Mohon tunggu...
Darraz Azharian
Darraz Azharian Mohon Tunggu... -

dreamer...learner...and hopefully.. achiever

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Batas Ruang Politik dan Ruang Agama

18 Februari 2014   13:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:43 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir-akhir ini, menjelang Pilpres baru Mesir yang akan digelar April mendatang, siapa yang mengamati jalanan kota Kairo akan melihat banyak pampflet, reklame ataupun Baliho bergambar Abdul Fattah Sisi dengan kata-kata pujian, sanjungan sebagai penyelamat negara bahkan doa dan dukungan penuh padanya seakan-akan mengesankan ia sebagai kandidat terkuat dan pasti akan mendapatkan suara terbanyak dalam pilpres serta layak menjadi presiden Mesir selanjutnya. Jihan Sadat saja misalnya, janda mendiang presiden Anwar Sadat berkomentar “Sisi adalah hadiah dari Tuhan” karena perannya dalam revolusi 30 Juni 2013 yang berhasil menggulingkan presiden Mohammad Morsi. Lihat: (http://www.youm7.com/News.asp?NewsID=1512331#.UwKA5qL4JnB).

Dalam kondisi tertentu ketika nalar obyektifitas politik menjadi bias terkadang bahasa politik dan bahasa agama menjadi kabur dan tak tersekat. Bukankah presiden termakzulkan Morsi adalah sosok tercitrakan sangat agamis terlepas patron pengusungnya memang adalah gerakan aliran Islam politik yang paling tersohor di Mesir itu. Ketika berhasil dimakzulkan seakan Islam tercitrakan hancur dan jatuh. Hal ini pula diterangai yang menjadi motivasi besar pendkungnya tetap bertahan berdemo di Rabi’ah Sq berminggu-minggu itu yang kemudian berhasil dibubarkan secara paksa oleh militer Mesir.

Jika saja Morsi bersama patron pengusungnya, dan Sisi dengan segala pendukung setianya sama sama menggunakan dalil dan bahasa agama, lantas sebenarnya siapa yang sebenarnya paling mewakili citra poilitik yang berlandaskan agama dan direstui Tuhan itu?.

Disinilah mungkin terletak pentingnya perbedaan antara ruang agama dan ruang politik praktis yang jarang kita sadari berakibat mempolitisasi agama. Dr. Ali Jum’ah, mufti agung Mesir periode 2003/2013 pernah mengetengahkan bahwa fungsi agama Islam dalam berpolitik adalah sebagai pengendali dan ‘pengontrol’ laku-laku politik yang keluar dari batas attitude dan sebagai penjaga nilai-nilai lestari keadilan, kesetaraan, persatuan dan kemanusiaan. Sementara politik praktis yang berkaitan dengan kampanye, aktifitas politik kepartaian, pemilu legislatif, eksekutif maupun yudikatif sama sekali Islam tidak mengurusi detail-detail permasalahan demikian.

Disinilah terletak urgensinya batas antara ruang politk dan ruang agama. Bukan dalam artian bahwa agama samasekali tidak eksis dalam aktifitas politik praktis, tetapi lebih menekankan pada fungsi nilai-nilai dan anjuran agama tsb sebagai penjaga dan pengontrol aktifitas berpolitik yang sehat. Dalam tataran praksisnya agama terlalu suci dan transeden untuk diikutsertakan secara simbolis dalam berpolitik praktis. Disamping terlalu suci, ia pun terlalu riskan dan rentan jika aktor politik yang membawanya justru menyimpang dari jalur dan nilai-nilai agama tersebut. Lebih aman tidak memilih jalur dan simbol yang berbau agamis tetapi tetap menjaga dengan baik nilai-nilai agama yang disanjung tersebut.

Dampak lain yang lebih komunal adalah ketika pengaruh elit-elit politik semakin mencapai momentumnya di tengah-tengah pengusungnya dan masyarakat secara umum. Masyarakat awam ini yang kebanyakan tidak terdidik secara politik dan tidak dapat membedakan kedua ruang agama dan politik akan terjebak dan terseret-terseret mengikuti tarikan pusaran pergulatan politik antara para elit yang membingungkan sehingga lahirlah fenomena-fenomena yang menggelitik dari laku-laku dan bahasa politik yang terbumbui kata-kata Tuhan dan agama. Sukur-sukur semoga saja tidak sampai menimbulkan chaos yang berkelanjutan, tetapi nampaknya ‘mempolitisasi’ agama dan menjadikannya sebagai tunggangan politk sudah banyak dilakukan walaupun tidak terasa disadari dikarenakan mindset dangkal politik yang sudah sedemikian tersetting.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun