Mohon tunggu...
Daron AlfaAgustinusRahardianto
Daron AlfaAgustinusRahardianto Mohon Tunggu... Administrasi - Pendidik

Sejarah itu bapaknya ilmu-ilmu; suaminya Filsafat; saudaranya Seni dan Bahasa; temannya Matematika; dan anaknya Agama.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Gaya Internasional atau Gaya Global?

2 Januari 2017   10:16 Diperbarui: 2 Januari 2017   11:54 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun Baru 2017 telah datang. Hal-hal baru tentu juga akan bermunculan ke depan. Dari mulai ide, gagasan, budaya bahkan gaya. Setiap tahun, masyarakat akan disuguhkan dengan tren-tren terbaru yang mencirikan gaya hidup.  Tren tersebut lebih tampak dalam gaya hidup kita sehari-hari. Entah gaya hidup itu muncul dari lingkup domestik atau mancanegara. Seringkali, gaya hidup yang muncul dari luar lingkup domestik berhasil memukau dan diikuti masyarakat sebagai tren.

Di antara kita tren yang muncul dari luar lingkup domestik itu sering diungkapkan melalui pikiran dan perkataan yang bernada gaya internasional. Katakanlah sebagian orang yang menikah pernah memakai busana pengantin bergaya internasional. Umumnya busana itu mencakup kemeja, jas, celana panjang, sarung tangan, dasi, gaun dengan kain memanjang, buket bunga, dan tiara. Itu internasional bagi beberapa orang. Ada lagi saat kita makan di restoran-restoran yang menyajikan kuliner berkelas internasional. 

Menu lokal terlihat wah bila disajikan dalam suasana desain peralatan makan yang katanya internasional. Lalu banyak lagi yang kita dengan dengan embel-embel gaya internasional seperti rumah atau gedung  dengan arsitektur bergaya internasional, bandara internasional, hotel berkelas internasional, universitas berkelas internasional, stadion berkelas internasional, dan bahkan penyanyi go-internasional.

Fakta-fakta tersebut membawa saya kepada suatu pikiran bahwa ‘sesuatu’ yang bergaya internasional sesungguhnya berawal dari satu sumber tertentu yang kemudian mencuat dan diakui warga dunia lainnya. Misal, penyanyi berkelas internasional adalah penyanyi  dari berbagai kawasan di dunia yang mampu membawakan lirik lagu dalam berbahasa Inggris-kita sadar bahwa bahasa Inggris adalah bahasa internasional -atau katakanlah lirik lagu yang disisipkan bahasa Inggris. Demikian halnya bila gedung, bandara, stadion, hotel, universitas, atau bahkan ritual-ritual kehidupan manusia akan dikatakan memiliki gaya internasional bila mengikuti tren zaman dari luar lingkup domestik seperti membubuhkan bahasa Inggris. Itu baru dikatakan bersifat internasional.

Lalu internasional sendiri itu apa? sederhananya istilah internasional berarti antar bangsa. Nationsendiri berarti bangsa dimana dalam kebangsaan ada unsur budaya khas yang tidak sama dengan nation-nationlainnya. Maka di dunia ini ada himpunan bangsa-bangsa. Di antara bangsa-bangsa itu ada budaya dari suatu bangsa yang dipakai bangsa-bangsa lain dalam kurun zaman tertentu. Untuk abad ini, bahasa Inggris adalah acuan internasional. Padahal bahasa Inggris merupakan bahasa asli dari bangsa Inggris.  

Sejak akhir Perang Dunia II, bahasa Inggris menjadi bahasa pergaulan dunia. Tanpa kita sadari dalam kehidupan sehari-hari kita berperilaku dengan menyisipkan budaya asing dalam budaya lokal kita masing-masing. Kita akan disebut manusia modern dan berkelas internasional bila berucap ada kata-kata Inggrisnya. Jadilah kita orang internasional.

Kita lupa bahwa ada istilah ‘global’ selain ‘internasional’. Global sederhananya bermakna mendunia. Sesuatu yang mendunia dari satu sumber lalu menyebar dan di terima warga dunia di mana pun  berada. Ada proses difusi, asimilasi, dan akulturasi di dalamnya. Menurut saya, lebih tepat jika kita berucap bahwa ada gaun pengantin global, bahasa global, restoran berkelas global, bandara berkelas global, arsitektur global, dan gaya-gaya global.

Konsekuensinya jika kita tetap bersikukuh mendaulat diri kita ‘orang  berkelas internasional’ maka kita setidaknya mampu menguasai lebih dari satu bahasa asing, mampu memasukkan berbagai unsur budaya antar bangsa dalam desain gedung, hotel, stadion, dan bandara, atau penyanyi berkelas internasional bila mampu menyanyikan berbagai lagu lebih dari satu bahasa dan tehniknya. Ini artinya selama ini kita menyandarkan ini pada satu budaya asing saja agar mampu dikatakan ‘orang internasional’ padahal sejatinya hanya berperilaku mengikuti suatu gaya yang sedang mendunia atau mengglobal saja.

Sumber gambar: devian-art.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun