Mohon tunggu...
Daromi Aks
Daromi Aks Mohon Tunggu... -

Positive thinking, sampai engkau lupa cara mengeluh.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mudik : Kereta Api Dulu dan Kini

3 Agustus 2014   06:26 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:33 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup  di Indonesia itu memang serba beruntung. Kita   punya budaya mudik yang tidak dimiliki negara lain. Hanya ada beberapa negara di dunia seperti Malaysia, Bangladesh, Pakistan.  Kita juga punya THR yang  tidak ada di negara lain. Kita punya budaya unik silaturahim yang melibatkan jutaan masyarakat kita tanpa melihat suku, agama ataupun ras. Semua mendapatkan keuntungan dan berkah  dari budaya khas kita  ini. Seolah apa saja laku di musim ini, apa saja ramai dari Penjual Bakso, pegadaian, toilet umum  apalagi tempat rekreasi. Planning untuk mudikpun sudah dirancang panjang karena pentingnya acara ini bagi sebagian besar masyarakat kita. Inilah  sisi positif mudik kita.

Sayangnya  pemerintahah kita seolah tidak siap dengan budaya rutin ini. Lihatlah infra struktur jalan, selalu saja menjadi masalah ketika proses mudik terjadi.  Jika kita lihat berita sedang dilakukan perbaikan jalan disini dan disitu dan akan diselesaikan menjelang lebaran”. Selalu begitu dari tahun ke tahun, bahkan kadang perbaikan belum selesai ketika waktu mudik datang sehingga justru membikin kemacetan. Saya jadi bertanya-tanya apakah perbaikan jalan dilakukan setiap tahun ? Ataukah belum setahun sudah rusak sehingga perlu diperbaiki lagi ? Ataukah selalu berganti lokasi jalan yang rusak ? Bukankah setiap Gubernur terpilih selalu menjanjikan untuk perbaikan jalan provinsi dsb ? Belum masalah pasar tumpah biang kemacetan dsb.  Beragam pertanyaan yang ada memberi kesimpulan bagi pribadi saya sebagai warga negara bahwa pemerintah, apakah itu daerah atau pusat juga dinas terkait belum bisa sukses dalam menyiapkan infra struktur yang baik bagi rakyatnya. Banyaknya jalan yang baru dibangun rusak kembali di indikasikan banyaknya orang yang makan aspal, alias korupsi mengurangi kualitas materials bangunan . Alhasil Jalanan rusak lagi rusak lagi, tender lagi tender lagi, perbaikan lagi perbaikan lagi.Kerjanya banyak, hasilnya sedikit.

Kondisi sebagian Bis AKAP sebagai salah satu alat angkut mudik juga memprihatinkan. Baru kita dengar bagaimana korupsi dan pungli di tempat KIR yang berimbas keselamatan penumpang. Korupsi, kolusi pungli  rupanya menjadi biang kerusakan sistem yang sudah seharusnya berjalan dengan baik. Dan ketika sang pengawal sistem, seperti pegawai suatu instansi atau kepolisian sebagian petugas dan pengawalnya  masih bisa disogok atau menawarkan diri untuk disogok, percayalah sistem hanya akan memperkaya penjaganya saja. Uang sogokan yang masuk ke oknum yang mungkin tidak besar akan dbayar  mahal berupa  ketidakpercayaan masyarakat  kepada aparat dan sistem yang akan menjadi lingkaran setan kemunduran aturan di negeri ini. Bagi yang disogok, mungkin mereka merasa biasa biasa , karena memang karakter dosa jika telah dilakukan berulang ulang apalagi temannya banyak,maka hatinya merasa tenang tenang saja. Inilah jika hati telah mengeras, dia kehilangan sensitivitas nya.

Pemudik bermotor ? Mungkin tidaklah bisa dilarang karena sebagian besar pemudik berkendaraan  motor adalah karena dikampung tidak ada motor yang bisa mereka jadikan sarana jalan jalan dan silaturahim. Jalan jalan di kampung halaman menggunakan sepeda motor tentu lebih ngirit dan nyaman jika dibandingkan dengan naik angkot apalagi ojek. Jarak antar desa yang jauh dan tidak ada angkutan umum juga menjadi sebab mereka harus membawa motor dari Jakarta.

