Pak Hadi, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa seluruh anak-anak SOS memiliki beragam latar belakang kasus. Mulai dari ditinggal begitu saja oleh kedua orangtuanya, meninggal, ditinggal pergi kerja menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW), hidup di bawah garis kemiskinan, sampai hasil dari hamil di luar nikah.
Disinilah peran serta SOS. Membangun keluarga bagi anak-anak yang kehilangan pengasuhan.
Di atas lahan seluas tujuh hektar itu berdiri rumah sebanyak 12 unit. Masing-masing rumah dihuni antara delapan sampai sepuluh orang. Usia mereka tidak ada yang sama. Hal itu bertujuan membangun sebuah keluarga yang terdiri dari kakak dan adik. Tiap rumah dikepalai seorang ibu asuh.
Tidak sembarang orang bisa menjadi ibu asuh. Harus melalui seleksi ketat dan berdedikasi tinggi. Salah satu persyaratannya adalah bersedia untuk tidak menikah. Hal itu bertujuan agar selalu fokus dalam membina dan mengasuh anak-anak.
Sesuai Bakat
Anak-anak yang tergabung dalam SOS Children's Village selalu diarahkan sesuai kemampuan dan bakat masing-masing.
Banyak kegiatan yang bisa diikuti, mulai dari bermain catur, ilmu komputer, kesenian tari dan tabuh, pencak silat, judo, panjat dinding dan masih banyak lagi.
Seluruh anak asuh SOS mendapatkan pendidikan formal minimal jenjang SMA + 2 tahun. Artinya, diharapkan setelah masa itu mereka bisa bekerja dan hidup secara mandiri.
Hingga saat ini, ujar Pak Hadi, SOS Children's Village Indonesia membina sebanyak 1300 anak (persisnya 1297 anak, skala nasional). Sementara SOS Bali ada sekitar 140 anak.
Memiliki 10 cabang yang tersebar di daerah dan kota-kota besar, seperti Banda Aceh, Meulaboh (Aceh Barat), Medan, Bogor, Cibubur Jakarta, Lembang, Semarang, Yogyakarta, Tabanan Bali dan terakhir Maumere Flores.
Seperti apa keseruan dan keceriaan anak-anak SOS sewaktu melihat performa sulap Jorge Blass? Harap bersabar, tunggu di artikel selanjutnya.