3. Bot Media Sosial. AI juga bisa digunakan untuk menciptakan bot media sosial yang mampu menyebarkan berita palsu secara otomatis. Bot ini tidak hanya mampu memposting konten, tetapi juga bisa berinteraksi dengan pengguna lain, mengomentari, dan membagikan ulang informasi palsu, seolah-olah dihasilkan oleh manusia. Dalam beberapa kasus, bot ini mampu mengamplifikasi konten tertentu sehingga terlihat lebih populer dan dipercaya oleh lebih banyak orang.
Contoh nyata adalah bot yang menyebarkan informasi palsu selama pemilihan umum di beberapa negara, yang mempengaruhi opini publik dan mengarahkan perdebatan politik ke arah yang salah. Dalam kasus ini, disinformasi yang dihasilkan oleh bot AI berpotensi mengancam demokrasi dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik.
 4. Manipulasi Gambar: Realitas Palsu di Dunia Visual
Selain teks dan video, AI juga mampu memanipulasi gambar untuk menghasilkan disinformasi. Dengan teknologi seperti GAN (Generative Adversarial Networks), AI dapat menciptakan gambar yang tampak sangat realistis namun sepenuhnya palsu. Misalnya, AI bisa menghasilkan gambar kerusuhan atau bencana yang SEBENARNYA TIDAK PERNAH TERJADI, namun dipersepsikan publik sebagai sesuatu yang nyata.
Seiring dengan meningkatnya kepercayaan publik terhadap konten visual, manipulasi gambar semacam ini bisa dengan mudah menyesatkan orang. Di sinilah letak bahayanya; orang lebih cenderung percaya pada bukti visual dibandingkan dengan teks. Ketika gambar palsu ini menyebar, sulit bagi publik untuk memverifikasi kebenarannya.
Disinformasi berbasis AI TIDAK HANYA BERDAMPAK pada individu atau kelompok kecil. Ancaman bagi seluruh masyarakat. Dalam skenario terburuk, disinformasi dapat menimbulkan ketidakstabilan politik, memecah belah masyarakat, atau bahkan menimbulkan krisis di sektor kesehatan dan keamanan.
AI mempercepat penyebaran informasi dengan cara yang belum pernah kita lihat sebelumnya, dan sayangnya, ia juga mempercepat penyebaran informasi yang salah. Platform digital, yang dirancang untuk memudahkan akses informasi, justru menjadi tempat utama penyebaran disinformasi.
Menghadapi ancaman ini, ada beberapa langkah yang perlu diambil. Pertama, kita memerlukan regulasi yang lebih kuat dalam penggunaan AI, terutama dalam konten yang dihasilkan oleh mesin. Kedua, platform digital perlu berinvestasi lebih banyak dalam teknologi deteksi disinformasi yang juga berbasis AI. Ironisnya, AI juga bisa menjadi solusi untuk masalah yang diciptakannya sendiri, dengan mendeteksi pola-pola aneh dan membedakan antara konten asli dan palsu.
Selain itu, literasi digital di masyarakat harus ditingkatkan. Masyarakat perlu lebih kritis dalam menyaring informasi yang mereka terima, termasuk dari media sosial dan sumber-sumber yang tidak jelas. Pemahaman akan teknologi seperti AI harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan agar kita semua lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.
Disinformasi yang didorong oleh AI adalah masalah serius yang harus kita hadapi bersama. Teknologi ini, meskipun membawa banyak manfaat, juga membuka pintu bagi penyalahgunaan yang bisa merusak tatanan sosial kita. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana AI digunakan untuk menyebarkan berita bohong, kita dapat lebih waspada dan proaktif dalam melindungi integritas informasi publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H