Sebagai warga Indonesia yang berdomisili di Sulawesi-Selatan (Sulsel) saya termasuk orang yang tak nyaman menjawab pertanyaan “sudah pernahkan ke Toraja, Bira, Malino, Selayar, dst (menyebut nama-nama tempat populer di Sulsel)” jika pertayaan itu harus saya jawab ‘belum’ apa lagi jika yang mengajukan pertanyaan warga yang berdomisili di luar Sulsel. Rasa tak nyaman akan semakin berat jika pertayaan itu di ajukan warga dari negara lain.
Sejak kecil saya punya mimpi mengunjungi seluruh wilayah, minimal kabupaten, di Sulsel termasuk yang menjadi wilayah yang menjadi bagian dari Sulawesi Barat saat ini. Hingga tahun 2013 Selayar menjadi satu-satunya kabupaten yang belum saya kunjungi di Sulsel. Kisah tentang perairannya, gurita raksasa penjaga selatnya, buah kelapa, dan jeruknya yang khas telah menjadi bagian yang tumbuh dalam diriku sejak masa kanak-kanak.
Hingga untuk pertamakali saya menginjakkan kaki di Pulau Selayar (18/11/2013), setelah hidup 37 tahun di Sulsel. Tapi saya masih berbangga, sebab saya tahu pasti masih banyak warga Sulsel lain yang belum berkunjung ke sini. Saya tahu pasti, ribuan, ratusan ribu, bahkan lebih warga Sulsel lain menyimpan mimpi dapat mengunjungi Cedaya, Silajara, Silayara, Silaiyara, atau Selayar namun mimpi itu belum bisa mereka wujudkan.
Selain mewujudkan mimpi, kedatangan saya untuk pertama kali ini untuk menunaikan mandat lembaga (The Gowa Center) menemukan warga luar biasa dari berbagai aktifitas di berberapa wilayah termasuk yang ada di Tanah Doang. Mereka mungkin ibu rumah tangga, penunggang ombak, pencari kenari, penanam kelapa, pejaga jeruk, kader pemberdayaan warga, relawan posyandu, atau dia seorang kepala desa. Siapa saja yang menjawab tantangan yang dihadapi dengan mengoptimalkan aset-aset lokal. Siapa saja yang mendorong serta memberi ruang dan peluang pada warga miskin, marginal, pemuda, dan perempuan agar berperan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan di wilayah mereka.
Sehari di sini saya telah menemukan informasi baru tentang Cedaya, nama selayar dalam Negarakertagama. Data baru bagi saya tapi sudah menjadi kenyataan lama di sini.
Tahukah Anda Selayar dan gugusan pulau yang menjadi wilayah administratifnya bukan lagi bernama Kabupaten Selayar tapi telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2008 menjadi Kabupaten Kepulauan Selayar.
Tahu Anda selain Gong Nekara dan Taman Nasional Taka Bone Rate yang masyhur itu, disini Anda akan menemukan banyak pohon Kenari (Canarium indicum) dimana inti buahnya dijadikan tenteng, makanan populer di Sulsel dengan bahan kacang dicampur gula (pasir atau merah), disini juga banyak pohon Melinjo (Gnetum gnemon) dimana bijinya ditumbuk jadi emping, serta jangkar raksasa. Tahukah Anda kabupaten Kepulauan Selayar berulang tahun tanggal 29 Nopember dihitung sejak tahun 1776 didasari atas tahun yang tertulis pada sebuah pedang yang saat ini ada di Gantarang sebagai penanda waktu masuknya Islam. Tahukah Anda di perairan Selayar terdapat banyak situs harta karun berisi benda-benda antik peninggalan pelayaran berabad-abad silam?
Dan tahukah Anda, disini masih dengan mudah melihat atap teba atau cippe atap bangunan (rumah dan lumbung) yang terbuat dari bambu Parri. Informasi ini menjadi awal baik menemukan fakta-fakta lain di Cilea nama yang berikan orang Spayol pada pulau yang melitang ke seletan diujung bawah huruf K Sulawesi ini.
Di hari pertama kedatangan saya juga telah sukses mengumpulkan informasi orang-orang biasa yang menjadi champion, sebagai pelengkap data yang telah ada, untuk saya temui dan wawancarai, serta nama kampung dan lokasi tempat-tempat yang akan saya kunjungi untuk didokumentasi.
Semoga hari-hari selanjutnya menemukan lebih banyak informasi, data, dan fakta baru sehingga besok lusa jika ada yang bertanya ‘pernahkan Anda ke Selayar?’ maka saya akan menjawab ‘sudah’ bukan hanya dengan mantap tapi dengan mata berbinar. Karena selain bisa bercerita tentang tanah ini saya bisa menyampaikan kisah-kisah inspiratif tentang mereka. Semoga setelah mendengar atau membaca kisahnya, energi Anda semakin kuat untuk mewujudkan mimpi menemui lambaian nyiur dan pesona pasir putih yang setia menjaga pantai-pantai di Silayara (nama yang kami berikan).
Semoga suatu hari Anda diberikan rezki ikut merasakan sensasi mengunjungi pulau ini. Sungguh sensasinya telah terasa sejak memasuki pintu gerbangnya, saat kapal fery yang berangkat dari pelabuhan Bira mulai merapat di Pamatata pelabuhan di Selayar. Dari atas fery kita sudah akan melihat hamparan pantai berpasir putih tidak jauh dari dermaga. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H