Seharusnya pemerintah jangan  kalah dengan para debt collector dealer motor yang sangat awas dan tajam mengawasi plat nomor motor yang memiliki tunggakan kredit dan tanpa ampun mengambilnya tanpa mau disogok. Hanya pengendara sepeda  motor yang sesuai aturan yang boleh dibawa mudik baik kelengkapan surat maupun jumlah penumpangnya. Jika aturan dijalankan dengan tegas, disinilah perbaikan akan dimulai.

Saya sangat respek dan memberikan acungan jempol kepada PT KAI yang telah meninggalkan paradigme lama ke paradigme baru. Meninggalkan sistem lama yang penuh korupsi dan kolusi ke sistem baru yang  bersih. Kekhawatiran tentang ke gaptekan sebagian masyarakat kita tidak menjadikan PT KAI mundur dalam menerapkan sistem ini. Sistem pembelian ticket online dan pemeriksaan ketat ticket  menjadikan calo terputus mata rantainya. Belum sempurna namun perbaikan significant sangat jelas terlihat. Tidak ada penumpang yang berdiri. Tidak ada copet, Pengamen,  dsb. Tidak ada tumpukan dan desakan ribuan  penumpang yang menjadikan stasiun sebagai sebuah tempat pengap, kotor, jorok dan jauh dari kebersihan. Dan ternyata ini bisa dilakukan. Masyarakat sedikit demi sedikit bisa di edukasi dengan online sistem. Tinggal bagaimana masyarakat mengatur jadwal kepulangannya, mereka bisa beli secara online dirumah, berbagai mini market atau tempat lainnya. Kita juga bisa melihat tempat duduk mana yang masih kosong hanya dengan didepan komputer kita. Kita bisa print sendiri ticket kita di stasiun. Bagi yang tidak mau repot atau masih ragu tinggal datang ke minimaket atau tempat pembelian ticket online.Disana akan dijelaskan karena penjual juga akan memperoleh keuntungan dari penjualan ticket nya.

Sebagai pengguna kereta lebih dari 20 tahun, setelah kenyang dengan bau pesing toilet, capai nya berdiri ,full pengap dan panas, dengan para perokok yang tidak tahu diri,dan para pengamen yang kadang bikin takut, kini kenyamanan kereta bisa kita rasakan. Kita bisa berbangga dibandingkan dengan beberapa negara berkembang lain yang sama sama mengerikan dalam per kereta apian, setidaknya rasa nyaman itu jauh terasa dibandingkan dengan 10 - 20 tahunan yang lalu. Saya sempat merasakan bekerja sebagai petugas kebersihan kereta / OTC ( On Trip Cleaning ) walau sebentar   saya sehingga setidaknya sangat faham perbedaan antara kereta ekonomi, bisnis dan eksekutif. Kini perbedaan yang sangat jauh tidaklah kembali dirasakan, karena tidak ada tempat lagi untuk berdiri di semua kelas  dari ekonomi-Executive.

Jika PT KAI bisa membangun sistem dari yang dulu amburadul dan penuh kebocoran ke sistem yang lebih baik, mengapa transportasi lain masih jalan ditempat atau jalan terlalu pelan ? Angkutan umum ( BIS, Angkot  dsb)  dihampir semua daerah punya masalah dengan sistem yang belum jalan dan infrastruktur yang masih amburadul. Berhenti sembarangan,Tarif yang tidak sesuai ketentuan, Keamanan yang tidak memadai, Banyaknya sopir tembak dsb. Aturannya ada tapi pelaksanaan dari aturan tersebut amburadul.

Belum sempurna, namun ada perbaikan yang significant utamanya untuk kereta api jarak jauh. Kereta api dalam kota, Jabodetabek walau sudah lebih baik namun masih perlu banyak perbaikan. Jika sistem angkutan umum lain ( Bis, Angkutan Kota dsb ) saya kasih scor 4 dari skala 1-10,rasanya  Kereta api saya bisa  berikan nilai 7. Mudik kali inipun terasa nyaman bagi saya dengan berangkat naik kereta kelas ekonomi dan pulang dengan kelas bisnis. Sama sama enak ternyata. Bisa tidur :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun