Sebetulnya Jenderal kami sangat paham dengan kondisi tim-nya, dan tentunya keputusan besar ini diambil dengan seribu satu pertimbangan. Satu lagi kata inspirasi yang selalu terngiang di benak kami hingga saat ini, “you can if you think you can”, jargon itu selalu disusupkan ke pikiran kami setiap pagi ketika sang Jenderal melakukan briefing kepada kami. Meminjam istilah salah satu atasan sekaligus salah satu motivator saya Bp.Tonny Bellamy (Project Manager PLTA Peusangan), dalam beberapa forum beliau sering menekankan “Butuh usaha yang tidak biasa untuk mendapatkan hasil yang luar biasa”, mungkin inilah salah satu wujud nyata usaha tidak biasa kami demi meraih hasil yang luar biasa.
Salah satu anggota tim PLN Proyek, sekaligus sahabat dekat yang istilah kerennya partner in crime saya, Hotmasterman Simbolon, sering menyerukan jargon “High Risk, high Gain, so lets start the party boss...!” semakin membakar semangat muda semua anggota tim (darah muda, darahnya berapi api kata bang Rhoma). Sebagai gambaran resikonya, sekelompok anak muda yang minim pengalaman ini, akan mengendalikan uap yang bertemperatur 500-an° C, dengan tekanan sekitar 50 Kg/cm², sebanyak 40-an ton/jam, ditambah lagi dengan melihat lika – liku proses konstruksi khas proyek FTP-1, mungkin dapat menggambarkan begitu besar resiko yang terpampang di depan mata.
Mulai dari sistem pengaturan udara pembakaran, pengaturan bahan bakar, dan pengaturan aliran sistem – sistem pendingin, semua manual. Ditambah dengan kondisi batu bara yang terlalu halus membuat load pekerjaan kami makin crowed terutama apabila datang hujan badai di waktu dini hari. Dengan sistem jaringan 20 KV isolated, begitu datang cuaca buruk, kami akan sangat disibukan dengan frekuensi jaringan yang tidak stabil yang langsung dirasakan sistem pembangkit. Pengaturan – pengaturan pola pembakaran dalam ruang bakar langsung dilakukan begitu merasakan goyangan frekuensi jaringan, ditambah lagi kondisi batu bara yang dapat dipastikan perlu special treatment saat cuaca buruk datang.
Kami bekerja bergantian dengan pola shift, mulai pukul 8 pagi sampai dengan pukul 12 malam. Disitu kami baru merasakan bagaimana rasanya memegang kunci F, memutar valve berdiameter hingga 10 inchi, disaat kondisi hujan disertai angin ribut. Tengah malam naik ke top elevasi boiler, untuk melihat levelair dalam steam drum tentunya memiliki sensasi tersendiri karena dalam perjalanan ke top elevasi boiler, kita pasti melewati jalur – jalur pipa uap utama yang sedang mengalirkan uap 500° C dengan tekanan 50 Bar, sensasi atau lebih tepatnya kekhawatiran itu karena kami paham betul bagaimana proses pipa – pipa uap ini dilas untuk dirangkai dalam masa konstruksi yang serba dipaksakan.
Masih hangat dalam ingatan saya, saat saya berdua dengan sahabat dekat sekaligus teman seperjuangan dan sekampung, Zaki Mubarrak, berjongkok persis di samping pipa uap utama (main steam pipe) untuk memeriksa pressure indicator karena kami merasakan ada pembacaan indikator tekanan yang sedikit janggal. Saat kami berdua sedang memeriksa pressure indicator tsb, sabahat saya nyeletuk dengan bahasa jawa kita, “Mas, flange iki nak ujug – ujug bocor, mod*ar kita mas”,saya pun cuma bisa tersenyum simpul untuk sekedar menetralisir kegalauan hatinya. Memang dari catatan kita flange di main steam valve ini beberapa kali bocor karena kegagalan gasket-nya.
Satu lagi kisah manis yang selalu melekat diingatan saya, adalah saat – saat kita duduk lesehan melingkar, dengan nasi bungkus digenggaman masing masing, tentunya sesi ini selalu diakhiri dengan ritual hisapan rokok s*mpurna M*LD disertai cerita canda tawa khas stand up comedyala sahabat karib saya, Mahfiar Fajar, sebuah momen yang cukup menjaga api semangat kita tidak padam.
Hari demi hari berlalu, tak terasa sudah bulan ketiga kita mengerjakan rangkaian pengujian komisioning, dan kita masih dalam tahap reliability run. Uji kehandalan ini benar – benar momok buat kita. Dengan kondisi cuaca yang sering tidak bersahabat membuat pembangkit trip berulang kali karena kondisi frekuensi jaringan yang bergejolak tajam. Berulang kali kami sekuat tenaga mempertahankan operasi pembangkit, dan akhirnya gagal karena gangguan jaringan selalu berimbas pada gangguan internal equipment PLTU.
Dalam “masa-masa perjuangan” itu dibumbui juga dengan beberapa gesekan antara kami tim PLN Project dan tim PLN operasi. Beberapa kali gesekan itu sangat tajam sehingga membuat Manajer PLTU menarik seluruh pasukan operasi dari segala aktivitas operasi pembangkit, mirip aksi protes khas anggota dewan yang walk out saat sidang paripurna hehehee. Dalam kondisi tersebut sang Jenderal kami selalu ada diposisi terdepan sebagai mediator. Sang Jendral kami sangat memahami bahwa kami adalah anak – anak muda yang sedang semangat semangatnya, dan mungkin saking semangatnya bisa menimbulkan gesekan.
Dengan teknik mediasi dan negosiasi yang mumpuni khas sang Jendral, beliau selalu dapat menyelesaikan segala gesekan yang timbul dengan tanpa sedikitpun mengurangi kobaran api semangat pasukanya (teringat petuah Ki Hajar Dewantara ; Ing ngarso Sungtulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani). Pada kesempatan tulisan ini saya pribadi ingin mengucapkan permohonan maaf sebesar besarnya kepada Bp.Victory manager PLTU Tg. Balai Karimun saat itu, yang kini bertugas di PT PLN (Persero) KITSBS. Sekali lagi saya mohon maaf atas segala ketidaksopanan ataupun kekurangajaran saya dan teman – teman pada saat itu pak. Pengalaman dan pelajaran dari bapak sangat berguna bagi kami yang muda – muda.
Tiba waktunya bulan ke enam, akhir Juni 2013, akhirnya selesai juga tahapan reliability run test kami kerjakan. Sebuah pengujian yang idealnya selesai dalam waktu 30 hari, akhirnya bisa kami selesaikan dalam waktu 6 bulan (uji kehandalan sekaligus uji kesabaran). 16 Juli 2013, akhirnya Proyek PLTU Tanjung Balai Karimun dinyatakan COD (commercial Operation Date). Alhamdulillah.