Ketika masih bersekolah, kita melihat guru adalah seorang sosok yang memiliki derajat dan wibawa yang tinggi. Bahkan orangtua kita harus memanggilnya dengan sebutan guru / bapak / ibu. Apapun yang dibilang seorang guru adalah bersifat mutlak dan kita yakini kebenarannya. Ucapan orangtua kadang kalah dibandingkan ucapan seorang guru.
Guru adalah profesi mulia yang mengajarkan pengetahuan kepada anak-anak muridnya, serta cara menjadi manusia yang baik, benar, dan berwawasan. Totalitas seorang guru dalam berbagi pengetahuan patut diacungi jempol, tidak ada pengetahuan yang disembunyikan.
Setelah kita menyelesaikan studi SMA/SMK, kita memasuki universitas. Pengajar yang kita jumpai adalah dosen. Dosen berbeda dengan guru, dosen bertugas berbagi ilmu tetapi tidak mendekatkan diri secara intens ke mahasiswa layaknya guru ke murid. Guru melakukan peneguran kepada siswa dan memperhatikan perkembangan murid secara terus-menerus. Sementara dosen sebaliknya, dosen hanya bertugas berbagi ilmunya, mahasiswa mau belajar atau tidak bukanlah menjadi perhatian seorang dosen (walaupun tidak sepenuhnya).
Akan tetapi cara pandang kita terhadap dosen dibandingkan guru pasti berbeda. Penulis yakin pernah terbersit dalam pikiran Anda bahwasanya dosen lebih berwibawa dibandingkan seorang guru. Wah pemikiran berubah lagi?
Setelah menyelesaikan kuliah, kita memasuki dunia masyarakat dan profesional. Katakanlah Anda menjadi manajer dan Anda telah berkeluarga. Anda menyekolahkan anak Anda ke sekolah tempat Anda menuntut ilmu sebelumnya. Anda pun bertemu dengan guru Anda kembali, mungkin ada sebagian orang merasa derajat Anda dengan guru sudah berbeda. Anda lebih banyak uang, dan lebih tinggi pangkatnya dibandingkan seorang guru.
Sebenarnya guru adalah sosok pertama yang membuat kita bisa hidup sampai hari ini di dunia masyarakat. Guru yang pertama kali membuka pintu kehidupan Anda. Tanpa perhatian guru, tidak ada kita yang telah menjadi orang yang kritis, kredibel, dan mapan. Kita perlu merenungkan kembali, tidak ada kita jika tidak ada orang lain, tidak ada posisi yang bisa kita gapai jika tidak ada peran seorang guru.
Jangan mengganggap kontribusi guru itu sedikit. Penulis pernah menjadi seorang guru, Penulis telah merasakan sulitnya menjadi guru. Guru terkadang harus mendengar komplainan orangtua yang tidak puas dengan didikannya walaupun terkadang realitanya murid yang tidak serius belajar. Apapun kondisinya, guru terus mengalah demi masa depan anak muridnya.
Empat hari lagi kita memperingati hari guru, kita renungkan kembali jasa seorang guru. Hargai profesi guru, karena keturunan kita pasti akan berjumpa dengan guru yang dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Hidup Guru.
Trust - Do - Feel - Learn
By: Darwin, S.Kom., M.Kom., CPS, CRSP, CH, BKP