Mohon tunggu...
Darmawan Sigit
Darmawan Sigit Mohon Tunggu... -

Bea Cukai, author, dan observer hipnosis budaya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

"Menjinakkan" Bea Cukai ala Pak Harto

8 November 2012   08:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:46 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inpres No. 4/1985 adalah sekelumit drama sejarah nasional yang tak banyak diketahui orang. Ali Wardana, Menko Ekuin saat itu yang namanya kemudian diabadikan sebagai nama kampus STAN Jurangmangu, mengatakan bahwa Inpres No.4/1985 merupakan perombakan total dari sistem angkutan laut yang berlaku sebelumnya. Tujuan besarnya adalah meningkatkan kelancaran arus barang dan menurunkan ekonomi biaya tinggi. Arus barang pada masa itu dianggap nggrandet dan berbiaya tinggi karena banyaknya prosedur dan biaya (baik resmi maupun tidak), yang kebetulan kewenangannya hampir semua dipegang Bea Cukai. Untuk pengangkutan antar pulau saja, diperlukan ketentuan di antaranya Pemberitahuan Muat Barang Antar Pulau (AVI) dan Surat Fiskal Antar Pulau, dengan biaya yang bervariasi. Untuk ekspor dan impor dilakukan pemeriksaan dan pengenaan prosedur yang disebut terlalu rumit dan harus melalui “banyak meja”. Gairah ekspor dinilai menjadi terlalu lesu dan harga industri dalam negeri melonjak karena tergantung pada bahan baku impor. Kasarnya, Bea Cukai saat itu dianggap terlalu asyik dengan kewenangannya, yang kemudian (kewenangan tersebut) dipotong melalui Inpres ini. Dengan Inpres tersebut, Bea Cukai:

  1. hanya boleh memeriksa barang ekspor saat terdapat kecurigaan akan ekspor barang larangan dan atau terkena pajak ekspor saja;
  2. tidak memeriksa dan tidak menghitung bea masuk, tetapi langsung menyetujui pengeluaran barang dagang impor yang telah lengkap dokumennya; kecuali nilainya di bawah USD 5.000.
  3. tidak lagi memeriksa, memberi izin, dan mengawasi pengangkutan barang antar pulau, seiring ketentuannya yang juga ditiadakan.

Langkah Presiden Soeharto saat mengeluarkan Inpres ini dianggap teramat berani. Diperkirakan akan muncul resistensi yang besar. Bahkan, menurut salah satu saksi mata, terdapat potensi perlawanan (bersenjata) dari aparat Bea Cukai yang merasa mendapat ketidakadilan. Untuk mengantisipasi, Inpres tersebut juga ditujukan kepada Panglima ABRI/Pangkopkamtib yang secara khusus diminta untuk mengamankan situasi (sebagai catatan, Presiden mengeluarkan Inpres ini sebagai Kepala Negara, bukan Kepala Pemerintahan sebagaimana saat mengeluarkan Peraturan Pemerintah). Panglima ABRI saat itu, Jenderal L.B. Moerdani, menindaklanjuti Inpres tersebut dengan memberikan amanat khusus pada upacara bendera di Mabes ABRI, 17 April 1985. Dalam naskah amanat itu, Jenderal Moerdani menyebut potensi perlawanan tadi sebagai “kerawanan dan hambatan non-ekonomi”. Beruntung situasi kemudian berangsur pulih kembali. Yang tersisa kemudian hanya efek psikologis secara massif. Tidak sedikit Bea Cukai yang kemudian hanya berdiam diri di rumah. Sebenarnya ini adalah model yang bisa diterapkan oleh pemerintah manapun untuk mengendalikan birokrasi yang dianggap sudah berlebihan. Referensi: BeaCukai.net

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun