Ahli geografi Mesir, Jamal Hamdan dalam masterpiecenya ‘Mausu’ah Syakhsiyyat Misr: Dirasatt fi ‘abqariiyat al makan’ menelorkan teori filosofis geografi brilian yang dikenal dengan istilah ‘abqoriyyat al makan’. Hamdan memetaforakan geografi mesir yang strategis dengan istilah ‘abqary’ brilian.
Mesir, memang negara yang posisinya sangat strategis secara geografis. Terletak di perbatasan antara dua benua Asia-Afrika, dikepung laut Merah dari sisi Timur dan Mediterania dari utara. Dibelah sungai Nil yang terpanjang di dunia, membuat Mesir menjadi daerah yang ‘rawan’ menjadi incaran penjajahan para penguasa.
Sejak jaman kunonya dulu, Mesir tak pernah berhenti didatangi para penguasa pendatang yang ingin menguasai daerah ini. Pada periode sejarah kuno, Mesir pernah didatangi ekpatriat dari Asia yang dikenal Hyksos yang kemudian berhasil menaklukan pemerintah setempat kemudian menguasainya selama kurang lebih seabad.
Jamannya Ptolemeous dan Romawi mengukuhkan bahwa Mesir benar-benar bergeografis ‘brilian’. Mesir benar-benar dikuasai oleh non-pribumi selama hampir 9 abad. Itulah konon yang menyebabkan Antonius dan Julius Caesar saling bunuh demi ‘hidung mancungnya’ Cleopatra yang tentunya demi menguasai Mesir.
Pada periode Islam, Mesir pernah menjadi pusat kekhilafahan dinasti Fatimiyah yang asalnya dari Maroko. Dinasti yang bersekte Sunni-Ismaily ini pada abad 4-5 H pernah bertarung dengan Khilafah Abbasiah di Baghdad dan Khilafah Umawiyah di Andalus untuk menegaskan siapa diantara mereka yang paling berhak menggandel nama khilafah dan menguasai dunia Islam, disaat yang sama pasukan Shalib yang datang dari arah utara siap mengancam kota-kota Syam demi memperebutkan Baitul Maqdis.
Di jaman modern belakangan, ketika dikuasai anak cucunya Muhammad Ali Pasha Mesir jadi bulan-bulanan Britania Raya berpuluh-puluh tahun hingga akhirnya kerajaan boneka ini berhasil ditumbangkan pada kudeta 1952.
Selama menjadi Republik Arab Mesir, Mesir dikuasai pemerintah yang beragam ideologis, dari Naguib sampai Morsi, dari Sosialis sampai Islamis. Di Akhir mei nanti, akan ada pemilihan untuk presiden Mesir yang baru, akankah benar kekhawatiran tabiat militer akan berkuasa lagi, sementara Sisi, yang digadang-gadang sebagai capres terkuat menegaskan tidak akan ada lagi demokrasi totaliter, sistem kepemimpinan totaliter di Mesir sudah habis, gak laku lagi.
Akankah terwujud demokrasi, keadilan dan kemandirian pemerintahan Mesir?! oh semoga, Mesirku sayang, Mesirku malang!!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H