Mohon tunggu...
Dartim Ibnu Rushd
Dartim Ibnu Rushd Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sedang belajar menjadi seorang Penulis yang sungguh-sungguh.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Falsafah Bahagia

7 Januari 2024   16:19 Diperbarui: 7 Januari 2024   16:24 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tasawuf Moderen adalah salah satu buku terbaik yang dikarang oleh Hamka. Di mana dari buku itu penulis menjadi sangat terinspirasi untuk merefleksikan isinya dalam artikel ini. Buku itu awalnya merupakan sebuah kumpulan naskah yang diterbitkan dalam surat kabar atau koran. Namun karena permintaan yang tinggi dari para pembaca untuk dijadikan buku, maka jadilah naskah-naskah tadi sebuah buku dengan judul di atas.

Sebagai sebuah refleksi kilas balik, ada cerita menarik dari penulis. Awalnya penulis tidak begitu memperhatikan ada sebuah buku yang berjudul Tasawuf Moderen ini. Tapi penulis secara tidak sengaja atau selintas pandang melihat buku itu. Sebab tertarik melihat, karena dari pengarangnya adalah Hamka. Setelah itu, penulis mengambil buku itu dan sedikit membacanya. Dilihat dari bukunya, bahwa yang menjadi inti pembahasan dalam buku itu adalah bagaimana sebenarnya hakikat bahagia. Di dalam buku itu secara cerdas dikupas tentang bagaimana cara berbahagia. Sebagaimana salah satu kutipannya "bahagia itu dekat dengan kita, ada di dalam diri kita".

Singkatnya di dalam buku ini Hamka menulis tentang falsafah, sebab-sebab dan unsur-unsur bahagia serta bagaimana seorang mampu merasakan kebahagiaan dengan kualitas bahagia yang tertinggi. Di antara yang dijelaskan Hamka adalah bahagia yang bukan karena sebab dunia. Merasa bahagia di saat kondisi suka maupun di waktu duka. Terlebih bahagia jika dapat selalu dekat dengan Tuhan. Ada juga pembahasan seputar seseorang yang bisa merasakan bahagia meskipun secara fisik dan nyata terlihat sebenarnya terluka. Kemudian, masih banyak lagi kajian Hamka tentang persoalan lain seputar bahagia ini.

Setelah membaca buku itu, penulis merasa tertarik atau terinspirasi untuk melihat setidaknya bagaimana seharusnya kita dapat memaknai masalah bahagia ini. Mungkin jika menggunakan kaidah filsafat dengan mengajukan 3 pertanyaan dasar. Apa bahagia itu? Bagaimana caranya meraih bahagia itu? Dan terakhir, kenapa kita perlu merasakan bahagia itu? Pertanyaan ini perlu diajukan di tengah kondisi atau realitas, di mana sebagian kita lebih bersifat materialistis dan hedonis dalam memahami makna bahagia ini.

Tentang Bahagia

Penulis berpikir sejenak sembari terusik dengan tiba-tiba bertanya di dalam hati, "bagaimana caranya untuk membawa masalah bahagia sesuai dengan yang tertuang dalam buku (teoritis), ke dalam dunia nyata (realitas)?". Karena banyak anggapan, bahwa seseorang mengangap dirinya merasa bahagia jika segala keinginannya dapat (hawa nafsu) terpenuhi. Segala kebutuhan dunia dapat terpenuhi. Apakah mungkin seperti itu?

Mempunyai uang banyak, mempunyai mobil mewah dan mempunyai rumah megah. Itulah beberapa ukuran bahagia manusia zaman sekarang. Zaman yang kata orang disebut sebagai zaman modern. Zaman maju dalam ilmu dan teknologi, tapi nyatanya nilai-nilai etis terpinggirkan. Sekilas nampaknya ukuran bahagia sangat meterialistis dan pragmatis jika dilihat dari kacamata sosiologis.

Faktanya, lihatlah lingkungan di sekitar kita, banyak orang yang bekerja keras untuk mencari uang dan kekayaan, namun di saat yang sama ada hati dan jiwa yang terasa kering. Hati dan jiwanya merasakan melarat dan miskin, sehingga tampak tidak bahagia. Mereka banyak yang tidak merasakan nikmatnya bahagia dengan harta. Karena mereka lupa jika yang menikmati rasa bahagia itu adalah hati. Bukan pada benda mati seperti harta dan materi. Termasuk berharap pada manusia yang tidak selamanya bisa  sesuai dengan keinginan dan prasangka kita.

Mencari harta itu boleh dan sah-sah saja. Karena memang salah satu unsur pokok dalam ibadah terdapat di dalam aktivitas-aktivitas mendapatkan rezki (salah satunya harta) dan mengamalkan apa yang telah diperolehnya. Jadi intinya, bahagia itu adalah bagaimana manusia mampu mengunakan fasilitas yang disediakan Allah di dunia ini agar digunakan menjadi jalan kebaikan untuk beramal. Kebahagiaan sebenarnya adalah saat kita bisa memberi dan bermanfaat meskipun hanya ukuran kecil menurut pandangan kita.

Sebab Kebahagiaan

Begitu banyak sebab jika diuraikan satu persatu hal-hal apa saja yang menyebabkan manusia merasakan bahagia. Menurut Hamka di dalam buku Tasawuf Moderen, di antara sebab bahagia adalah seperti berikut. Mulai dari akal yang jernih. Hati yang bersih. Harta yang halal. Tidak ada risau dalam hati. Kebutuhan yang tercukupi. Adanya lapangan pekerjaan. Bahagia karena bisa berbagi. Bahagia karena memiliki badan yang sehat dan kuat, sehingga dapat digunakan untuk berkerja dan beribadah. Itulah diantara hal-hal yang menyebabkan orang bisa bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun