeda-beda dalam menerima mata pelajaran dari guru.Kemampuan daya tangkap murid, ada yang lemah, sedang dan kuat. Bagimurid yang memiliki kemampuandaya tangkap lemah dan sedangmenjaditugas ekstra guruuntuk melakukan pengayaan dan remedial pada mata pelajarantertentu lebih intens lagi.
Akumulasi pandangan ini telah menginspirasi BupatiGowa, Ichsan Yasin Limpo, SH, MH untuk menerapkan program SKTB (Sistem Kelas Tuntas Berkelanjutan)yang secara resmidicanangkan pada 2Mei 2011 lalu, berlakumulai tingkat sekolah dasar hingga sekaloh lanjutan atas. Sebelum, gagasantersebut diterapkan, Ichsan Yasin Limpo lebih dahulu berdiskusi serta bertukar pikiran denganahli pendidikan dan tokoh pendidikan di daerah ini. Setelah itu, ada respon positif barulahmenghadirkanpara pakar atau guru besar pendidikandari berbagaiperguruan tinggiternama sepertiUniversitas Indoensia (Jakarta ) dan Universitas Gajah Mada (Jogyakarta) diKabupaten Gowa guna dimintai pendapatnya sekaligus mengkajisubtansi kelas tuntas berkelanjutan.
Bahkan,puluhanguru besar Universitas Negeri Makassar termasuk Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, Prof Dr. Halide, ikutterlibat dalamdiskusi dan pembahasan tentang ide kelas tuntas berkelanjutan tersebut. Malah, mereka mendukung program SKTBini diterapkan berlaku secara nasional. Halitu diungkapkan, Bupati Gowa, saat melakukan ekspose di ruang majelis guru besar UNM pada minggu pertama Februari 2012 lalu.
Rektor UNMProf Dr Arismunandar, M.Pd mengatakan,secara kelembagaan dan kepakaran, guru besar UNMsiap mengawal dan menyempurnakan programpembelejaran kelas tuntas berkelanjutan, yang kebetulan hanya berlaku diKabupaten Gowa, namunke depanprogramtersebut diharapkan supaya berlaku secara nasional.Meski begitu, lanjut Sekretaris Dewan Pendidikan Sulsel ini, program SKTB patut mendapat apresiasidan dukungan semua pihak terutamaunsur pemerintah dan masyarakat termasuk penyelenggara pendidikan selakustakeholder. Dalam waktu bersamaan, perbaikanmanajemen, tenaga pendidikan dan fasilitas pembelajaran terus dibenahi secaraserius jikaprogram SKTBdapat diharapkan menjadi model percontohan di tanahair ini.
Munculnya programSKTB,menurut Ichsan Yasin Limpo, diawali dengan hak dasar anak didik dari semua lapisan untukmendapatkanpendidikan secara gratis. Hak pendidikan ini telah diatur secara jelas dalamUndang-undang Dasar (UUD)dan pemerintah wajib menjalankan amanat konstitusi tersebut. Karena itu, programyang ditawarkan ini, sebetulnya sudah lama dikenal di negara lain, bahkantakadalagi istilah tinggal kelas di negara-negara maju itu. Namun, upaya yang dilakukanuntuk program ini harus dengan pendekatan kualitas guru dana anak didikmelaluipemanfaatan maksimal media pembelajaran yang ada di setiap satuan pendidikan.
Mewujudkan pelaksanaan SKTB yang efektif, Ichsan Yasin Limpo menyadari, tidak semudah membalik kedua telapak tangan, namun dibutuhkansebuah prosesdan kerja keraspara pendidik dan dukungan orang tua. Paling penting mine self(cara berpikir) guru harus diubah. Dalam paradigmabaru pendidikan nasional,guru dituntutlebihkreatif dan inovatif melahirkan gagasan-gagasansegar serta mengembangkan dan mengarahkan murid agar potensinya dapat tesalur. Kinibukan lagi saatnya guru harus bersifatmasa bodoh danasal mengajar . Makanya, jika muridmemenuhi kehadiran di atas 85 persen, tak ada alasan murid bodoh apalagi tinggal kelas. Kalau sampai terjadi ada murid tinggal kelas, katanya,berarti guru bersangkutan yang bodoh dan tidak profesional mengajar.
Kendati baru setahun lebih pelaksanaanSKTB, tampaknya terlalu dini untukdievaluasi apakah program tersebut berhasil atau tidak. Namun, realitasmenunjukkandi lapangan, puluhan sekolah dasar, SMP dan SMA dikunjungpenulis dalam wilayah Kabupaten Gowa pada akhir Juni 2012ini, tak ada satu punmurid yang tinggal kelas. Dibandingkan, sebelumberlaku program SKTB, setiapsekolah selalu saja ada murid yang tidak naik kelas dengan berbagai alasan, sepertimalas ke sekolah dan belajar serta putus sekolah karena problem keluarga.
Karena program SKTB berjalan bersamaan dengan program pendidikan gratis sejak lima tahun silam, maka di Kabupaten Gowa tak lagi mengenal istilah tinggal kelas, bahkantak ada lagi anak usia sekolah yang tidak mengenyam pendidikan karena faktor kesulitan biaya pendidikan, Sebab, Pemkab Gowa telahmenggratiskan atau membebaskan biaya pendidikan kepada murid yang ada disekolah baik negeri maupun swasta dalam wilayah Kabupaten Gowa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H