"Ah, sudah Senin pagi lagi," berkeluh sesaat mematikan alarm HP. Masih berselimut kantuk dan malas, segera beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu.
Padahal 10 jam sebelumnya saat bercakap dengan istri via telepon, terselip ucapan, "Kepengen segera Senin pagi ah." Setelah cukup dua hari libur akhir pekan yang diisi dengan membaca, menulis, melihat dan mendengar beberapa channel pilihan di youtube, mencuci, dan beres-beres kamar, sudah waktunya siap menyambut Senin pagi dengan full battery.
"Ah, secepat itu mood berubah."
Sejenak bergulat, "Apa hari ini saya bekerja dari rumah saja ya?, mengambil giliran Work from Home (WFH). Tapi nanti mau ngapain di rumah? Takutnya malah justru makin nambah bad mood-nya."
Sembari terus bergulat, dicoba olah raga ringan yang biasa pagi dan sore lakuan. Dalam 15 menit olah raga masuk bisikan putih bernada klise menyerang, "Ingat, banyak orang di sana yang menginginkan pekerjaan kamu. Banyak-banyak bersyukur masih diberi hidup dan sehat pagi ini." Sigap bisikan hitam menangkis, "Ah quote basi, banyak orang-orang di sana kerjanya enak, gak jauh dari istri-anak mereka, ngumpul terus. Gak kayak saya sering jauhnya ama istri-anak. Sampe kapan saya hidup model gini?"
Geram ditangkis serangan pertamanya, bisikan putih kembali menyerang, "Eh, masing-masing orang punya waktu dan rejekinya. Lagian kamu sendiri kan yang milih kerja di institusi ini? Kalo pengen bahagia lewat syukur, jangan keseringan bandingin hidup orang yang terlihat lebih senang dari kita. Bayangkan wajah istri dan anak-anak kamu sekarang, mereka sehat dan bahagia, kan? Tapi kalo mereka lihat kamu malas-malasan, gak semangat kayak sekarang, berani kamu bayangin wajah-wajah mereka?"
Lima belas menit terakhir olah raga, keringat mengucur membantu membenamkan bisikan hitam yang hanya sanggup mengeluarkan satu jurus di pagi itu. Guyuran air segar seakan makin membenamkan bisikan hitam.
Santai pasang atribut pangkat, jabatan, dan lambang institusi di seragam yang semalam diambil dari laundry, "Betul juga, susah payah saya mendapatkan dan mempertahankan seragam ini, walau sebenarnya bukan pilihan utama saya. Saya kan gak enak aja waktu itu lihat bapak kepengen banget saya jadi pegawai negeri."
Sekelebat bisikan putih menyerang kembali dengan jurusnya yang ketiga, "Eh kamu tuh ya ... susah bener disadarkannya. Waktu itu bapak kamu kan gak maksa kamu milih kuliah di sekolah pemerintah yang gratis itu, pilihan kan dibalikan ke kamu sendiri. Gimana sih? Selalu aja ngungkit-ngungkit masalah itu. "
"Lagian, emang kamu bisa apa selain kerja di institusi ini? Emangnya ada pilihan lain? Macam orang pintar aja kamu nih."
Makjeb memang jurus ketiganya, mae geri yang dilancarkan bisikan putih tepat kena di ulu hati. Tubuh ini terhuyung beberapa langkah sambil memegangi ulu hati yang nyeri dan sesak, jatuh tak berdaya, menyerah.