Pendidikan adalah aspek terpenting yang menentukan tingkat perkembangan suatu negara. Tidak heran, negara-negara dengan standar pendidikan yang baik merupakan negara-negara yang berkembang secara SDM maupun ekonomi. Pendidikan yang sukses tidak akan lepas Dari tenaga pendidik yang berkualitas Dan jujur. Lantas bagaimana jika tonggak pendidikan di negara tersebut berbuat curang dalam karir pendidikannya?
Kumba Digdowiseiso, sebagai profesor bergelar dan dekan FEB UNAS, telah terbukti melakukan pelanggaran akademis dengan menggunakan nama akademika tanpa izin dalam jurnalnya sebagai kolaborator. Profesor Kumba Digdowiseiso, yang sebelumnya menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nasional, terjerat dalam pusaran skandal plagiarisme. Kasus ini semakin menarik perhatian publik ketika terungkap bahwa beliau diduga mencatut nama-nama profesor dari Universitas Malaysia Terengganu tanpa izin dalam publikasi ilmiahnya.Â
Mengutip laporan dari Retraction Watch.com, pada awal tahun, sejumlah dosen di UMT mendapat laporan bahwa nama mereka muncul di daftar nama penulis makalah Kumba."Rekan (dosen) tersebut yang tidak ingin disebutkan namanya untuk cerita ini. Saat sedang mencari di Google Scholar dan menyadari bahwa ada nama mereka, dan banyak nama lain dari departemen mereka, berulang kali muncul di samping nama penulis yang tidak mereka kenal: Kumba Digdowiseiso, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Nasional di Jakarta, Indonesia," tulisnya dilansir dari Retraction Watch.com, Jumat (12/4/2024).
Tindakan yang dilakukan Kumba jelas salah. Adanya pernyataan dari pihak MST yang mengatakan bahwa Kumba sama sekali belum membuat kesepakatan, bahkan baru berencana datang, telah menjadikan Kumba bersalah. Tindakan ini bisa dikategorikan sebagai plagiarisme Dan merupakan pelanggaran akademis berat.Â
Kasus ini mengikis kepercayaan publik terhadap integritas penelitian di Indonesia. Masyarakat akan semakin skeptis terhadap hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan oleh para akademisi. Universitas tempat Kumba bernaung turut tercoreng namanya.Â
Dari kasus ini, kita bisa melihat bahwa Kumba juga melakukan beberapa pelanggaran akademis lain. Koordinator KIKA, Satria Unggul, mengungkapkan bahwa ada 3 jurnal Kumba yang memiliki tingkat plagiarisme sebesar 97%, atau plagiat seluruhnya. Setelah kasusnya terungkap, Kumba mengundurkan diri dari posisi dekan UNAS karena sedang dalam masa pemeriksaan. Apa yang dilakukan Kumba tetap tidak pantas sebagai seorang dekan dan guru besar. Namun kasus ini masih harus diusut lebih jauh lantaran Kumba tidak pernah melakukan pelanggaran akademis lain dalam 160 jurnalnya.
Skandal plagiarisme yang melibatkan Profesor Kumba Digdowiseiso telah mengguncang dunia akademik Indonesia. Kasus ini bukan hanya sekadar pelanggaran etika, tetapi juga mengungkap celah dalam sistem pengawasan yang selama ini kita anggap ketat. Pertanyaannya adalah, mengapa kasus seperti ini terus berulang? Apakah tuntutan publikasi sungguh
 seberat itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H