Mohon tunggu...
Darul Azis
Darul Azis Mohon Tunggu... Administrasi - Wirausahawan

Wirausahawan yang terkadang menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terancam Alami Krisis Pangan pada 2025, Pemdais Yogya Harus Lakukan Ini

4 Oktober 2017   19:35 Diperbarui: 8 November 2017   18:11 1722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (blog.act.id)

Lahan pertanian pangan di DIY terus menyusut setiap tahunnya. Lahan pertanian pangan di Sleman dan Bantul, dua kabupaten yang selama ini menjadi sentra produksi pangan di DIY menyempit lebih cepat dibandingkan wilayah lain seperti Gunungkidul dan Kulonprogo. Penyusutan tersebut disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian pangan yang semakin tidak terkendali. Umumnya, lahan tersebut dialihfungsikan menjadi pertokoan, hunian, klinik kesehatan, dan usaha transportasi. 

Sebagai akibatnya, produksi padi di DIY pun terus menurun dan jika hal tersebut tidak segera diatasi, maka pada 2025 nanti DIY terancam mengalami krisis pangan (Harian Jogja, 25/09). Sementara itu, kebutuhan pangan di DIY begitu besar mengingat statusnya sebagai pusat pendidikan dan tujuan destinasi wisata di Indonesia. Lantas, untuk menyelesaikan persoalan tersebut upaya apa yang harus dilakukan?

Apabila ditilik lebih lanjut, persoalan di atas sangat erat kaitannya dengan kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan. Jika lahan pertanian pangan mendapatkan perlindungan dari pemerintah selaku pemegang kekuasaan, maka alih fungsi lahan pertanian pangan dapat terkendalikan. Hal tersebut sebenarnya sudah termaktub dalam dokumen RPJP DIY periode 2005-2025. Saat ini kita sedang berada dalam lima tahun ketiga (2015-2020), di mana seharusnya pemerintah DIY mulai memerhatikan upaya mempertahankan lahan pertanian pangan.

Dengan demikian, hal pertama dan utama yang bisa dilakukan adalah mengoptimalisasikan  implementasi perangkat hukum yang sudah ada, dalam hal ini Perda DIY Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Perda tersebut mengamanatkan agar perlindungan lahan ditempuh melalui dua mekanisme, yakni pemberian insenstif dan pengendalian alih fungsi.

Pemberian insentif dilakukan melalui keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pengembangan infrastruktur pertanian, dan pemberian jaminan penerbitan sertifikat bidang tanah pertanian pangan. Adapun pengendalian lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan melalui penetapan larangan alih fungsi lahan dan penetapan batas maksimum luasan alih fungsi lahan pertanian menjadi hunian bagi petani yang hanya memiliki lahan terbatas. Mengingat ketentuan teknis mengenai kedua hal di atas belum terdapat payung hukumnya, maka dengan ini kita mendorong terbitnya Peraturan Gubernur tentang kedua hal di atas.

Kedua, pemerintah perlu mendorong optimalisasi lahan pertanian pangan yang tersedia. Selain itu, upaya penganekaragaman (diversifikasi) lahan pertanian pangan pun perlu dilakukan. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan cara pengaturan pola tanam, tumpang sari, aquaponik, hidroponik, vertikultur, dan sistem pertanian terpadu. Langkah tersebut, selain mampu menambah nilai guna lahan, juga dapat menambah produktifitas lahan serta meningkatkan pendapatan petani.

Ketiga, menguatkan kembali peran dan daya tawar petani. Saat ini profesi petani kian tersingkirkan oleh pekerjaan di bidang industri dan perdagangan. Penyebabnya bukan hanya karena pergeseran orientasi kolektif bangsa kita dari negara agraris menjadi negara industri, melainkan karena petani itu sendiri dalam praktiknya sering kali merugi---yang bisa jadi itu merupakan salah satu dampak dari transformasi tersebut.

Selama ini petani acap kali dirugikan oleh kebijakan impor bahan pangan, semakin mahalnya ongkos produksi, rendahnya harga jual produk pertanian, dan semakin tidak menentunya iklim global. Akibatnya kemudian adalah, para petani kita menjatuhkan "pilihan rasionalnya" pada sektor-sektor yang lebih menguntungkan, seperti berpaling pada profesi lain atau dengan mengalihfungsikan lahannya menjadi lahan bisnis atau menjual/menyewakan lahan kepada pihak ketiga. Hal itu tentu akan sangat berbahaya, karena yang kehilangan aset produksi (lahan) bukan hanya si petani itu sendiri, melainkan juga pemerintah DIY dan dengan demikian  ancaman krisis pangan di DIY pada 2025 nanti memang nyata adanya. Hal tersebut akan menjadi kabar buruk bagi ketahanan nasional bangsa kita.

Darul Azis

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun