Mohon tunggu...
A Darto Iwan S
A Darto Iwan S Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis bukan karena tahu banyak, tapi ingin tahu lebih banyak. (Darto, 22 Oktober 2024)

Menulis sebagai salah satu cara untuk healing :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggali Makna Roda Kehidupan Cakra Manggilingan dari Heraclitus hingga Gesang

13 Desember 2024   07:53 Diperbarui: 13 Desember 2024   07:53 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roda Kehidupan Cakra Manggilingan. (Sumber gambar : karya sendiri dgn tool AI)

"The Only Thing That Is Constant Is Change" adalah sebuah pernyataan yang sangat mendalam dan relevan hingga saat ini. Sederhananya, Heraclitus ingin mengatakan bahwa satu-satunya hal yang tidak pernah berubah di dunia ini adalah perubahan itu sendiri. Segala sesuatu di sekitar kita, dari alam semesta hingga kehidupan kita sehari-hari, selalu mengalami perubahan.

Mari kita coba memahami lebih dalam dengan beberapa contoh dan analog. Musim berganti, sungai mengalir, gunung meletus. Alam selalu dalam keadaan dinamis, terus berubah dan beradaptasi. Pernahkah Anda membayangkan hidup tanpa smartphone? Teknologi berkembang sangat pesat, menghadirkan inovasi baru setiap saat. tumbuh, belajar, dan mengalami perubahan sepanjang hidup. Pikiran, perasaan, dan hubungan kita dengan orang lain juga terus berubah. Budaya, norma, dan sistem sosial selalu berevolusi seiring berjalannya waktu.

Mengapa perubahan itu penting? Perubahan adalah kunci untuk pertumbuhan dan perkembangan. Baik itu individu, organisasi, atau masyarakat, perubahan memungkinkan kita untuk belajar, beradaptasi, dan menjadi lebih baik. Perubahan mendorong kita untuk berpikir kreatif dan mencari solusi baru untuk masalah yang ada. Perubahan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Dengan menerima perubahan, kita dapat hidup lebih bahagia dan lebih bermakna.

Kutipan Heraclitus mengajarkan kita bahwa perubahan adalah satu-satunya hal yang pasti dalam hidup. Dengan memahami dan menerima hal ini, kita dapat hidup lebih bijaksana dan lebih siap menghadapi segala tantangan yang datang.

Terus, apa hubungannya dengan "Cakra Manggilingan"? Apa yang dikatakan oleh Heraclitus tersebut sejalan dengan kearifan lokal yang sudah lama diajarkan pada kebudayaan Jawa. Cakra Manggilingan juga berarti segalanya akan berputar dan berubah seiring waktu. 

Coba lihat pula potongan lirik lagu Kr Roda Dunia karangan musisi besar Indonesia, Gesang dibawah ini :

Terus berubah

Tiada tentu nanti bagaimana jadinya

Dulu bermegah, kini dalam keadaan susah

Adil dan benar, akan menang di belakang nanti

Kata-katanya sama persis dengan Heraclitus dan "Cakra Manggilingan". Ini membuktikan bahwa sebenarnya kearifan lokal kita memang tidak kalah dengan pemikiran para filsuf Yunani yang sudah diakui dunia. Bahkan mungkin juga, jika kita lebih dulu "mengumumkan pada dunia" tentang Cakra Manggilingan, karifan ini yang akan menjadi filosofi yang terkenal.

Kita masuk pada inti dari Cakra Manggilingan. Apa artinya sih? Cara paling sederhana dan paling pas untuk memahami dan mengerti artinya adalah dengan memahami dua kata yang membentuknya.

Yang pertama adalah kata Cakra. Cakra bisa diartikan dengan cakram atau roda. Sedang kata Manggilingan artinya berputar atau menggerus. Manggilingan berasal dari bahasa Jawa, giling, yang artinya menggelinding dengan berputar.  Jadi jika kita sambungkan, arti Cakra Manggilingan adalah cakram atau roda  yang berputar, yang berarti kehidupan itu akan selalu berputar. Demikian pula dengan berputar dan terbatasnya kekuasaan.

Arti dari Cakra ini adalah waktu. Bersama dengan berputarnya waktu, semua hal akan berubah. Yang tadinya baik bisa berubah jadi buruk, yang tadinya buruk bisa berubah jadi baik.

Yang tadinya "diatas angin" bisa berubah "roboh berkalang tanah". Yang dulunya berkuasa suatu saat akan kehilangan kekuasaanya. Yang tadinya tampan dan cantik seperti selebritis papan atas, lama-lama akan keriput dan jompo. Yang tadinya bingung menghabiskan uang trilyunan, suatu saat akan dimakan cacing dalam tanah.

Kita sebagai manusia haruslah selalu ingat akan Cakra Manggilingan dan tidak manjadi tamak atau sok kuasa / sok kuat. Harus tahu bahwa semua akan bisa berubah suatu waktu. Waktu dan perubahan merupakan sebuah kodrat yang tak bisa ditolak oleh semua mahluk fana di dunia ini.

Hidup itu sendiri seperti roda yang berputar. KADANG DIATAS KADANG DIBAWAH. Jangan terlalu membanggakan dan sok dengan yang kita miliki, jika kita sedang diatas. Jangan terlalu sedih yang bermuram dengan apa yang terjadi pada diri kita, jika kita sedang dibawah. Semua bisa bergulir lagi.

Konsep Cakra Manggilingan merupakan kearifan lokal hasil pemikiran asli penghuni pulau Jawa. Kemudian dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Islam. Ketiga budaya ini saling menguatkan dan memperjelas artinya.

Kunci dari menghadapi Cakra Manggilingan adalah berserah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mau menerima kenyataan dan tak kenal menyerah memutar roda kehidupan bagi yang berada dibawah. Harus bisa menikmati semua yang ada. Konsep menikmati itu bukan hanya tentang kebahagiaan atau rejeki berlimpah saja tapi juga saat menerima masalah. Harus diterima dan tiak boleh lari, karena semua itu adalah "Cakra Manggilingan" hidup kita. Tak ada yang bakal lolos dari putarnya. Jangan sibuk mencari kesalahan orang lain, tapi tetaplah berserah dan yakin bahwa roda keidupan pasti terus berputar karena kehendakNYA.

Dalam Cakra Manggilingan , ada tiga komponen yang dipercaya oleh orang Jawa , harus mampu disatukan agar roda terus berputar. Tiga komponen itu disebut "TriWikrama". Tiga komponen itu adalah masa lalu, masa sekarang dan masa depan.

Apa yang kita dapat pada masa ini , merupakan buah pilihan kita pada masa lalu. Sedangkan apa yang akan "menimpa" di masa depan kita adalah apa yang kita kerjakan sekarang. Yang dapat menerapkan konsep Triwikrama dan Cakra Manggilingan akan menjadi manusia yang siap, bisa berserah dan sekaligus bersemangat dan visioner. Tidak terjerumus dalam dosa saat diatas dan tidak terpuruk pada saat dibawah.

Dalam cerita pewayangan, ada versi kata Cakra Manggilingan yang khusus. Artinya adalah adanya perputaran kekuasaan. Ilustrasinya seperti ini : Semar (dan anak-anaknya) harus tunduk dibawah kekuasaan para Pandawa. Pandawa sendiri harus tunduk pada kekuasaan Bathara Guru. Bathara Guru harus tunduk pada kekuasaan kakaknya yang lebih tua dan lebih sakti, Bathara Ismaya, yang tak lain adalah Semar sendiri.

Hal tersebut diatas juga sudah terbukti di Jawa dan Indonesia sendiri. Ini terkait dengan pesta rakyat yang telah kita laksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 kemarin (Pilpres). Rakyat harus tunduk pada perintah Presiden sebagai Kepala Negara. Presiden harus tunduk pada keputusan MPR. Dan jangan lupa, MPR harus tunduk pada kepentingan rakyat Indonesia. Jadi sangat pas jika Presiden dan MPR paham arti Cakra Manggilingan.

Bentuk Cakra Manggilingan yang melingkar tertutup itu mempunyai makna yang dalam juga, yaitu keseimbangan. Sama seperti lambang Yin-Yang dalam kebudayaan Tiongkok. Semua bagian harus berfungsi dengan baik. Jika salah satu tidak berfungsi, maka yang lain akan terganggu. Jika Presiden tidak melaksanakan tugas dengan baik, maka rakyat tidak akan terlayani. Jika MPR tidak benar, maka Presiden akan susah menjalankan tugasnya. Jika rakyat meminta hal-hal yang tidak benar, maka pasti MPR tidak mungkin bisa menjalankan amanat rakyat dengan baik.

Kearifan lokal ini ternyata sejajar dengan kearifan universal di dunia. Filsuf Yunani (heraclitus, Empedocles) dan filsuf Tiongkok (Confucius, Tao, I-Ching), semua memiliki kesetaraan dan kesejajaran dengan pemikiran lokal yang ada pada Cakra Manggilingan. Juga filsuf modern seperti Saint Simon dan Herbert Spencer juga mendukung esensi Cakra Manggilingan (silakan cari di internet tentang filsuf-filsuf tersebut).

Indonesia akan diberi "masa terang" pada saat Cakra Manggilingan berputar dan menunjukkan "pandawa mulat sirnaning temanten" yang oleh pujangga Jawa bisa diartikan dengan sebuah angka tahun di abad 21 ini. Itu artinya Indonesia akan bangkit pada abad 21 ini asal terus berusaha dan tidak keluar dari jalur.

Banyak contoh dalam kehidupan yang terjadi didunia kita saat ini yang bisa menggambarkan berputarnya roda dunia Cakra Manggilingan. Contoh yang jelas, bagaimana dulu Ir. Soekarno dipuja, kemudian dihujat pada masa setelahnya, namun kemudian juga dipuji kembali. Hal ini juga terjadi jaman HM Soeharto, yang berkuasa penuh di Indonesia, kemudian dicampakkan pada kondisi terendah, tapi kemudian dipuja kembali pada suatu masa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun