Mohon tunggu...
Darrel Prasetia
Darrel Prasetia Mohon Tunggu... Mahasiswa - murid

---------------------------

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Diri dan Persahabatan di Dalam Kebersamaan

18 September 2024   22:31 Diperbarui: 19 September 2024   20:30 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masa SMA sering disebut sebagai masa yang paling mengesankan dalam kehidupan seseorang. Pada masa ini, pembelajaran tidak hanya terbatas pada aspek akademik, tetapi juga melibatkan kegiatan-kegiatan non-akademik yang memperkaya pengalaman hidup. Kegiatan semacam ini memberikan momen-momen berharga yang akan dikenang seumur hidup. Pendidikan kognitif di sekolah memang penting, tetapi kegiatan fisik di luar ruangan juga dibutuhkan, terutama bagi sekolah seperti Kolese Kanisius yang siswanya 100% laki-laki. Sebuah institusi pendidikan yang baik tidak hanya unggul dalam hal akademis, tetapi juga mempersiapkan siswanya untuk menghadapi tantangan yang lebih besar di masa depan, seperti kegigihan, mental yang kuat, kemampuan berbaur dengan lingkungan, dan kemampuan untuk beradaptasi.

Beragam kegiatan seperti lomba sekolah, camping, dan retret, semuanya memberikan pelajaran hidup. Salah satu kegiatan yang paling berkesan adalah Jambore, sebuah acara camping kelompok yang diadakan oleh Kolese Kanisius. Meski awalnya banyak siswa yang kurang antusias dan menganggapnya sebagai kegiatan yang melelahkan dan tidak menarik, namun pengalaman ini ternyata sangat bermakna setelah dijalani. 

Selama lebih dari seminggu, berbagai nilai kehidupan dapat dipetik dari kegiatan ini. Aktivitas fisik yang menantang mengajarkan daya juang dan ketekunan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang berat tidak hanya membutuhkan usaha individu, tetapi juga kolaborasi dan bantuan dari teman-teman. Melalui kerja sama, persahabatan dan gotong royong semakin kuat di antara para siswa. Bahkan, tantangan yang awalnya terasa berat berubah menjadi pengalaman yang menyenangkan, dengan tawa dan canda yang terus menghiasi setiap momen. 

Tidak hanya kesenangan yang didapatkan, namun juga disiplin. Jadwal yang ketat harus diikuti agar kegiatan berjalan dengan lancar. Selain itu, ada aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh siswa kelas 10 Kolese Kanisius saat itu. Kedisiplinan dibentuk dengan cara yang unik—bukan melalui hukuman fisik atau bentakan, tetapi dengan memberi konsekuensi seperti makan cabai atau bawang putih bagi yang melanggar. Rasa malu karena harus dipanggil di depan semua orang juga menjadi pelajaran berharga bagi yang melanggar aturan. Meski berada di lereng Gunung Merapi yang jauh dari kota dan jauh dari pengawasan moderator, disiplin tetap dijaga dengan baik.

Jauh dari kenyamanan kota yang serba mewah, para siswa Kolese Kanisius diajak untuk merasakan hidup sederhana di pedesaan. Pada hari kedua jambore, mereka membantu masyarakat setempat dengan berbagai pekerjaan sehari-hari. Ada yang berani menjadi tukang bangunan, ada juga yang membantu membangun jalan. Semua ini dilakukan oleh siswa yang terbiasa dengan kehidupan di Jakarta yang serba nyaman dan penuh pelayanan. Pengalaman ini mengajarkan mereka untuk berbaur dengan lingkungan dan hidup sederhana.

Tetapi yang paling berharga dari kegiatan ini adalah kebersamaan para siswa angkatan CC 25. Dalam suka dan duka, mereka saling membantu dan menolong satu sama lain. Kebersamaan inilah yang membuat kami, siswa Kolese Kanisius angkatan CC 25, semakin memahami bahwa kesuksesan dalam menghadapi tantangan, baik fisik maupun mental, sangat bergantung pada kerja sama tim. Setiap tantangan yang dihadapi selama jambore memberikan pelajaran hidup yang tidak mudah dilupakan. Kami belajar untuk tidak hanya mengandalkan diri sendiri, tetapi juga saling mendukung dan percaya pada teman-teman kami. Ketika salah satu dari kami merasa lelah, ada yang siap memberikan bantuan. 

Apa yang awalnya dianggap sebagai kegiatan yang tidak menarik justru menjadi momen yang paling berkesan. Di sinilah kami menyadari arti penting persahabatan, ketekunan, dan kesederhanaan. Saat kembali ke kehidupan sekolah dan rutinitas sehari-hari, kami membawa serta nilai-nilai yang telah kami pelajari selama jambore—nilai disiplin, ketangguhan mental, dan kepekaan sosial. Tinggal di pedesaan dan berinteraksi dengan masyarakat setempat membuka mata kami bahwa dunia tidak hanya tentang kemewahan kota, tetapi juga tentang kesederhanaan, kerja keras, dan kebersamaan.

Meskipun kegiatan jambore telah selesai, kenangan dan pelajaran yang diperoleh akan terus terpatri dalam benak kami. Ini bukan sekadar tentang melampaui batas fisik, tetapi juga tentang melampaui batas mental. Kami belajar bahwa kebersamaan dan solidaritas mampu membantu kita mengatasi kesulitan apa pun, bahkan yang terasa paling berat sekalipun. Di sinilah esensi dari kegiatan jambore ini: bukan hanya membangun fisik yang kuat, tetapi juga karakter yang tangguh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun