[caption id="" align="aligncenter" width="668" caption="Kegiatan Pertambangan, Sumber: jakartacity.olx.co.id"][/caption]
“Menjelang tahun 2000an industri tambang mineral dalam negeri digegerkan oleh sebuah tragedi kerusakan lingkungan hidup parah yang pernah terjadi di Indonesia. Kerusakan lingkungan hidup di Teluk Buyat mengakibatkan rusaknya ekosistem laut yang ada disana dan menyebabkan hampir seluruh mata pencaharian setempat yang berhubungan dengan laut serta kesehatan warganya menjadi terganggu”.
Diakui atau tidak, dunia pertambangan di Indonesia terus dibayangi stigma buruk. Tambang adalah kegiatan perusakan lingkungan massal karena merusak hutan, mengganggu keseimbangan lingkungan serta dapat menghasilkan limbah berbahaya. Meski tidak seluruhnya, setidaknya seperti inilah beberapa anggapan umum masyarakat mengenai tambang. Anggapan mengenai tambang ini seolah diperkuat oleh terungkapnya kasus kerusakan lingkungan sebagaimana telah saya sebutkan dimuka. Teluk buyat yang merupakan salah satu daerah di Minahasa, Sulawesi Utara ini harus menghadapi persoalan pelik mengenai kemerosotan kualitas lingkungan hidup yang diduga karena kegiatan pertambangan. Beberapa tahun silam ketika kasus pencemaran di Teluk Buyat mencuat ke publik, PT Newmont Minahasa Raya yang saat itu mengelola tambang di Minahasa-pun menjadi bulan-bulanan tuduhan penyebab utama kerusakan lingkungan di teluk tersebut. Perusahaaan yang telah mengelola tambang sejak Juli 1995 ini dianggap menjadi dalang rusaknya lingkungan, walau kasus inipun sampai ke pengadilan namun pengadilan ternyata tidak dapat membuktikan bila PT Newmont Minahasa Raya bersalah terhadap tindak pidana pencemaran lingkungan yang dituduhkan. Pasalnya PT Newmont Minahasa Raya bukanlah penyebab kerusakan ekosistem di Teluk Buyat karena perusahaan tambang ini sebenarnya memiliki pengelolaan limbah yang baik, penyebabnya tidak lain adalah kegiatan penambang ilegal oleh beberapa golongan masyarakat disekitar wilayah itu yang membuang limbahnya ke teluk tersebut. Namun, berita mengenai pencemaran di Teluk Buyat terlanjur ter-blow up ke publik. Publik tetap menilai bahwa PT Newmont Minahasa Raya lah yang menjadi dalang pencemaran lingkungan dan mengenyampingkan fakta persidangan dan putusan pengadilan yang telah ada, beberapa berita-berita dan artikel yang tersebar di internet-pun menunjukkan demikian. Hampir tidak ada artikel yang menyalahkan kegiatan pertambangan liar. Seperti yang terpampang pada gambar dibawah ini. [caption id="attachment_302827" align="aligncenter" width="448" caption="Artikel Berita Kasus Pencemaran Teluk Buyat"][/caption] Pemerintah sendiri jelas melarang seluruh kegiatan penambang liar atau pertambangan yang tidak memiliki izin, karena hal ini akan sangat sulit untuk diawasi pengolahannya, karena dapat berbahaya bagi lingkungan. Tuduhan yang berbau fitnah terhadap PT Newmont Minahasa Raya ini sebenarnya merupakan cerminan ketidaksukaan masyarakat terhadap kegiatan pertambangan, sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia tambangpun di citrakan buruk, semakin besar kegiatan pertambangan maka semakin besar pula ia dianggap buruk. Kenyataaan ini tentu tidak baik, karena hanya akan merusak citra dunia pertambangan dan perusahaan-perusahaan tambang besar dibelakangnya yang sebenarnya memiliki pengolahan tambang atau limbah yang tidaklah buruk serta kegiatan pertambangannya berkontribusi besar terhadap negara. Penulis mencontohkan pada pertengahan 2013 yang lalu, warga Desa Paseban, Kecamatan Kencong, Jember memblokade area tambang yang rencananya akan dieksplorasi pasir besinya, blokade ini dilakukan karena warga sekitar khawatir kegiatan pertambangan ini dapat merusak ekosistem pantai di wilayah itu. Tidak hanya di Jember, berita sejenis juga datang dari Desa Wadonggo, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Kendari. Warga di desa ini memblokade jalan pertambangan hingga mengakibatkan puluhan truk pemuat nikel milik perusahaan terkait terpaksa berhenti beroperasi, Aksi blokade jalan ini dilakukan warga untuk menuntut kepada pihak perusahaan agar memberikan kompensasi kepada warga setelah sawah dan tambak ikan mereka dianggap tercemar polusi tambang. Perilaku blokade ini tentu tidak baik, karena keberadaan perusahaan tambang sendiri dapat meningkatkan ekonomi wilayah bersangkutan. Keterpurukan citra dunia pertambangan yang berawal dari merosotnya kualitas lingkungan hidup seyogyanya menjadi pekerjaan rumah perusahaan tambang dan pemerintah untuk memperkuat pengawasan dan regulasi yang ada dalam mengelola kawasan tambang sesuai dengan kaidah pengelolaan tambang yang berwawasan lingkungan. Dasar hukum pengelolaan tambang berwawasan lingkungan di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dimana dalam undang-undang tersebut setiap perusahaan wajib melakukan normalisasi atau dalam undang-undang ini disebut reklamasi yang berarti kegiatan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Tidak hanya dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas telah diatur bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan dewasa ini menjadi bagian yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan. Pasal 74 ayat (1) menyatakan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. [caption id="attachment_302569" align="aligncenter" width="455" caption="Rencana Reklamasi Lahan Tambang PT Newmont Nusa Tenggara"]
- Pemerintah dan Perusahaan Tambang sebaiknya bekerjasama dalam melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan pertambangan, dalam hal ini pemerintah dapat melibatkan aparat keamanan sipil pemerintah dan aparat keamanan swasta perusahaan tambang terkait.
- Pemerintah dapat memperkuat regulasi sehingga setiap tindakan pemerintah memiliki dasar hukum yang kuat, hal ini dapat meminimalisir bahkan meniadakan seluruh kegiatan pertambangan yang tidak memiliki izin.
- Kementerian Pertambangan dan Kementerian Lingkungan Hidup sebaiknya terus bersinergi dalam mengeluarkan peraturan terkait dan izin kegiatan pertambangan.
- Melibatkan peran serta masyarakat sekitar dalam bersama-sama mengawasi pengolahan limbah perusahaan tambang.
- Perguruan tinggi di Indonesia sebaiknya memiliki agenda wajib rutin dalam mengenal tambang dan melakukan penelitian di sekitar areal tembang. Hal ini pula bisa menjadi bentuk pengawasan rutin oleh perguruan tinggi.
- Perusahaan Tambang di Indonesia sebaiknya terbuka terhadap semua pihak tentang kegiatan eksplorasinya sehingga dapat mengurangi stigma buruk mengenai dunia pertambangan, hal ini dapat dilakukan dengan mengundang berbagai tokoh masyarakat dan media ke areal pertambangan.
Hingga bagaimanapun perusahaan tambang dan seluruh kegiatan eksplorasinya di Indonesia akan selalu di citrakan buruk selama perusahaan tambang di Indonesia masih saja menutup diri dan terkesan eksklusif dari kehidupan masyarakat. Meski demikian, masyarakatpun seharusnya bisa lebih aktif dalam mengelola dan tidak menelan mentah-mentah informasi. Kita semestinya membuka diri untuk segala hal mengenai tambang. Tambang meskipun memiliki dampak negatif, akan tetapi menutupi dampak negatif dengan hal positif itulah yang terus dilakukan oleh banyak perusahaan tambang di Indonesia. Kita semestinya terbuka untuk semua kemungkinan dan saling menumbuhkan rasa kepercayaan. Kita tentu tidak akan pernah mengetahui kenyataan sebenarnya mengenai tambang, sebelum kita mau mengenalnya lebih dekat. Sumber data dan informasi: www.antaranews.com www. ptnnt.com www.kompas.com www.tempo.co
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI