[caption id="attachment_252246" align="alignleft" width="362" caption="Program pemanfaatan air bersih CBO/Kelompok Masyarakat binaan proyek SCBFWM melalui konsep pembayaran jasa lingkungan"][/caption] Keluarga Pak Sunarto penduduk Desa Gunung Terang Kabupaten Lampung Barat saat ini tidak lagi kesulitan dalam mendapatkan air bersih dirumahnya walupun pada musim kemarau sedangkan Bu Maryani dan 30 kelurga lainnya di Desa Rigis Jaya saat ini sudah bisa menikmati listrik di rumahnya dengan memanfaatkan aliran air di sungai kecil di Desanya setelah lebih dari 15 tahun menunggu listrik dari pemerintah. Kedua desa tersebut terletak di Sub DAS Way Besai DAS Tulang bawang di kabupaten Lampung Barat yang merupakan salah satu dari lokasi Proyek Penguatan Pengelolaan Hutan dan Daerah aliran Sungai Berbasis Masyarakat (Strengthening Community Based Forest and Watershed Management/ SCBFWM) yang dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan dengan bantuan GEF dan UNDP yang dilaksanakan sejak tahun 2010 dan direncanakan sampai dengan 2014. Proyek SCBFWM ini dirancang untuk membantu program pemerintah dalam mengurangi degradasi hutan dan lahan, merestorasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan jasa lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada 6 lokasi DAS di 6 propinsi yaitu: (1) DAS Jangkok/DAS Dodokan, NTB; (2) Sub DAS Besiam/DAS Noelmina, NTT; (3) Sub DAS Besai, Lampung; (4) Sub DAS Tulis/DAS Serayu, Jawa Tengah; (5) Sub DAS Miu/DAS Palu, Palu dan (6) Sub DAS Gopgopan, Sumatera Utara. Melalui proyek ini dilakukan berbagai kegiatan untuk membangun model pengelolaan hutan dan DAS, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas institusi pemerintah, perbaikan koordinasi antar pihak terkait untuk mendorong penyusunan kebijakan yang mendukung secara konsisten terhadap pengelolaan hutan dan DAS berbasis masyarakat. Proyek ini sejak tahun 2010 telah memberikan hibah kecil kepada sekitar 101 Kelompok Berbasis Masyarakat (CBO) dimana setiap tahunnya sekitar 70 CBO di 6 lokasi DAS tersebut diberdayakan dengan berbagai kegiatan mulai dari pelatihan, pendampingan, perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring DAS. Contohnya, CBO Wanatirta yang diketuai oleh Sunarto mendapatkan bantuan dari Proyek SCBFWM untuk instalasi sarana air bersih mulai dari mata air sampai di kampungnya. [caption id="attachment_252253" align="alignleft" width="353" caption="Penanaman pohon swadaya masyarakat"]
[/caption] Untuk menjamin persediaan dan suplai air bersih tersebut, CBO ini melakukan
penghijauan dan penjagaan sumber air di hulu sungai. Akan tetapi karena sumber air tersebut juga menjadi sumber air bagi 2 CBO lain di dihilirnya, maka Proyek SCBFWM memfasilitasi kerjasama hulu hilir ini hingga ketiga CBO tersebut membuat “Kesepakatan Bersama 3 CBO” untuk menjaga kelestarian sumber mata air dimana CBO di hilir berkewajiban juga menghijaukan dan memelihara hutan di daerah tangkapan air di hulu DAS. Dari mata air terpelihara itu tak kurang dari 150 KK menerima air bersih sepanjang tahun. [caption id="attachment_252254" align="alignleft" width="326" caption="Listrik Mikrohidro sangat bermanfaat bagi masyarakat"]
[/caption]
Kegiatan proyek SCBFWM lainnya adalah CBO Rimba Sejati yang diketuai oleh Bu Maryani dimana semua 25 anggotanya adalah perempuan mendapat hibah kecil dari SCBFWM berupa pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Mini Hidro (PLTMH) untuk 30 rumah di salah satu dusun di Desa Rigis Jaya. PLTMH tersebut memanfaatkan air yang mengalir di sungai dan harus dijaga debitnya sepanjang tahun. Untuk itu CBO perempuan ini dengan kesadarannya menanam tak kurang dari 10.000 bibit tenaman keras di hulu sungai tersebut dan membuat rorak untuk mencegah erosi tanah dan sedimentasi ke dalam sungai sehingga debit air tetap terjaga sepanjang tahun. Manfaat langsung dari PLTMH ini adalah listrik masuk kesemua rumah, anak-anak bisa belajar dengan baik di malam hari, informasi dari media televisi lancar diterima masyarakat, ibu-ibu rumah tangga bisa melakukan usaha industri kecil rumah tangga, dan teradapat penghematan pengeluaran untuk penerangan yang tadinya minyak tanah sebesar sekitar Rp 120.000,-/bulan/KK. Menurut Bu Maryani : kita melestarikan DAS karena kebutuhan bukan karena perintah Pemerintah. [caption id="attachment_252255" align="alignleft" width="353" caption="Sertifikasi industri rumah tangga untuk pengolahan hasil hutan bukan kayu"]
[/caption]
Cerita sukses CBO juga bisa ditemui dilokasi lain seperti di DAS Jangkok, NTB dimana CBO wanita awalnya dengan bantuan Proyek SCBFWM membangun persemaian tanaman kayu dan buah-buahan untuk ditanaman di lahan anggotanya, tetapi selanjutnya membuat persemaian untuk bibit tanaman yang dijual kepada perusahaan, instansi atau masyarakat yang membutuhkan bibit. Ada juga CBO yang mengolah hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan hasil-hasil pertanian yang diberdayakan melalui pelatihan industri rumah tangga, bantuan alat produksi, fasilitasi mendapatkan PIRT dari Danas Kesehatan dan pemasaran hasil-hasil sampai ke supermaket di Mataram. Dengan pemberdayaan tersebut CBO dapat meningkatkan omset usahanya dari hanya sekitar Rp 500,000/bulan di tahun 2010 menjadi Rp 8 juta/bulan pada tahun 2012. Lain lagi dengan di lokasi proyek di Jawa Tengah, NTB, NTT dan Lampung, Proyek mengembangkan kegiatan ekonomi berbasis hutan dan lahan bersama CBO. Pengembangan sylvopastur tahun 2010 s/d 2012 telah menghasilkan 461 kambing/domba, 18 sapi, 230 bebek dan ayam yang terintegrasi dengan pengelolaan hutan dan lahan. Juga dikembangkan 145 stup lebah madu, 3 unit sutra alam, 4 unit penghasil pupuk organik (kompos), 3 sarana air bersih untuk lebih 500 rumah tangga dan pesantren, 25 kolam ikan dan jasa ekoturisme arung jeram (rafting di Way Besai). Pemberdayaan CBO dalam pengelolaan DAS ini tidak mudah dan memerlukan waktu yang lama. Proyek SCBFWM sejak sejak 2010 telah melatih sebanyak 1183 anggota dan pengurus CBO dari sekitar 3815 anggota CBO. Pendampingan oleh 22 fasilitator lapangan dilakukan sejak 2011 sampai sekarang, dimana CBO didampingi mulai dari identifikasi potensi dan permasalahan daerahnya, perencanaan secara partisipatif, pendampingan teknis pengelolaan DAS, adminstrasi kelompok, keuangan, monitoring hasil dan pelaporan. Pendampingan CBO juga dilakukan untuk pengembangan kemitraan CBO dengan pihak lain, misalnya kesepakatan antar CBO dengan pihak swasta di Lampung (PLN, Indocpco, Nestle, antar CBO), di NTB (Bank Mandiri, PT ELI, Krida Autonusa), di Jawa Tengah (PT. Geo Dipa, PT. Indonesia Power), di NTT (WWF,WFP, ITTO) dan dengan Dinas Kehutanan Kabupaten TTS. Untuk konsultasi dan koordinasi para CBO ditiap lokasi proyek telah dibentuk Forum CBO di 6 lokasi.
Dampak Proyek Setelah 3 tahun proyek SCBFWM berjalan, ada beberapa dampak yang telah bisa dirasakan dan observasi. Misalnya, meningkatnya apresiasi, kesadaran, komitmen para pihak pemerintah, swasta dan masyarakat untuk mengelola hutan dan DAS secara lesatri; meningkatnya kemampuan, keterampilan dan partisipasi CBO (termasuk perempuan) baik teknik maupun administrasi dan keuangan dalam peneglolaan hutan dan DAS; ada indikasi perubahan positif pendapatan petani dalam jangka pendek terutama dari pengembangan agroforestry, silpvopastur dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) serta diperkirakan dalam jangka panjang terdapat perbaikan lingkungan karena dilakukan penanaman lahan oleh vegetasi tahunan, agroforestry, silvopastur, pembangunan rorak, PLTMH, pengembangan HHBK dan Jasa lingkungan (isu perubahan iklim dan biodiversity) dan, Pemerintah lokal/kab dan desa tergugah untuk membuat peraturan/ kebijakan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam hutan, lingkungan dan DAS.Yang harus diperhatikan dari adanya proyek SCBFWM yang melibatkan masyarakat ini adalah “over expectation” masyarakat seolah-olah proyek bisa memecahkan semua masalah kerusakan hutan dan DAS, sehingga bisa kecewa jika tak terpenuhi usulannya. Hal lain adalah kemungkinan konflik horizontal antar CBO jika ada perbedaan kepentingan antara NGO, Pemerintah dan CBO sehingga bisa dimanfaatkan oleh golongan tertentu untuk kepentingan politik. Dengan semangat dan partisipasi masyarakat yang meningkat dalam pengelolaan DAS tersebut, masih ada hal lain yang harus ditangani yaitu keberlanjutan kegiatan setelah proyek selesai terutama dari segi fianansial dan institusional. Sisa waktu pelaksanaan proyek tinggal kurang dua tahun karena itu “Project Management Unit” dan instansi lain terkait terutama ditingkat kabupaten segera menyusun “exit strategi” sehingga kegiatan masyarakat akan terus berlanjut untuk melestarikan DAS sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat didalamnya. (Artikel Dr. Saeful rachman @Buletin Bina DAS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Nature Selengkapnya