Cuplikan dari id.wikipedia.org tentang kota Lasem dibawah ini :
Lasem adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Indonesia. Merupakan kota terbesar kedua di Kabupaten Rembang setelah kota Rembang.
Lasem dikenal juga sebagai "Tiongkok kecil" karena merupakan kota awal pendaratan orang Tionghoa di tanah Jawa dan terdapat perkampungan tionghoa yang sangat banyak tersebar di kota Lasem. Di Lasem juga terdapat patung Budha Terbaring yang berlapis emas. Selain itu Lasem juga dikenal sebagai kota santri, kota pelajar dan salah satu daerah penghasil buah jambu dan mangga, selain hasil dari laut seperti garam dan terasi. Batik Lasem sangat terkenal karena cirinya sebagai batik pesisir yang indah dengan pewarnaan yang berani.
Salah satu tempat berkembangnya para imigran dari Tiongkok terbesar di Pulau Jawa abad ke-14 sampai 15 adalah Lasem (Lao Sam) selain di Sampotoalang (Semarang) dan Ujung Galuh (Surabaya). Datangnya armada besar Laksamana Cheng Ho ke Jawa sebagai duta politik Kaisar China masa Dinasti Ming yang ingin membina hubungan bilateral dengan Majapahit terutama dalam bidang kebudayaan dan perdagangan negeri tersebut, mereka memperoleh legitimasi untuk melakukan aktivitas perniagaannya dan kemudian banyak yang tinggal dan menetap di daerah pesisir utara Pulau Jawa. Bahkan menurut N.J. Krom, perkampungan China di masa Kerajaan Majapahit telah ada sejak 1294-1527 M. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya bangunan-bangunan tua seperti permukiman Pecinan dengan bangunan khas Tiongkoknya dan kelenteng tua yang berada tak jauh dari jalur lalulintas perdagangan di sepanjang aliran Sungai Babagan Lasem (kala itu disebut Sungai Paturen) yang pada waktu itu sebagai akses utama penghubung antara laut dan darat, juga penguasaan tempat-tempat perekonomian yang strategis oleh mereka di kemudian waktu, seperti yang dapat dilihat pada pusat-pusat pertokoan di sepanjang jalan raya kota sekarang ini.
*********
Aku teringat ketika masih tinggal beberapa waktu lalu Tahun 2009 di Lasem, enam bualan aku tinggal di Lasem, untuk pekerjaan di proyek PLTU Rembang, desa Leran Kec. Sluke, sebelah timur kota Lasem.
Jika anda datang ke Lasem bisa menemukan Buku dengan judul “Lasem Kota Tua yang Terlupakan” juga di internet jika anda searching di Google dapat menemukan artikel “Lasem Tiongkok Kecil Yang Terlupakan”, namun bagiku berbeda “Lasem Kota Tua yang Tak Terlupakan”.
Aku tinggal tak jauh dari perempatan Lasem hanya lima menit berjalan kaki ke perempatan Lasem yang merupakan pusat kota Lasem.
Disekitar tempat tinggalku ada banyak Pondok Pesantren, di pemukiman padat diantara bangunan-bangunan tua bergaya Tionghoa.
Bangunan-bangunan tua dengan pagar tembok tinggi, yang masih tampak perkasa, meski nampak mulai terkikis oleh pergantian jaman.
Utara perempatan Lasem ada tempat anak muda nongkrong yaitu warung kopi lelet, yang selalu saja banyak anak-anak muda nongkrong sore hari hingga malam hari, ngopi sambil melukis rokok dengan ampas kopi, ciri khas kota Rembang. Diseberang kopi lelet ada bangunan tua yang dulunya Bioskop, gedung masih berdiri tegak meski kelihatan tua, bekas kejayaannya masih terlihat walau sudah tergerus jaman.
Tanah lapang disebelah timur masjid agung Lasem itu dikatakan alun-alaun meski luasnya hanyalah kira-kira seratus limapuluh meter persegi, namun orang menyebutnya alun-alun, beda denga alun-alun di kota lain, jika orang bilang alun-alun itu luasnya beberapa kali lipat lapangan sepak bola.
Lontong opor Tuyuhan makanan khas lasem yang berasal dari desa Tuyuhan bagiku punya kenikmatan tersendiri, ada beberapa pedagang di sekitar alun-alun Lasem, kuliner itu sudah terkenal di sekitar Rembang, bahkan dari perempatan lasem ke arah selatan lalu ada pertigaan belok kanan arah ke jalur alternative ke Blora, disana ada tempat sentra makanan khusus Lontong opor Tuyuhan, meski terletak ditengah sawah namun tetap ramai pengunjung.
Di pinggir selatan alun-alun Lasem terdapat warung angkringan nasi kucing khas Jogja, aku paling suka dengan susu jahe dengan ramuan khasnya, jahe yang sudah dibakar itu lalu di blender halus, ketika akan disajikan jahe halus ditakar dengan tutup sirup ABC, di aduk dengan susu kental manis, memang begitu panas terasa di tenggorokan dan begitu hangat diperut, wal hasil setiap sehabis mengkonsumsi susu jahe itu ada yang menonjok-nonjok membuat aku kadang tersiksa malam mejelang pagi, ada yang menantang namun tak ada lawan, maklum disana aku merantau tidak bersama keluarga.
Sore itu aku keluar untuk mencari makan, aku memilih untuk makan di warung makan nasi gandul, depan masjid agung Lasem di seberang jalan, nasi gandul yang bagiku enak karena cocok untuk lidah orang Jawa seperti aku.
Disela makanku datang seorang perempuan yang kelihatanya sepadan denganku, sudah berkepala empat umurnya, ia nampak akrab dengan penjual nasi gandul dan mengobrol sambil kadang ia melirik kearahku, aku pun juga kadang melirik ke arahnya, guratan kecantikanya sewaktu muda masih terlihat jelas, aku melihat jemari tanganya masih lentik dan bersih, siapkah dia ? dalam hatiku.
Setiap sore aku mencari makan di sekitar alun-alun Lasem, ketika aku mencari makan sore aku sering bertemu dengan wanita cantik yang pertama kali aku melihat di warung nasi gandul itu, aku tak mengobrol namun dia dan aku sama-sama saling memperhatikan, hanya saja saling curi pandang.
Aku penasaran dengan perempuan cantik yang selalu saja aku ketemu entah dimanapun aku jajan makanan sore hari disekitar alun-alun Lasem, namun dengan siapa aku mencari tau, sedangkan aku sendiri tak pernah mengobrol dengan perempuan itu.
Siang itu aku berdua bersama temanku sedang bersantai di Lasem, dengan mobil phanter tua namun masih perkasa, kami berhenti di warung es kelapa muda pinggir jalan di sebelah timur perempatan Lasem, ketika kami sedang ngobrol dengan penjual es kelapa muda, wanita cantik yang sering aku lihat di warung makan itu, ia datang membeli es kelapa muda juga, kelihatan akrab mengobrol dengan penjual es kelapa, aku hanya sesekali memperhatikanya, begitu pula dengan dia kadang mencuri pandang kearahku sepeti biasanya.
Setelah perempan cantik itu pergi aku bertanya tentang dia kepada ibu penjual es kelapa muda, lalu ibu penjual es kelapa bercerita kepadaku.
”itu lho mas, dulu sewaktu masih muda dia primadona disini, dulu rambutnya panjang sampai pinggul, kulitnya putih bersih, sexi, cuantik, tapi siapapun bisa membawanya, sampai sekarang dia tak bersuami, juga tak punya anak, banyak sopir-sopir yang tergila-gila denganya, juga banyak rumah tangga berantakan gara-gara suaminya tergila-gila dengannya, tapi sekarang dia sudah kelihatan tua, badannya sudah tak molek waktu muda dulu, sekarang dia sering memakai kerudung dan baju longgar dengan lengan yang panjang, untuk menutupi perutnya yang tak lagi ramping”.
Ibu penjual es kelapa itu mengeleng-gelengkan kepala sembari memperhatikan perempuan cantik tadi, meski ia sudah terlihat semakin jauh.
Aku dan temanku mendengarkan cerita sambil manggut-manggut dan kadang terlontar kata,, “ooo begitu to bu”.
Salam...
S. Darmaji, 26 September 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H