Mohon tunggu...
S Darmaji
S Darmaji Mohon Tunggu... Administrasi - Pengalaman bidang Listrik punya setifikat kementrian AK3Listrik, tapi saat ini sebagi Petani Penggiat Porang Nusantara.

Menulis untuk berbagi,,,berbagi cerita, pengalaman hidup yang makin bertambah tua,,aku tidak lebih pintar, tapi mungkin hanya lebih dulu tau,,..

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Sekolah Partikelir (Swasta)

2 Desember 2014   21:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:13 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu ketika aku ngobrol bersama simbah kakung, aku masih SMP kelas 2 kala itu tahun 1987.


Simbah menanya aku tentang sekolahku dimana “ Sekolahmu nangndi le ?”


Aku bilang aku sekolah di SMPPancasila Soka ( SMP Swasta di desa sebelah, Bapak sebagai salah satu pendirinya ).


Simbah dengan nada meremehkan berkata,,.”Ah sekolah kok nang Partikelir ( Swasta )”
karena dipandang sekolah Negri adalah bergengsi sementara Partikelir adalah bagi simbah adalah sekolah bagi mereka yang tak berprestasi.

Sekarang banyak sekolah wasta yang menjadi sekolah faforit dengan murid berprestasi.


Justru sekarang banyak sekolah Negri sebagai ajang para calo mencari mangsa.


Mangsanya adalah siapa saja, anak-anak tak ber prestasi yang bisa masuk dengan membayar sesuai dengan negosiasi, juga anak berprestasi yang sudah pasti bisa masuk di sekolah Negri, namun juga diharuskan membayar supaya bisa masuk, karena sainganya adalah orang yang sanggup membayar mahal meski anaknya tak berprestasi, seperti itulah jika dunia sekolah sudah dikuasai para calo.

Seperti cerita saudaraku di Cibitung Bekasi, Arfan sudah lulus SD Negri dengan nilai bagus, ia mendapat rangking 2 di sekolahnya, ia dan orang tuanya di datangi calo menawarkan supaya Arfan bisa masuk di SMP Negri harus dengan uang dua juta, padahal Arfan termasuk siswa berprestasi meski hanya rangking 2, tetapi tanpa membayar dua juta sesuai perintaan calo niscaya Arfan akan diterima di sekolah negri dekat rumahnya, orang tua Arfan memang bukan golongan orang mampu, dengan bersekolah di SMP Negri mungkin akan lebih ringan untuk biaya SPP dan biaya transportasi bulananya, namun uang dua juta rupiah yang harus di setor ke calo merupakan penghinaan bagi dirinya dan orang tuanya, mengapa anak ber prestasi harus membayar untuk bisa masuk di sekola Negri ?

Arfan tak dimasukan ke sekolah Negri, oleh orang tuanya ia disekolahkan di sekolah swasta meski bukan sekolah faforit, hingga kini Arfan masih berprestasi di sekolah swasta.


Sekolah Negri sekarang ini, menjadi kumpulan mereka yang sanggup dan mau membayar mahal hanya sekedar untuk masuk ke sekolah yang katanya bergengsi, meski nilainya pas pasan.

Dulu sekolah Negri adalah kumpulan anak ber-prestasi dan bergengsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun