Tahun pertama setelah lulus dari perguruan tinggi, penulis disibukkan dengan mencari pengalaman mengajar dengan membuka les privat mata pelajaran matematika dan fisika.
Namun, penulis juga tetap mencari pekerjaan dengan bertanya dan berusaha mengantarkan lamaran pekerjaan ke satuan-satuan pendidikan pada jenjang SMP dan SMA/SMK.
Hal ini penulis lakukan karena penulis merasa dengan pendidikan terakhir yang penulis dapatkan yakni sarjana pendidikan matematika, maka penulis harus mengajar di jenjang SMP atau SMA/SMK.
Dalam benak penulis pada saat itu adalah bagaimana mengajarkan matematika pada jenjang SMP dan SMA/SMK saja. Sedangkan untuk mengajar di jenjang SD masih jauh dari bayangan penulis karena merasa mengajar di SD itu sangat sulit dengan usia peserta didiknya masih dibawah 11 tahun, dimana menurut penulis usia tersebut masih sangat gemar bermain dan keinginan belajar yang tidak stabil.
Namun, kadarullah.... Allah menakdirkan penulis untuk mengajar pada jenjang SD. Penulis dipanggil oleh salah seorang kepala sekolah di SD dimana tempat penulis menimba ilmu pertama kali dalam pendidikan formal untuk mengisi kekosongan tenaga pengajar. Dari hari itu hingga sekarang penulis masih berada dalam satuan pendidikan yang sama setelah delapan tahun lamanya.
Dengan pengalaman yang minim dalam menghadapi peserta didik yang masih usia belia, penulis banyak disibukkan dengan bertanya dan berdiskusi dengan pengajar senior yang ada di satuan pendidikan tersebut. Segala hal yang belum penulis ketahui mengenai menghadapi peserta didik dengan berbagai karakternya menjadi topik setiap kali diskusi dengan pengajar senior berlangsung.Â
Dari pengalaman pengajar terdahulu dan seiring berjalannya waktu serta kebersamaan yang intens dengan peserta didik, penulis mulai merasakan getaran halus dalam jiwa. Getaran yang hingga saat ini membuat penulis merasa bahwa "ya...hidupku disini,jiwaku bersama peserta didik disini".
Dua tahun pertama menjadi pengajar dengan sedikit banyak memahami karakter siswa, dilema lain mulai muncul. Setiap tahun penulis menghadapi peserta didik yang berbeda.Â
Namun, entah mengapa terlintas dalam pikiran penulis bahwa "mengapa semakin kebawah, kualitas pengetahuan peserta didik semakin menurun? Apa yang menyebabkan hal ini terjadi?". Pertanyaan-pertanyaan itu mulai muncul begitu saja sehingga menggelitik penulis untuk menuangkannya dalam forum diskusi sekolah.
Dari persepsi dan tanggapan beberapa orang pengajar dan kepala sekolah, penulis mulai memahami sedikit penyebab dari menurunnya kualitas pengetahuan peserta didik setiap tahunnya. Salah satunya adalah terlalu banyak peserta didik dalam satu kelas sehingga penyampaian pembelajaran tidak merata. Hal ini terkendala dengan jumlah bangunan kelas yang tidak memadai untuk pemecahan rombongan belajar dalam satu tingkatan kelas. Sehinngga pembelajaran yang seharusnya menyesuaikan karakteristik peserta didik tidak dapat terpenuhi dengan maksimal.
Melalui persoalan tersebut, pihak satuan pendidikan menggagas suatu kegiatan bersama yang dilakukan internal warga sekolah untuk melakukan perbaikan diri dalam pembelajaran di kelas sehingga meskipun jumlah peserta didik yang banyak namun pembelajaran dapat diperoleh secara merata oleh peserta didik. Kegiatan tersebut berlangsung setelah pembelajaran usai. Kegiatan dilakukan maksimal 2 jam setiap pertemuannya. Tidak jarang pula pihak satuan pendidikan memfasilitasi pengajar dengan mendatangkan pengajar ahli untuk membimbing dan berbagi pengalaman dalam pengembangan kualitas mengajar dengan kondisi peserta didik yang banyak.