Hari hari terakhir ini Karmin, seorang petani di Guningkidul, sedang mengerjakan sebuah proyek yang telah lama diimpi impikanny, yakni; membuat sumur. Ini proyek gila, sebuah sumur di daerah batuan krast seperti Gunungkidul mestinya sebuah impian yg segera dilupakan saja. Tak urung ia pun jadi bahan cemoohan para tetangganya. Bahkan istrinya pun menganggap semangat baja Karmin sebgai angin lalu saja.
“Buang buang waktu saja, kang. Mending kakang kerja bangunan dapat duit.”kata istrinya saat ia pertama kali mengutarakan niatnya.
Kang Karmin hanya tersenyum. Ia tidak sakit hati kerja besar itu tidak dianggap istrinya. Justru ia merasa senang sebab jika proyeknya kelak berhasil, kebanggaan istrinya tentulah akan berlipat-lipat. Sambil tersenyum senyum sendiri Karmin membayangkan sumurnya kelak akan menjadi mas kawin buat istrinya yang tertunda.
Mengapa Karmin begitu yakin akan berhasil membuat sumur di tanah berbatu? Ia memperhatikan pohon nangka di belakang rumahnya. Di musim kemarau seperti sekarang, pohon itu daun daunnya tetap rimbun menghijau. Bandingkan dengan pohon pohon yang lain. Bukankah itu petunjuk adanya sumber air di dalamnya? Tak perlu pendapat tetangga tetangganya yang malas itu, Kang Karmin segera meneguhkan niatnya. Ia menyiapkan segala peralatan. Kepada istrinya ia tidak minta disiapkan masakan istimewa untuk pekerjaan yang ia juga tahu akan berat itu; membuat sumur di tanah berbatu.
Cangkul dan sekop hanya ia gunakan di kedalaman satu meter. Berikutnya Karmin lebih sering menggunakan linggis untuk mengeduk batu. Batu batu kecil dimasukan ember dan dilemparkan keluar dengan tenaganya yang kokoh. Kadang ia menemukan batu yang cukup besar ia harus memecahnya dengan palu agar mudah diangkat.
Karena semangatnya yang gila gilaan itu akhirnya menarik simpati istrinya. Ia pun ikut membantu suaminya mengangkat tanah dari dalam sumur. Karmin semakin bersemangat. Batu sekeras apapun jika ia memecahkannya dengan iringan senyum istrinya di atas akan terasa selunak . Sehingga dalam empat hari kedalaman sumur telah mencapai lima meter. Luar biasa.
Ketika sumur semakin dalam kerja istrinya mengangkat tanah tentu saja semakin berat. Tidak mungkin juga yang menggantikan pekerjaan istrinya dan menyuruhnya masuk ke dalam sumur mengeduk batu. Pekerjaan di bawah lebih berat. Untuk mengupah orang ia tidak punya uang. Meminta tolong siapa yang mau menolongnya jika tidak malah hanya ditertawakan.
“Bagaimana, Kang? Diteruskan tidak?” kata istrinya saat Karmin hanya termenung menung di dalam sumur.
“Kamu istirahat sajalah nanti aku carikan tenaga upahan untuk mengangkat tanah ini…” kata Karmin.
“Ada ada saja. Uang darimana untuk mengupah orang?”
“Aku memang tidak punya uang tapi aku kan bisa membayarnya dengan tenagaku,” kata Karmin sambil kembali mengeduk tanah.
Setelah bilang “oh..” istrinya pun meninggalkan Karmin bekerja sendiri di dalam sumur. Istri Karmin sibuk dengan pekerjaan dapurnya. Memasak seadanya. Yang penting ada nasi , tempe goreng dan sayur bening kesukaan suaminya.
Selesai dengan pekerjaan di dapur ia pun pergi ke sumur untuk mengajak suaminya makan siang. “Sayur bening sudah siap, Kang,” kata istri Karmin sambil mendekati lubang sumur.
Tidak ada sahutan dari dalam sumur. Istri Karmin melihat ke dalam sumur, “Kang, Kamu dimana?”
Istri Karmin tidak menemukan suaminya di dalam sumur. Ia hanya melihat kaos singlet dan celana kolor yang tadi dipakainya. Istri Karmin semakin panic ketika di dinding sumur terlihat ada liang menganga. Di daerah krast memang sering ditemukan gua dan bahkan sungai bawah tanah. Apakah Karmin terperosok ke dalam lubang ketika sedang mengecek kedalamannya? Istri Karmin terus memanggil manggil suaminya tapi yang terdengar hanya gema suaranya sendiri.
Ketika istri Karmin akhirnya menangis para tetangga pun berdatangan. Sebagian menenangkan istri Karmin, yang lain sibuk berteori tentang hilangnya Karmin, tetapi beberapa orang cepat mengambil kesimpulan bahwa Karmin terperosok ke dalam lubang bawah tanah. Mereka segera mengambil langkah nyata. Satu orang turun ke bawah untuk memecah batu besar di sebelah rongga itu. Yang lain, secara bergantian mengangkat pecahan pecahan batu.
Pekerjaan harus dilakukan dengan cepat jika tidak ingin Karmin mati diaeret arus sungai bawah tanah. Tidak ada lagi orang mentertawakan sikap ceroboh Karmin karena semua orang ingin Karmin selamat. Akhirnya batu besar itu pun habis jadi bongkahan bongkahan kecil yang segera diangkat dengan ember.
Ternyata di bawah batu lapisan tanah terasa basah. Jika tidak dalam suasana tegang mencari Karmin, orang orang itu pastilah bersorak menyambut sumber air yang begitu dekat. Tapi dimana Karmin?
Penggalian terus dilakukan. Tanah makin basah. Semakin digali kedalam genangan air mulai naik. Orang-orang mulai berteriak “air…air…air…”.
Orang-orang bergerak mendekati lubang sumur.
“Ya, air…tapi dimana suamiku?” kata istri Karmin sambil menangis.
“Hai…aku disini….”tiba tiba terdengar suara dari atas pohon nangka.
Semua orang mendongakan kepalanya ke atas. Di sana ada Karmin yang sedang tertawa terpingkal-pingkal. Ia hanya mengenakan celana dalam. Orang-orang kaget kemudian setelah sadar maksud tawa Karmin terdengarlah umpatan umpatan mereka.
“ Hei, Karmin, tikus busuk! Tidak becus bikin sumur lalu kamu tipu orang satu kampung he? Sini turun!”
Karmin terus tertawa. Ia tahu umpatan mereka hnya setengah hati manakali melihat sumber air yang bias digunakan oleh emua wrga. (yogya akhir Agustus 13)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H