Mohon tunggu...
Aditya Darmasurya
Aditya Darmasurya Mohon Tunggu... lainnya -

Seorang WNI aja...^bingung mau bilang apa^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tugu Kebangkitan Nasional, Tugu Pergerakan yang Terlupakan

19 Mei 2011   18:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:27 2849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampak gambaran sebuah tugu berbentuk lilin pada logo Pemkot Surakarta

Tahukah Anda bahwa Solo merupakan kota pergerakan dan Keraton Surakarta-lah yang menggerakkannya?

Banyak yang skeptis akan peran Solo (dan juga Keraton Surakarta) dalam mewujudkan kemerdekaan NKRI maupun dalam mempertahankannya. Bahkan, masyarakat Solo sendiri pun kebanyakan kurang tahu sejarah kotanya sendiri dan terkadang ikut-ikutan meremehkan Keraton Surakarta. Sayang sekali, padahal pada logo Kota Surakarta terpampang jelas gambaran sebuah tugu berbentuk lilin, itulah Tugu Lilin, tugu Kebangkitan Nasional yang dibangun dengan penuh perjuangan.

[caption id="" align="aligncenter" width="281" caption="Tampak gambaran sebuah tugu berbentuk lilin pada logo Pemkot Surakarta. Sumber wikipedia.org"][/caption]

Memang, Budi Utomo (1908) merupakan sebuah organisasi pergerakan yang berbasis pada budaya jawa, para pemimpinnya pun saat itu kebanyakan dari golongan "priayi" kalau bukan dari golongan berpendidikan. Berpindahnya kedudukan pengurus pusat BU ke Solo menjadi bukti keaktifan keraton Surakarta dalam memimpin pergerakan. Beberapa diantaranya Dokter Rajiman Widyodiningrat menjadi ketua periode 1908-1911, Suryosuparto (kemudian menjadi Mangkunagoro VII) ketua 1915-1916, serta Pangeran Woerjyaningrat yang menjadi ketua 1916-1921, 1923-1925, dan 1933-1935.

Pada tahun 1928, Budi Utomo memutuskan bergabung dengan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), suatu federasi partai-partai politik Indonesia yang terbentuk atas prakarsa PNI Sukarno.

Terjadi perubahan pada Budi Utomo saat konggres di Batavia tahun 1931 dimana dibuka keanggotaan untuk "semua orang Indonesia". Ejaannya pun diganti dari Budi Utomo menjadi Budi Utama. Perubahan Budi Utomo yang lebih nyata terjadi di Surakarta, dimana konferensi pimpinan pusat di Solo tahun 1932 menyatakan tujuan dalam anggaran dasar Budi Utomo berubah dari "perkembangan harmonis negeri dan rakyat Jawa dan Madura", menjadi demi "Indonesia Merdeka."

Konon, pada akhir bulan April 1933, PPPKI yang mengadakan rapat di Solo bersepakat hendak mendirikan tugu di Solo, guna memperingati 25 tahun kebangkitan nasional (berdirinya Budi Utomo). Organisasi-organisasi yang tergabung dalam PPPKI mengumpulkan iuran, lalu membentuk panitia yang terdiri atas tujuh orang. Panitia itu diberi nama Comite Tugu Kebangsaan, diketuai oleh Mr. Singgih, sementara ketua Budi Utomo saat itu adalah Pangeran Woerjaningrat dari Keraton Surakarta. Pangeran Woerjaningrat diserahi tugas membangun monumen sejarah pergerakan tersebut.

Rencana pendirian tugu tersebut hendak dirahasiakan dari Belanda. Rencananya peletakan batu pertama tugu tersebut akan dilaksanakan pada bulan Desember 1933 di kota Solo bertepatan dengan konggres PPPKI, namun ternyata residen Belanda, M.J.J. Treur mengetahui hal itu dan tidak menyetujuinya. Pada mulanya tugu tersebut akan dibangun di daerah Purwosari, Solo, namun tidak diizinkan. Kemudian letaknya dipindah ke Panggung Jebres karena dekat dengan jalan masuk ke Surakarta dari timur, tetapi hal tersebut juga ditolak Belanda. Lalu ijin lokasi di Ngapeman tengah kota Surakarta juga tidak dimungkinkan karena juga ditolak Belanda.

Pangeran Woerjaningrat, yang juga Ketua Neutraal Onderwijs atau sekarang lebih dikenal sebagai Yayasan Perguruan Murni di Solo, mempunyai gagasan membangun monumen di tanah milik yayasan yang diketuainya di daerah Penumping, Solo. Dia pun meminta restu pendirian tugu tersebut kepada Pakubuwono X, Susuhunan Keraton Surakarta karena tanah yang dipergunakan berada di bawah kekuasaan Pakubuwono X. Pakubuwono X yang mengetahui maksud dibalik penndirian tugu tersebut merestui pendirian tugu tersebut. Berita ini akhirnya terdengar oleh Geburnur Jenderal Hindia Belanda di Batavia. Maka Pakubuwono X pun diundang oleh Guberneur Jenderal B.C. de Jonge ke Batavia untuk menghentikan pendirian tugu itu, dengan maksud memadamkan semangat pergerakan di kalangan pribumi. Akan tetapi, Paku Buwono X tidak menanggapi hal itu dan tetap mendukung pendirian tugu tersebut di Penumping, Solo.

[caption id="" align="aligncenter" width="502" caption="Sunan Paku Buwono X mendukung pergerakan kebangsaan. (foto koleksi Tropen Museum)"]

Sunan Paku Buwono X mendukung pergerakan kebangsaan. (foto koleksi Tropen Museum)
Sunan Paku Buwono X mendukung pergerakan kebangsaan. (foto koleksi Tropen Museum)
[/caption]

Rencana pembangunan monumen pun dilanjutkan. Ada tiga rancang bangun pada waktu itu. Akhirnya desain Ir Soetedjo yang terpilih, karena isi dan maksud dalam desain tersebut sesuai dengan cita-cita dan cocok dengan realitas saat itu. Pelaksanaan pembangunan monumen dipercayakan pada RM Sosrosaputro. Direncanakan, setelah pembangunan tugu rampung akan diresmikan dengan upacara kenegaraan, bertepatan dengan Kongres Boedi Oetomo sekaligus Konferensi Perserikatan Partai Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) di Solo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun