Jangankan cuma mengontrol dan mengkritik, melengserkannya pun bisa. Baik secara konstitusional maupun inkonstitusional. Tapi ingat, pelengserannya bukan atas dasar ia pemimpin non muslim loh ya. Melainkan atas dasar ia merupakan pemimpin yang tidak adil dan dzalim terhadap rakyatnya; karena pemimpin tersebut telah melanggar UUD 1945 yang telah membebaskan setiap warganya untuk beribadah menurut keyakinan dan agama masing-masing.
Masalah ini sebenarnya sederhana sekali. Hanya saja saya melihat terlalu dipolitisir oleh pihak-pihak tertentu. Terlalu diputar-putarkan sehingga membuat pusing pala bebi.
Intinya begini : pemimpin pemerintahan di Indonesia tidak harus seorang muslim, asalkan memenuhi syarat undang-undang, semua WNI bisa jadi pemimpin. Kalaupun kemudian ada pemimpin dari umat Islam yang memang layak dan dapat berlaku adil terhadap seluruh rakyatnya tentu itu tentu bagus--dan wajar. Karena memang itulah tanggungjawabnya, sebagai umat mayoritas. Ingat, menjadi (pemimpin dari umat) mayoritas itu berat loh, karena harus dapat berlaku adil terhadap semua orang, termasuk umat minoritas.
Gimana? Sederhana 'kan?
Iya, memang sederhana. Tapi juga berat. Sungguh berat. Pertanggungjawabannya pun dunia akhirat.
P.S : Jadi tolong bagi umat Islam di Indonesia yang masih kerap merasa paling berhak menjadi pemimpin pemerintahan di Indonesia, mulai sekarang jangan lagi memandang bahwa menjadi pemimpin pemerintahan itu adalah HAK kalian. Ingat, kalian itu umat mayoritas loh. Masa' masih mau ngemis-ngemis hak. Malu dong. Justru sebaliknya, pahamilah itu sebagai TANGGUNGJAWAB, yang harus kalian laksanakan dengan sebaik-baiknya. Agar kalian tak perlu lagi membebani orang lain untuk memimpin kalian yang banyak itu. Kasihan.
Tabik
Jogja, 3 Desember 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H