[caption caption="Bounty Cruises / sumber: e-kuta"][/caption]
“Bagi para undangan yang belum pernah naik atau berlayar dengan kapal cruise, dipersilahkan meninggalkan tempat menuju dermaga,” kata MC lewat mic yang ia pegang, akhir Agustus lalu.
Awalnya tamu-tamu itu berdiri dengan gerakan malu-malu kucing. Ada yang saling bertatapan dengan teman sebelahnya minta ditemani, bahkan ada pula yang terang-terangan main tarik lengan.
Namun, begitu MC yang berdiri di atas panggung itu melanjutkan kalimatnya dan berkata hanya terbatas bagi 600 orang, dalam sekejap tamu-tamu tadi bergerak gesit dan lincah. Mereka saling berlomba berada di antrian terdepan. Tidak peduli temannya mau ikut atau tidak. Termasuk saya salah satunya.
Seumur-umur belum pernah saya naik kapal pesiar. Jangankan naik, lihat bentuk kapalnya secara langsung saja tidak pernah. Kalau naik kapal feri di pelabuhan Gilimanuk - Ketapang sih sudah sering. Kelewat sering malah.
Saya dan tiga teman kerja berhasil nyempil ke tengah antrian. Suasana kali itu tak ubahnya seperti pasar tradisional jelang hari raya Idul Fitri. Tubuh kami saling berimpitan. Penuh sesak.
[caption caption="Ratusan orang sabar mengantri menunggu giliran masuk / dap"]
Bedanya, kalau di pasar tradisional kerap tercium aroma amis bercampur bau ketek, tetapi kalau di sana, yang tercium adalah bau wangi parfum yang memikat. Apalagi ketika itu posisi saya dikelilingi wanita muda cantik nan manis. Disuruh berdiri lama pun saya mau. Menerima dengan senang hati.
Setelah menunggu 15 menit sampai juga saya di ujung antrian. Beruntung kuota pesertanya masih tersedia.
[caption caption="Antusiasme para undangan yang lolos memenuhi kuota / dap"]
Kru yang bertugas menghitung peserta mempersilahkan kami terus berjalan menuju kapal. Sementara di dermaga terdapat kru lain menyapa dengan senyum lebar maksimal. “Selamat datang, silahkan,” ujar salah seorang dari mereka ramah.