Mohon tunggu...
Darmin Hasirun
Darmin Hasirun Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Agar Menjaga Nalar Sehat

Saya hobi menulis, menganalisis, membaca, dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Terpasung Konstitusi

12 November 2023   11:32 Diperbarui: 12 November 2023   11:39 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hadirnya para hakim Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) RI dalam konstelasi politik nasional memberikan kecemasan dan harapan bagi pihak pro dan kontra atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang usia minimal calon Presiden dan calon Wakil Presiden RI yang memperbolehkan usia di bawah 40 tahun menjadi calon presiden atau wakil presiden RI.

Penantian putusan tiga hakim  MKMK yang terdiri atas Wahiduddin Adams, Jimly Asshiddiqie, dan Bintan R. Saragih membuat suasana kebatinan para aktor politik nasional terbelah, ada yang berharap Gibran batal sebagai calon wakil presiden dengan alasan putusan MK cacat hukum karena ketua MK melanggar kode etik hakim dan ada pula yang menginginkan sebaliknya yaitu keputusan MKMK tidak mempengaruhi posisi Gibran sebagai calon wakil presiden karena alasan putusan MK sudah final dan mengikat sebagaimana yang telah diatur dalam UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pasal 10 ayat 1 yang berbunyi MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD NKRI tahun 1945.

Pada hari Selasa tanggal 7 November 2023 merupakan momen penting diputuskannya hasil sidang kode etik majelis hakim MK yang diketuai oleh Jimly Asshidique di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK yang tertuang dalam putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 memutuskan bahwa Ketua MK Anwar Usman sebagai hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran kode etik sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan. Alhasil, MKMK memberhentikan Hakim Konstitusi Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.

Mendengarkan putusan tersebut sempat para penuntut umum dan pihak yang kontra merasa gembira dan bertepuk tangan karena tuntutan mereka diterima dan dugaan pelanggaran kode etik terbukti secara sah tetapi setelah disimak dengan baik dan seksama dalam tempo yang sesingkat-singkatnya ternyata putusan MKMK tidak memecat Anwar Usman dari hakim MK.

Boleh jadi para hakim MKMK takut akan dituntut balik jika Anwar Usman dipecat dari hakim MK, lebih gawat lagi putusan MKMK sangat beresiko menabrak UU Mahkamah Konstitusi yang membuat semakin kacau kondisi perpolitikan di tanah air, maka keputusan yang dibuat harus mengambil jalan tengah agar menghindari gesekan politik yang semakin kuat.

Putusan MKMK di atas secara politik masih dalam kategori putusan setengah hati dan masih aman bagi hakim Anwar Usman meskipun secara psikologi batin beliau merasa terpukul dan tertekan sehingga tidak terima keputusan tersebut karena dianggapnya sebagai fitnah yang amat keji dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum. Disisi lain putusan MKMK tidaklah berdampak signifikan terhadap pembatalan Gibran sebagai calon Wapres.

Pihak kontra yang selama persidangan sangat bersemangat berubah seakan hambar mendengarkan putusan MKMK karena sama saja membuang-buang tenaga, waktu dan pikirannya hanya ingin mengejar harapan yang tidak kesampaian. Para aktor politik lainnya berharap MKMK dapat mengagalkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang berimplikasi pada Keputusan KPU RI untuk mengagalkan Gibran berpasangan dengan Prabowo Subianto dalam Pemilu 2024 tetapi semua harapan itu pupus karena putusan MK sudah final dan mengikat. Artinya mau tidak mau, senang tidak senang semua penyelenggara Pemilu baik KPU RI,  BAWASLU maupun DKPP harus melaksanakan putusan MK tersebut.

Sangat disayangkan putusan MK yang menimbulkan reaksi penolakan dari berbagai kalangan hanya berujung pada hasil yang setengah hati, oleh karena putusan lembaga MKMK hanya bisa menjatuhkan hukuman kepada perilaku para hakim yang melanggar kode etik tetapi tidak bisa membatalkan putusan MK.

Kini tinggal menunggu keputusan rakyat Indonesia sebagai ujung tombak penegakan demokrasi dalam menentukan Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun