Boleh saja. Hanya saja kita perlu memahami terlebih dahulu sistem yang digunakan. Ini sama dengan kita punya sawah, yang kemudian kita pasrahkan kepada seseorang untuk digarap dan kita akan menerima sebagian hasilnya, sesuai dengan kesepakatan awal.
Prinsip itulah yang membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah. Bank konvensional menggunakan sistem bunga sedangkan bank syariah menggunakan sistem bagi hasil. Bank konvensional tidak mau tahu dengan kesulitan nasabah di kemudian hari (misal, sepinya penjualan), sedangkan bank syariah akan lebih toleran dengan fakta keadaan. Bank konvensional hanya berorientasi profit, sedangkan bank syariah juga berorientasi kepada kebaikan mitranya.
Mencari Berkah Bersama Bank Syariah
“Hidup indah bila mencari berkah”. Demikianlah grup band Wali pernah berpesan kepada kita melalui salah satu lagunya yang berjudul “Cari Berkah”.
Saya pikir ini adalah poin pentingnya. Dalam Islam, keberkahan adalah hal utama. Banyak atau sedikit, jika diberkahi Allah S.W.T maka akan bermanfaat dan kelihatan hasilnya. Namun jika sebaliknya, sebanyak apa pun nikmat harta yang kita terima atau miliki, hanya akan membuat kita gelisah, atau bahkan dapat menjerumuskan kita pada kehidupan yang hina.
Berbicara tentang keberkahan, kita tidak begitu perlu menyebut dalil apa pun. Karena sifat keberkahan sejatinya bisa kita rasakan. Jika harta yang kita miliki itu dapat membuat kita tenteram, maka itulah yang namanya keberkahan. Begitu pula sebaliknya.
Sementara itu, keberkahan akan selalu berkorelasi dengan kebaikan. Artinya, harta yang kita miliki pun juga harus didapatkan dengan cara yang baik. Tak cuma itu bahkan, penggunaannya pun juga harus diperhatikan; yang meliputi di mana harta itu disimpan dan untuk apa harta itu digunakan.
Hal itulah yang bisa kita jadikan alasan kuat mengapa mulai sekarang sebaiknya kita berhijrah kepada bank syariah. Jika pun kemudian Anda tidak menginginkan bonus/imbalan/hasil, minimal uang yang Anda titipkan kepada bank syariah itu akan digunakan untuk hal-hal baik dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Tidak menjerat leher saudara-saudara kita, baik yang seiman maupun yang bukan, karena bunga yang harus ditanggungnya.
***
Jumat, 3 Rajab 1438 Hijriyah lalu, merupakan momentum tak terlupakan bagi saya. Hari itu saya resmi menjadi nasabah bank syariah. Hal itu saya lakukan selain karena keinginan untuk berhijrah, juga merupakan bentuk penyataan sikap saya terhadap bagaimana selama ini perekonomian Indonesia dijalankan. Kita tahu, selama ini roda perekonomian di Indonesia dijalankan dengan sistem yang sangat keji. Mulai dari penyertaan modal pembangunan oleh pemerintah, sampai dengan penyertaan modal bagi masyarakat kelas bawah, kesemuanya masih memainkan bunga.
Sementara saya melihat Islam telah mengatur sistem perekonomian umat manusia dengan demikian baiknya-- yang terbukti lebih manusiawi, sosialistis, adil, dan menguntungkan. Maka kini saatnya bagi kita (apa pun agama, suku, ras Anda--karena perbankan syariah dijalankan juga berdasarkan prinsip universalitas), untuk mulai beralih kepada sistem ini. Demi terwujudnya sistem perekonomian yang adil, manusiawi, dan diberkahi.