Mohon tunggu...
darmansjah godjali
darmansjah godjali Mohon Tunggu... -

Mendengarlah dengan hati, melihatlah dengan kearifan, bertindak dan berperilakulan benar kalau memang itu benar adanya. Labirin kehidupan dalam nalar dan logika.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Tour De Prison

17 November 2010   02:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:33 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12899609351257693245

Tour de Prison oleh Darmansjah [caption id="attachment_73340" align="alignleft" width="267" caption="lapas sukamiskin - bandung"][/caption] Tatkala pendaran cahaya matahari pagi menyingkap kegelapan malam Jakarta yang pengap dan gelisah, aku sempat berpikir , kemana angan ini akan melangkahkan pikiran membawa jauh ke destinasi wisata yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Selama hembusan nafas yang masih bisa di sukuri akan kehadiran si Aku yang siap berkelanan dalam ranah halunsinasi manusia dengan kefanaannya, nafsu nya yang masih ada. Pernah merasakan kegemilangan reformasi China dalam menata dan mengelola obyek-obyek wisata nya yang dapat menghasilkan dollaran , sebagai daya upaya mereka memberikan yang terindah, terawat baik, kenyamanan akan suatu avontur bagi pengagum keteraturan dalam sebentang jualan tempat-tempat yang dapat diceracap hanya dengan rasa akan kekaguman akan sebuah lukisan alam seperti Quilin, HanngChou, Beijing, di belahan utara daratan China, lalu berlabuh kembali sampai ke Selatan yang lebih panas ,seperti Shianghai dan Zhen-zhen yang bergelimang dengan keteraturan sebuah City, hingga terhempas di Hongkong beberapa jam saja , tertinggal hanya kemirisan nalar Aku, bahwa Negara Ku tidak akan mampu menelusuri keteraturan seperti itu, bangsa ini terlalu jauh untuk menggapai keadaan serba teratur seperti China yang menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam naungan rezim komunis, Apakah democrat isasi Indonesia masih mampat , tersendat dalam sebuah wacana saja, entahlah? Kembali kedalam pengap dan serba ketidakberdayaan aksi , namun nalar ini masih ingin berkelana dalam ranah perjalanan , membangkitkan keginginan tahu yang mengetarkan bagi si Aku, yaitu suatu perjalanan yang belum ada satu pun biro perjalanan di Indonesia, mengkreasikan angan atau memfokuskan alasan ekonomi sekalipun bahkan memfasilisatorkan fenomena yang mendebarkan hati, yaitu Perjalanan ke "Prison". Referensi dalam lampiran Koran Kompas ,berupa artikel terdiri atas kolom dan baris yang bercerita dari sang jurnalis dalam bentuk narasi atau sebuah data yang sudah diedit sang editor yang memaparkan sebuah kenyamanan sang pembuat, sang pendapat, si empunya sebuah “net work” atau mata rantai bisnis yang mendirikan holding super di Negara tercinta ini, Indonesia. Keelokan sebuah ruang penjara  yang nyaman jauh dari bayangan benak si Aku, yang mengerikan dalam keterkungkuangan fisik, baik berupa penyikasaan ,pelecehan, penganiyaan phisikis maupun fisik. Realitas yang tersandar dalam bentuk laporan sang jurnalis , adalah kenyamanan dalam bentuk kemewahan laksana sebuah Hotel berbintang lima.JW Mariot sepertinya. Seperti Rutan, ya, bukan penjara, dibahasakan seperti itu agar lebih manusiawi; Memanusiawikan manusia yang menetap sementara, entah karena alasan sang penghuni adalah Penipu, Pembunuh,Penculik, pemerkosa hak azasi, pemekorsa sejenis,anak,atau hewan !, atau Penghujat, atau Koruptor atas fasal-fasal KUHAP yang telah didebat dalam sebuah persidangan,dari pembacaan BAP, pengajuan duplik sampai kasasi lengkap dengan perangkat lembaga persidangan dari sebuah opera sabun yang teramat panjang yang membingungkan antara si terdakwa,tetuduh,saksi,Bapak Hakim yang agung ,sang Jaksa sipenuntut dan sang Pembela bak malaikat terbaik, si penulis notulen persidangan atau panitera pengadilan dengan hadirnya wartawan; Rutan Salemba, Rutan Kambangan, Rutan Tanggerang, Rutan Pondok Bambu, Cipinang,laps sukamiskin ,dan masih panjang daftar lapas-lapas yang reputasinya sudah terakses dalam benak banyak orang dewasa, tentunya yang pernah merambah kedalam banyak situs-situs lapas. Bentangan sekilas  ingatan akan sebuah perjalanan menapaki jejak si petualang lapas, tentunya hanya sebatas ingatan akan pesona-pesona orang yang tak dapat berteduh dalam payung naungan hukum, jauh sekali bagi orang-orang ini , karena kemiskinan dan ketidak tahuan serta ketidak mengertian tentang perilaku hokum, tidak jelas apakah ini masuk dalam rute pasal-pasal mana yang harus ditapaki, mereka menjalani tanpa tahu dan mengerti , karena di dorong naluri manusia- homosapiense – yang amat sangat sederhana, atau ada pula si penikmat tour de prison ini yaitu para talenta bejat moral atau pecandu akan kejahatan, atau ada pula si peziarah yang atas dasar kebaikan moral yang terpatri utuh mengenai kebenaran yang harus tetap benar di mata hukum. Masih ingat perjalanan legenda sastra, Pramudya Ananta Tour , yang bertutur singkat  tentang perjalanannya ke Pulau Buru, tanpa mengetahui kenapa ia harus berkelana ke sana. Ah , bentangan singkat ini akan teramat panjang melintas dalam benak, mengikuti keinginan memaparkan betapa absurd mengikuti kelana dalam perjalan ke lapas-lapas di Indonesia , bak situs-situs indah dan menyenangkan untuk di sambangi bagi mereka yang bergelimang uang dari jerih payah mengelabui, memutar balikan , bahkan istilah “canggih” disematkan untuk manusia-manusia seperti Gayus,yang hanya seorang perangkat department lembaga Negara ini, bisa bolak balik menikmati perjalanannya dari lapas mabes/tahanan atap bundar sampai ke Bali,belum lagi para penggiat Konglomerat hitam (istilah Pak Kwik Kian Gie), nah , panjang sekali nanti daftar mahkluk-mahkluk yang kebal dan dapat mempermainkan “hukum” dan "keadilan "bagi sesama. Lepaskan saja, pengelana angan pikiran ini , putus. Tak usah diperpanjang. Jakarta 17 November 2010. Hari- hari masih teramat singkat untuk dinikmati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun