Saya menemukan candu di Landscape Photography. 'Jodoh-jodohan'. Hari ini fenomenalnya keluar, besok belum tentu berjumpa. Mungkin itu salah satu alasan terbesar, kenapa saya jatuh hati memotret alam.Â
Bagaimana upaya kita menempatkan diri di waktu yang tepat, di titik terbaik menurut kita. Dituntut belajar sabar dan telaten. Bersinergi harmonis dengan semesta.
Ini usaha ketiga saya, berburu di daerah Kintamani-Bali. Perjalanan pertama dihabiskan untuk tinjau lokasi. Lantaran kapasitas tanki kendaraan saya terbilang 'imut', menakar konsumsi bahan bakar adalah prioritas --ngga yakin saya di daerah ini ada SPBU 24 jam--. Disusul kemudian rute perjalanan, spot foto, siklus cuaca, kondisi angin dan lain sebagainya.
Keberuntungan tampaknya belum berpihak. Perjalanan kedua gagal. Tertutup kabut rapat. Andai kondisi ini terjadi di sekitaran bandar udara, yakin saya pesawat yang mau mendarat bakal di tahan Air Traffic Controller (ATC) berputar-putar di langit hingga kabut mereda. Atau opsi kedua, dialihkan ke bandar udara terdekat. Ya karena sebegitu pekatnya. Mungkin hanya tersisa 10-30 meter jarak pandang.
Perjalanan ketiga, jauh lebih enteng dari sebelumnya. Berangkat dari Denpasar pk. 03.20 Wita. Mental saya jauh lebih terasah. Yang mana sebelumnya pengen nangis di tengah jalan.
Lhaaaa ya bagaimana tidak, motoran seorang diri, tunggangannya motor ber-cc mungil keluaran lawas, daya sorot lampu depan tak lagi sekuat di zaman emasnya.
Cobaan terberat sewaktu rumah-rumah warga tak lagi terlihat. Kontur jalan bergelombang. Sesekali mesti bermanuver hindari lubang parah. Di sana gelap total se-total-totalnya.
Cahaya rembulan sirna, termakan awan tebal. Lampu penerangan jalan tak lagi menemani. Serbu kabut datang menerjang tanpa ampun, merampok jarak pandang. Sejauh mata memandang, depan-belakang hanya saya sebatang kara yang melintas, tak ada satupun sorot lampu pengendara lain.
Kanan-kiri jalan berderet pohon-pohon besar rindang. Seolah pasang badan dengan gagah. Bersebelahan dengan pohon-pohon itu, kanan-kirinya terdapat jurang curam. Udara dingin menggigit, menghujam-menusuk tulang dengan ganasnya.Â
Sungguh apes bagi kalian yang kebelet di sepanjang jalan itu. Percaya lah, bakal mikir jutaan kali untuk menepi. Ngompol di celana? Mungkin itu pilihan terbaik kalau memang tak ter-elak-kan lagi.