petani memperoleh harga beli yang rendah dibandingkan harga jual pasaran. Hal ini menyebabkan para petani relatif miskin / kekurangan dari segi finansial. Salah satu sektor yang terkena hal ini adalah petani cabai. Harga jual cabai di pasaran saat ini kurang lebih berkisar di Rp. 85.000,00 per kilogram nya. Sementara itu berdasarkan informasi dari bu Triana, salah satu produsen cabai di Deles, Merapi, harga jual cabai dari mereka sebagai produsen adalah Rp. 25.000,00 per kilogramnya. "Pada mau belinya segitu, jadi ya mau ga mau ngikut kita. Demi bertahan hidup lumayan lah", kata bu Triana.Â
Sudah menjadi rahasia umum yang tidak asing di telinga kita bahwa paraFaktor yang menyebabkan rendahnya harga cabai ini adalah harga beli konsumen dari produsen langsung yang memang rendah. Sudah menjadi hal wajar di daerah sana apabila barang pertanian dibeli rendah bahkan lebih rendah dari harga wajarnya menurut bu Triana. Faktor lain yang menjadi penyebab permasalahan ini adalah sulitnya pemindahan cabai dari daerah pedesaan menuju perkotaan sehingga biaya akomodasinya terbilang cukup tinggi. Demi mendapat untung lebih, terkadang mereka memindahkan cabai ke Jakarta langsung setelah dipetik. Cabai memiliki waktu busuk yang terbilang cepat, sehingga mereka harus melakukan perjalanan nonstop dan cepat untuk menjaga kualitas cabai sehingga bisa dijual di Jakarta. Faktor inilah yang menjadi penyebab cabai mahal di Jakarta dan murah di desa produsen.
Terkadang, karena harga yang terlalu rendah, petani memilih untuk membuang hasil panen daripada menjualnya. Di media sosial akhir akhir ini, ada video mengenai petani yang membuang beberapa peti kayu tomat lantaran kesal karena harga tomat yang sangat rendah. Setelah dicari tahu, ternyata petani tersebut berasal dari Desa Pekon Hanakau, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat. Dilansir dari bisnis.tempo.co, petani tersebut merasa kesal karena harga jual tomat anjlok hingga Rp.600,00/kg yang mana lebih rendah dari modal tanam tomat itu sendiri.Â
Akibat yang ditimbulkan dari masalah ini adalah masalah ekonomi bagi para petani. Menurut bu Triana, sangat sulit untuk membiayai hidup dengan penghasilan segitu sehingga sedikit orang yang mau menjadi petani cabai dan memutuskan pindah profesi dari petani cabai. Selain itu, bu Triana mengaku akhir akhir ini semakin sulit menanam cabai karena masa panen cabai yang lama dan rentan terserang hama.Â
Hama ini membuat buah cabai hilang dan tanamannya mati. Karena hal-hal ini, bu Triana merasakan kesulitan ekonomi apabila hanya berjualan cabai. Saat ditanyai mengenai kemungkinan beliau melanjutkan profesinya ini, beliau mengatakan bahwa akan mempertimbangkan profesi lain kedepannya karena menurutnya usaha untuk bertani cabai di Deles tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Terkadang beliau harus menanggung rugi akibat hasil jual panen yang lebih rendah dari biaya sewa tanah dan pupuk untuk menanam cabai.
Solusi dari masalah harga cabai yang terbilang rendah di sisi produsen ini adalah mengusulkan pada pemerintah untuk lebih memperhatikan keseimbangan harga beli pasaran di daerah pertanian karena harga beli tidak dapat terlepas dari monopoli pasar yang ada. Selain itu, pembangunan kereta api pertanian untuk mengangkut barang tani ke kota saya rasa akan menjadi langkah yang baik. Hal ini akan sangat memudahkan para petani cabai karena cabai memiliki masa tahan yang tergolong rendah. Dengan langkah tersebut, diharapkan harga yang ditawarkan kepada para produsen dapat kembali normal sehingga profesi petani cabai tetap diminati dan produksi berjalan lancar.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H