Konflik mengenai agama di Indonesia bukanlah sesuatu yang baru. Baik konflik di dalam internal suatu agama, ataupun di lingkungan eksternal agama. Konflik-konflik agama di Indonesia masih menjadi tema-tema hangat di layar kaca televisi di era digital ini. Dari masalah kecil hingga masalah besar yang mengandung prinsip-prinsip dalam masing-masing agama. Katakanlah agama A membenturkan prinsipnya terhadap agama B. Demikian dengan agama C terhadap agama D. Pinsip-prinsip khusus di internal suatu agama selayaknya menjadi konsumsi bagi pemeluk agama yang bersangkutan. Memang pada hakikatnya ada-ada prinsip-prinsip dalam suatu agama apa pun yang mengatur hubungannya dengan pemeluk agama lain, selain dengan Tuhannya. Dalam konteks tulisan ini saya tidak akan mengulas mengenai rincian prinsip suatu agama karena saya yakin masing-masing agama menganggap bahwa agamanya adalah agama yang universal dari sudut pandang agama masing-masing.
Saya berpikir bahwa agama-agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia pada dasarnya adalah agama-agama impor. Saya tidak menyamakan agama sebagai barang, tetapi konteks impor ini saya maksudkan sebagai kata yang mengandung arti sesuatu yang berasal dari luar. Marilah kita renungkan secara sederhana:
-  Agama Hindu dan Agama Buddha berasal dari India. Dalam pembabakan sejarah Indonesia sekitar abad IV Masehi yang awali dengan bukti tertulis pertama di Kerajaan Kutai. Selanjutnya perkembangan ajaran dan kebudayaan Hindu meresap dalam bentuk pemerintahan kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha.
- Agama Islam berasal dari Mekkah (jika merunut pada teori Mekkah). Mulai berkembang di Indonesia sekitar abad VII Masehi yang disertai dengan perkembangan kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara sekitar abad XIII Masehi.
- Agama Katholik dan Agama Protestan berasal dari Eropa. Hakikatnya agama Katholik muncul pada awal abad pertama di Timur Tengah. Lalu agama Protestan berkembang mulai abad XVI di Jerman. Kedua agama ini dibawa ke Nusantara dalam rangka kolonialisme dan imperialisme bangsa Portugis, Belanda, dan Inggris.
- Agama Kong Hu Chu berasal dari Tiongkok. Kemungkinan besar tersebar ke Nusantara sejak zaman perdagangan antara Nusantara-India-Tiongkok. Walapun bukti historis menyatakan bahwa keberadaan agama ini sejak abad XIX seperti keberadaan kelenteng Ban Hing Kiong di Manado sejak tahun 1819.
Keenam agama impor di atas telah resmi menjadi agama yang dianut di wilayah Indonesia. Namun yang sangat disayangkan adalah terjadinya konflik-konflik agama impor di Indonesia (walaupun tidak semua berkonflik) sepanjang sejarah bangsa ini.
Perilaku manusia dilingkup ekonomi akan senang menonjolkan barang-barang impor yang berkualitas ketimbang barang-barang produksi dalam negeri yang tidak kalah kualitasnya. Agama bukanlah barang. Melainkan sistem kepercayaan bersifat suci dan sakral bagi para penganutnya, maka tidaklah terlalu manis bila masing-masing menonjolkan kebenaran agama seseorang dihadapan agama lain. Kebenaran masing-masing agama impor menjadi hak milik mutlak para penganutnya. Saya tidak melarang setiap penganut agama impor menonjolkan kebaikan-kebaikan terhadap pemeluk agama lain. Berlomba-lomba dalam kebaikan adalah hal yang manis. Namun dengan demikian agama impor tetap akan menjadi label dalam kehidupan bermasyarakat.
Lalu bagaimana dengan agama atau kepercayaan asli masyarakat Indonesia yang lahir (diproduksi) di Indonesia sejak sebelum kedatangan agama Hindu, Buddha, Islam, Katholik, Protestan, dan Kong Hu Chu?
Saya jarang atau hampir tidak pernah mendengar keresahan dari pemeluk agama asli di Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Katakanlah agama-agama asli dari suku-suku di pedalaman seperti Kaharingan, Djawa Sunda, Sunda Wiwitan, dan Parmalim. Mereka hidup tenteram tanpa terusik kehidupan relijinya, dimana seharusnya identitas agama atau kepercayaan mereka diakui pula oleh pemerintah republik ini. Hak-hak asasi minoritas suatu suku bangsa beserta sistem-sistem budayanya selayaknya diakui dalam publik mayoritas.
Â
Sumber gambar: poskotanews.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H