Kata-katanya sama persis dengan Heraclitus dan "Cakra Manggilingan". Ini membuktikan bahwa sebenarnya kearifan lokal kita memang tidak kalah dengan pemikiran para filsuf Yunani yang sudah diakui dunia. Bahkan mungkin juga, jika kita lebih dulu "mengumumkan pada dunia" tentang Cakra Manggilingan, karifan ini yang akan menjadi filosofi yang terkenal.
Kita masuk pada inti dari Cakra Manggilingan. Apa artinya sih? Cara paling sederhana dan paling pas untuk memahami dan mengerti artinya adalah dengan memahami dua kata yang membentuknya.
Yang pertama adalah kata Cakra. Cakra bisa diartikan dengan cakram atau roda. Sedang kata Manggilingan artinya berputar atau menggerus. Manggilingan berasal dari bahasa Jawa, giling, yang artinya menggelinding dengan berputar.  Jadi jika kita sambungkan, arti Cakra Manggilingan adalah cakram atau roda  yang berputar, yang berarti kehidupan itu akan selalu berputar. Demikian pula dengan berputar dan terbatasnya kekuasaan.
Arti dari Cakra ini adalah waktu. Bersama dengan berputarnya waktu, semua hal akan berubah. Yang tadinya baik bisa berubah jadi buruk, yang tadinya buruk bisa berubah jadi baik.
Yang tadinya "diatas angin" bisa berubah "roboh berkalang tanah". Yang dulunya berkuasa suatu saat akan kehilangan kekuasaanya. Yang tadinya tampan dan cantik seperti selebritis papan atas, lama-lama akan keriput dan jompo. Yang tadinya bingung menghabiskan uang trilyunan, suatu saat akan dimakan cacing dalam tanah.
Kita sebagai manusia haruslah selalu ingat akan Cakra Manggilingan dan tidak manjadi tamak atau sok kuasa / sok kuat. Harus tahu bahwa semua akan bisa berubah suatu waktu. Waktu dan perubahan merupakan sebuah kodrat yang tak bisa ditolak oleh semua mahluk fana di dunia ini.
Hidup itu sendiri seperti roda yang berputar. KADANG DIATAS KADANG DIBAWAH. Jangan terlalu membanggakan dan sok dengan yang kita miliki, jika kita sedang diatas. Jangan terlalu sedih yang bermuram dengan apa yang terjadi pada diri kita, jika kita sedang dibawah. Semua bisa bergulir lagi.
Konsep Cakra Manggilingan merupakan kearifan lokal hasil pemikiran asli penghuni pulau Jawa. Kemudian dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Islam. Ketiga budaya ini saling menguatkan dan memperjelas artinya.
Kunci dari menghadapi Cakra Manggilingan adalah berserah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mau menerima kenyataan dan tak kenal menyerah memutar roda kehidupan bagi yang berada dibawah. Harus bisa menikmati semua yang ada. Konsep menikmati itu bukan hanya tentang kebahagiaan atau rejeki berlimpah saja tapi juga saat menerima masalah. Harus diterima dan tiak boleh lari, karena semua itu adalah "Cakra Manggilingan" hidup kita. Tak ada yang bakal lolos dari putarnya. Jangan sibuk mencari kesalahan orang lain, tapi tetaplah berserah dan yakin bahwa roda keidupan pasti terus berputar karena kehendakNYA.
Dalam Cakra Manggilingan , ada tiga komponen yang dipercaya oleh orang Jawa , harus mampu disatukan agar roda terus berputar. Tiga komponen itu disebut "TriWikrama". Tiga komponen itu adalah masa lalu, masa sekarang dan masa depan.
Apa yang kita dapat pada masa ini , merupakan buah pilihan kita pada masa lalu. Sedangkan apa yang akan "menimpa" di masa depan kita adalah apa yang kita kerjakan sekarang. Yang dapat menerapkan konsep Triwikrama dan Cakra Manggilingan akan menjadi manusia yang siap, bisa berserah dan sekaligus bersemangat dan visioner. Tidak terjerumus dalam dosa saat diatas dan tidak terpuruk pada saat dibawah.