Era gegas, begitulah banyak orang menyebut dunia kita saat ini. Kehidupan seolah berada di jalur cepat tanpa jeda. Semuanya harus serba cepat, serba instan, dan serba praktis. Komputer dengan prosesor tercepat, smartphone dengan koneksi tercepat, bahkan makanan pun kini didominasi oleh restoran cepat saji. Di jalan, kita berlomba untuk sampai lebih cepat, akselerasi menjadi prioritas utama. Tapi, di balik semua itu, apakah kita sadar akan sesuatu yang hilang? Sesuatu yang tak kasat mata, tapi begitu berharga?
Setiap pagi, rutinitas kita sudah terprogram. Berangkat sekolah atau kerja harus lebih cepat dari biasanya. Kalau bisa, lebih cepat dari orang lain. Lampu merah diabaikan, keselamatan terkadang dikesampingkan. Yang penting, kita tidak terlambat sampai di tujuan. Begitu sibuknya kita berkejaran dengan waktu, sampai-sampai perjalanan yang kita lalui setiap hari menjadi sesuatu yang tak lagi terasa. Semuanya otomatis, tak ada ruang untuk menikmati apa yang ada di sekitar.
Coba pikirkan, kapan terakhir kali kita melihat pemandangan di sepanjang perjalanan? Kapan terakhir kali kita menyadari betapa cantiknya bunga-bunga liar yang tumbuh di pinggir jalan? Atau, kapan kita terakhir kali menikmati pemandangan taman kota yang dirancang dengan susah payah oleh para ahli taman? Bunga-bunga yang mekar, warna-warni dedaunan yang segar---semuanya seolah luput dari pandangan kita.
Ketergesaan telah mengambil alih. Kita begitu fokus pada tujuan akhir, sehingga melupakan perjalanan itu sendiri. Padahal, perjalanan adalah bagian penting dari kehidupan. Destinasi bukanlah segalanya. Namun, di era gegas ini, apa yang terjadi justru sebaliknya. Semua yang ada di sekitar kita, mulai dari pemandangan alam hingga interaksi sosial, sering kali dianggap tak relevan. Hanya kecepatan dan efisiensi yang dihargai.
Bahkan, tak jarang kita lupa bahwa keindahan yang Tuhan anugerahkan kepada kita ada di mana-mana. Setiap hari, Tuhan menghadirkan karya seni-Nya dalam bentuk pemandangan alam, langit biru, atau sekadar sejuknya udara pagi. Namun, kita melewatkannya begitu saja, terbuai oleh kecepatan dan kebisingan hidup yang tak pernah berhenti.
Mengapa kita begitu terburu-buru? Apakah kita takut terlambat? Atau, apakah kita hanya mengikuti ritme yang telah ditentukan oleh zaman? Seakan-akan kita tak punya pilihan lain. Jika kita berhenti sejenak, takutnya kita akan tertinggal. Namun, berhenti bukan berarti kalah. Kadang, berhenti adalah cara kita untuk kembali melihat keindahan yang selama ini tersembunyi di balik hiruk-pikuk kehidupan.
Ada keberanian yang dibutuhkan untuk melambatkan ritme hidup kita. Di saat orang lain berlomba-lomba untuk menjadi yang tercepat, apakah kita berani mengambil waktu sejenak untuk merenung, menikmati, dan meresapi setiap detik yang berlalu? Menikmati secangkir kopi di pagi hari sambil merasakan sinar matahari yang hangat? Menikmati bunyi burung yang berkicau di kejauhan, atau angin yang berdesir di antara pepohonan? Sesederhana itu.
Namun, seringkali kita terjebak dalam pemikiran bahwa melambat adalah bentuk kemunduran. Kita takut dianggap tidak produktif, tidak efisien, atau bahkan malas. Padahal, justru dalam momen-momen melambat itu, kita bisa menemukan makna hidup yang sesungguhnya. Kita bisa menyadari betapa berharganya hal-hal kecil yang selama ini kita abaikan.
Seperti secangkir teh hangat yang menenangkan di sore hari, atau senyum ramah dari orang yang kita temui di jalan. Semua itu adalah anugerah, sebuah keindahan sederhana yang sering kali terlewat karena kita terlalu sibuk mengejar hal-hal besar. Padahal, hidup adalah tentang keseimbangan. Antara bergerak maju dan meluangkan waktu untuk berhenti sejenak. Antara mengejar mimpi dan menikmati prosesnya.
Jadi, dalam era gegas ini, bisakah kita memberikan diri kita izin untuk melambat? Bisakah kita berhenti sejenak untuk menikmati keindahan yang ada di sekitar kita? Keindahan yang mungkin selama ini tertutupi oleh kebisingan dan kecepatan hidup. Mungkin saatnya kita mencoba untuk melihat dunia dari perspektif yang berbeda. Tidak selalu tentang seberapa cepat kita sampai di tujuan, tetapi bagaimana kita menikmati setiap langkah dalam perjalanan.