Mohon tunggu...
Aditya Darmasurya
Aditya Darmasurya Mohon Tunggu... lainnya -

Seorang WNI aja...^bingung mau bilang apa^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cagar Budaya hanya Dilihat Fisik Saja, Penghancuran Saripetojo Dilanjutkan

17 April 2012   14:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:30 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penghancuran Saripetojo Dilanjutkan (pic bemfisipuns.files.wordpress.com)

Penghancuran Saripetojo Dilanjutkan (pic bemfisipuns.files.wordpress.com)

Saripetojo akhirnya hanya dianggap sebagai bangunan yang tidak memiliki pengaruh apa-apa bagi dinamika sejarah kota Solo. Sebuah onggokan bangunan “ngotak” tanpa arti. Buktinya, perobohan Saripetojo dilanjutkan, dulu rencana akan dibangun mal, sekarang dirobohkan untuk dibangun hotel (Joglosemar,17/04).

hanya rumah dinas direktur yang dipertahankan,bangunan pabriknya dianggap gudang tidak bernilai, (pic http://peradaband.blogspot.com)
hanya rumah dinas direktur yang dipertahankan,bangunan pabriknya dianggap gudang tidak bernilai, (pic http://peradaband.blogspot.com)
hanya rumah dinas direktur yang dipertahankan,bangunan pabriknya dianggap gudang tidak bernilai, (pic http://peradaband.blogspot.com)

Bangunan yang disisakan hanyalah rumah dinas yang bergaya kolonial, sementara bangunan pabriknya akan dihancurkan total. Saya menyayangkan bagaimana rekomendasi dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Purbakala Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan tim cagar budaya Jawa Tengah hanya melihat suatu cagar budaya dari segi estetika dan fisik saja. Adalah seorang dosen arsitek bernama Prof Eko yang menjadi ketua Tim Independen bentukan Pemprov Jateng tersebut. Beliau berkata, yang seolah-olah hanya mementingkan bagian fisiknya saja, “Bentuk bangunannya hanya seperti gudang saja. Tidak memiliki ornamen yang unik."

Mari kita cermati definisi Cagar Budaya menurut UU no 11 tahun 2010 :

"Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan."

Kriteria Cagar Budaya pada pasal 5 disebutkan bahwa :

Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:

a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;

b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;

c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan

d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Yang menjadi masalah pada Saripetojo adalah bentuk bangunan asli pabrik yang dibangun tahun 1888 yang sudah tidak ada lagi. Pada tahun 1953 sempat terbakar kemudian dibangun lagi tahun 1959 sampai akhirnya selesai pada tahun 1969 dengan ditambah beberapa renovasi pada tahun 1970-an. Namun, selama kurun waktu tersebut, Saripetojo, dengan berragam perubahannya, telah menjadi ikon dinamika kota Solo. Letaknya yang dekat dengan stasiun Purwosari menjadi penanda bagaimana kemajuan industri telah ada di kota Solo pada abad ke-19. Keberadaannya pun juga mengingatkan generasi sekarang bagaimana perkeretaapian tanah air tak lepas dari perkembangan industri. Es waktu itu dibutuhkan untuk mengawetkan bahan-bahan pangan selama ditranspor dalam perjalanannya dengan kereta api. Saripetojo pun berperan pula dalam menghidupi masyarakat Solo Raya saat dinasionalisasi pada zaman revolusi fisik dulu.

Sayang sekali, tim cagar budaya Jawa Tengah yang diketuai Prof Eko, dan besar kemungkinan juga pihak Dirjen Kemndikbud, hanya melihat Saripetojo sebagai gudang! Untuk dosen arsitek itu, saya mau berkata "Pak, namanya saja pabrik bukan villa, bukan mansion, bukan istanayang pakai lengkung-lengkung ala Eropah! Ya bentuknya ya gitu, ngotak!". Walaupun Anda bukan orang Solo, walaupun Anda arsitek, tetapi tugas Anda sebagai tim "pelestari" cagar budaya hendaknya tidak hanya melihat dari segi bangunan fisiknya saja. Apakah tidak terbersit sedikitpun pemikiran bagaimana dampak dihancurkannya bangunan itu?  Apakah Anda tidak bisa melihat out of the box, tidak serta merta melihat cagar budaya dari ornamen-ornamennya, tapi juga dari latar belakang dan manfaatnya bagi penguatan jati diri bangsa? Apakah profesi Anda sebagai arsitek membutakan mata Anda untuk melihat dari persepktif yang lebih luas? Sudah pengelolaannya dari Pemprov Jateng tidak becus hingga akhirnya membangkrutkan pabrik berusia 123 tahun itu, masih ditambah  dengan rencana dihancurkannya pabrik itu oleh Pemprov Jateng pula. Sungguh bertanggung jawab sekali.

Bagaimanapun juga, bangunan itu perlu dilestarikan, boleh lah dimanfaatkan, tetapi jangan sampai menghancurkannya. Apa yang akan kita ceritakan kepada generasi mendatang? Apa bukti-bukti sejarah yang akan kita wariskan kepada generasi mendatang sehingga mereka ingat dan belajar dan menghargai warisan budayanya sendiri? Apakah generasi mendatang akan dibiarkan hanya mengenal hotel bertingkat dan mal?

Saripetojo memang miskin ornamen, tidak ada lengkung-lengkung pahatan bunga bak istana, layaknya sebuah gudang berbentuk kotak tak bernilai estetika. Namun, sejarahnya, nilai budaya di baliknya, pesan-pesan yang disimpannya, mempunyai nilai yang tinggi yang layak dan harus dilestarikan untuk penguatan jati diri bangsa dan masyarakat Solo pada khususnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun