Berburu destinasi wisata alam Bali anti-mainstream ternyata bikin saya ketagihan. Mendadak, jiwa petualang saya kembali bangkit. Dalam artikel sebelumnya, saya telah menceritakan pengalaman berkunjung ke Air Terjun Gua RangReng. Kali ini, saya akan mengajak teman-teman sekalian untuk bertualang dan mengintip keindahan Air Terjun Kanto Lampo yang "menyihir".
Air Terjun Kanto Lampo berada di Banjar Kelod Kangin, Desa Beng, Kab. Gianyar, Bali. Letaknya berdekatan dengan Air Terjun Gua RangReng. Bisa dibilang masih tetanggaan lah ya. Rute menuju Air Terjun Kanto Lampo, menurut saya, jauh lebih "tricky" lagi daripada air terjun sebelumnya. Tidak ada papan penunjuk arah di sepanjang jalan raya. Akses masuk ke gang kecil rumah penduduk dan berbelok-belok ke kanan dan kiri. Sekali lagi, bertanya ke penduduk sekitar jauh lebih aman ketimbang menerka-nerka arah (hehehe). Setelah melewati beberapa kelokan, baru terlihat papan penunjuknya. Itu pun ditempelkan secara sederhana.
Parkir kendaraan bermotor, baik roda dua maupun empat, cukup lapang. Bisa menampung hingga belasan unit. Setiba di sana, kita dikenakan retribusi sebesar Rp 5 ribu rupiah per kepala. Tidak diberi karcis. Pelancong cukup memasukkan uang ke dalam kotak khusus yang telah disediakan di posko penjagaan.
Di tengah perjalanan, terdapat area untuk menaruh atau menitipkan barang bawaan. Tidak ada kunci loker. Hanya berupa rak terbuka. Jaket, baju ganti, perlengkapan mandi, lebih baik ditinggalkan di sini. Sementara barang berharga di bawa serta. Di tempat itu pula, para guide beristirahat dan menyambut kedatangan para wisatawan. Tak jauh dari sana, berdiri sebuah bangunan khusus untuk membilas badan dan mengganti pakaian. Antara wanita dan pria dipisah, tentunya.
Berdasarkan informasi dari Wayan Gading (33), salah seorang guide, Air Terjun Kanto Lampo berasal dari aliran sumber mata air dan sungai campuhan. Air tersebut akan terus mengalir hingga ke Pantai Lebih.
Pembicaraan saya dengan Wayan Gading terputus lantaran partner seperjalanan saya memanggil. Wajahnya sedikit cemberut. Ternyata dia sudah ganti pakaian sedari tadi. Saking asiknya ngobrol sampai kelupaan (hehehe). Akhirnya saya berpamitan, mengganti pakaian dan meneruskan petualangan yang tertunda.
Titian Ekstrem
Beberapa langkah kemudian, kami baru nyadar. Paling enak "nyeker" ketimbang memakai alas kaki. Takut kepeleset, soalnya.
Lantaran malas balik ke pos penitipan barang (padahal gak jauh-jauh amat, sekitar 50-an langkah), sandal karet kami letakkan begitu saja di sudut. Toh ada sandal lain yang lebih dulu "nongkrong" di sana.