Mohon tunggu...
Darmin Hasirun
Darmin Hasirun Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Agar Menjaga Nalar Sehat

Saya hobi menulis, menganalisis, membaca, dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hakim Mahkamah Konstitusi "Masuk Angin"?

18 Oktober 2023   06:26 Diperbarui: 18 Oktober 2023   07:38 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Drama politik tanah air telah merasuki lembaga yudikatif dengan dikabulkannya gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/ terkait usia minimal calon Presiden dan calon Wakil Presiden RI. Di dalam putusan tersebut Ketua MK Anwar Usman membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi Gubernur, Bupati atau Walikota. Artinya pasal 169 huruf q UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak berlaku lagi karena telah digugurkan oleh keputusan MK dengan memperbolehkan usia di bawah 40 tahun menjadi calon presiden atau wakil presiden.

Dikutip dari laman berita resmi website MK (senin,16 Oktober 2023, 18.16 WB) menyebutkan “Tiga hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda, yakni Wakil Ketua MK Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adam. Ketiganya menilai seharusnya Mahkamah menolak permohonan Pemohon”. Sementara dua hakim yang mengabulkan permohonan yaitu Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh. Begitupula Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman dan hakim konstitusi M. Guntur Hamzah menerima gugatan penggugat dengan alasan demi mewujudkan partisipasi dan calon-calon yang berkualitas dan berpengalaman.


Jelas keputusan MK di atas membuka babak baru demokrasi pasar bebas dalam Pemilu, terasa konyol dan aneh karena telah membuat suasana politik sekarang menjadi tidak stabil, pada akhirnya semua keputusan diserahkan pada rekomendasi partai dan pilihan rakyat tanpa mempertimbangkan batas usia. Keputusan ini juga membuka peluang besar bagi Gibran Rakabuming untuk menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto. Ini adalah skenario yang sudah dibaca jauh-jauh hari oleh publik terkait upaya memaksakan Gibran menjadi wakil presiden.


Para hakim dari lembaga MK yang dianggap sebagai panglima Guardian of Constitution diduga masuk angin dengan diloloskannya gugatan yang membolehkannya usia di bawah 40 tahun menjadi presiden atau wakil presiden, seharusnya mahkamah konstitusi tidak boleh bermain-main dalam ranah politik praktis yang berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap netralitas lembaga ini.


Sangat disayangkan lembaga MK yang terhormat diracuni oleh hakim yang tidak mempunyai integritas dan independensi kuat sehingga mudah dipengaruhi oleh bujukan-bujukan dari elit politik, meskipun para hakim mempunyai argumentasi mengenai dasar hukum dibolehkannya usia 35 tahun menjadi presiden atau wakil presiden RI.


Teringat dengan apa yang diungkapkan oleh Ronald Dworkin, filsuf dan ahli hukum yang mengatakan bahwa Law is The Art of Interpretation artinya hukum adalah seni berintrepretasi, oleh karena itu hukum itu sifatnya netral tergantung siapa yang menafsirkan pasal dan ayat di dalam hukum itu sendiri. Jika yang menafsirkan adalah seorang penjahat, maka dia akan mendapatkan celah hukum untuk mencari pembenaran atas perbuatannya, sebaliknya bila orang baik menafsirkan hukum, maka akan mendapatkan dalil dari kebenaran pada dirinya.


Sebenarnya di atas hukum masih ada etika yang menjadi roh dan petunjuk dalam merumuskan dan mengintrepretasikan hukum itu sendiri, jika hukum meniadakan etika boleh jadi hukum hanya dijadikan alat melanggengkan kekuasaan para oligarki yang jauh dari rasa keadilan bagi seluruh rakyat. Kondisi inilah yang sangat memprihatikan ketika rakyat butuh keadilan dari keputusan para hakim, tetapi harapan itu dicederai oleh hakim - hakim yang tercemari politik praktis.

Banyak yang menyesalkan keputusan hakim sekaliber Mahkamah Konstitusi bisa dicawe-cawe oleh kepentingan kekuasaan eksekutif, padahal lembaga ini sudah menjadi cermin penegakan hukum di tanah air. Lalu bagaimana pula dengan para hakim yang berada di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi? Tentunya hal ini mengundang persepsi dari rakyat bahwa hakim di tingkat tertinggi saja sudah masuk angin apalagi para hakim tingkat bawah, maka tidaklah salah publik yang menilai hukum di Indonesia sedang berada diujung tanduk karena para hakim di lembaga pengadilan mudah diintervensi oleh permainan elit politik bahkan para hakim ikut bermain dalam jual beli hukum demi memuluskan hasrat para oligarki.


Harusnya ditengah panasnya suhu politik nasional sekarang, para hakim di MK lebih menciptakan suasana yang kondisif, dan terlepas dari berbagai kepentingan para penguasa karena ada yang lebih berharga yaitu kepentingan keadilan dan kebenaran yang dijunjung tinggi. Hal ini jauh berbeda dengan keputusan hakim MK yang meloloskan ambang batas umur calon presiden dan wakil presiden demi memuluskan lobido politik orang-orang yang mengejar kekuasaan tanpa memikirkan nasib bangsa dan negara, mereka dipaksakan dicalonkan sebagai presiden atau wakil presiden, pada akhirnya pemerintah berjalan tertatih-tatih sebab harus memikul beban yang sangat berat sementara badan dan pikirannya tidak mampu melakukannya.


Peran Presiden dan Wakil Presiden bukanlah perkara gampang apalagi negara-negara di dunia sekarang lagi berkecamuk dengan berbagai perang baik perang dagang internasional maupun perang militer yang berpotensi melahirkan perang dunia ke-3. Belum lagi berhadapan dengan utang negara yang sudah membumbung tinggi, masalah terorisme, perebutan batas wilayah, kemiskinan, pengangguran, kelangkaan bahan bakar minyak, pemanasan global, cyber crime, kedaulatan negara dan masih banyak lagi yang dianggap penting dalam menjaga kedamaian dunia, serta mensejahterakan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun